Sambungan artikel KEDUA
Meski 90% penduduknya adalah Islam, namun praktik-praktik keagamaan yang berkaitan dengan Islam hampir sulit ditemukan, termasuk susahnya mencari masjid.
Atas izin Allah, kami dipertemukan dengan seorang Imam Masjid di sebuah kota di Azerbaijan. Dalam obrolan kecil, Ia meminta doa agar muslim di Azerbaijan dikuatkan dalam memulai pendidikan Islam.
“Usia Azerbaijan masih sangat muda, merdeka baru 20-an tahun. Kami lama dijajah Rusia, lalu Komunis Soviet 70 tahun : masjid ditutup, tidak ada shalat, tidak ada pendidikan agama, tidak ada mengaji, karenanya kami berharap doa saudara kami muslim di Indonesia semua agar kami dapat menjalankan agama dengan baik,” pungkasnya.
Mayoritas Sunni, Dipengaruhi Syiah
Di Kota Baku, masjid susah ditemukan. Di kota ini, hanya ada beberapa masjid. Berbeda jauh ketika saya ke Turki. Walau masih memilih sekularime, banyak masjid mudah ditemukan dan kumandang adzan terdengar dimana-mana. Bahkan di musim dingin, pemuda-pemuda muslim Turki mudah ditemukan shalat Subuh berjamaah.
Sedang di Ibu Kota Azerbaijan, masjid susah ditemukan, bahkan di termasuk pusat-pusat kota. Pertama kali shalat malah bukan di Kota Baku, tapi di Kota Gabala Azerbaijan, 3 jam dari Baku.
“Di sana, ada 4 majid besar, semuanya masjid sunni, “ ujar seorang Imam Masjid Baru Gabala menceritakan.
Baca: Muslim Azerbaijan Kembali Desak Pencabutan Larangan Jilbab
Gabala adalah kota mayoritas, hampir 100 sunni, terletak di utara Azerbaijan, dekat dengan Rusia dan Georgia.
Pertama kali shalat berjamaah Subuh di Gabala, jamaah hanya ada 1 shaf. Shalat magrib di masjid terbesar di Gabala, bahkan Cuma 2 saf.
Menurut imam masjid, semua penduduk Azerbaijan tidak diajari agama sedari kecil, karena terlalu lama dijajah rezim komunis.
Saya sempat nanya petugas museum. Di mana tempat shalat (namash – bahasa setempat)? , “Di tempat umum ga ada,” ujarnya pendek.
Akhirnya saya minta disediakan tempat shalat. Rupanya, dia kebingungan. Katanya, orang di sini tidak pernah shalat. Dia sempat bertanya, “berapa lama waktu shalat?” Rupanya, dia sendiri juga tidak pernah shalat, meski mengaku Islam.
“Udah di hotel aja,” ujar petugas setelah susah mencari tempat untuk shalat para tamu rombongan dari Indonesia.
Suatu saat saya di Old Town, yang bertepatan dengan hari Jumat. Saya berusaha bertanya letak masjid kepada seorang tukang teh.
“Jam berapa shalat Jumat di tempat ini?”
Rupanya tukang tehnya bigung. “Saya nggak tau, karena nggak pernah shalat. Coba saya tanya dulu ke teman saya,” ujarnya.
“Sekitar jam setengah dua,” katanya setelah ia berusaha bertanya kepada orang-orang di sekitarnya.
Sebagaimana diketahui, di daerah Old Town, ada Masjid Muhammad yang dibangun tahun 1078. Hanya saja saat saya kunjungi, rumah Allah ini sudah jadi peninggalan sejarah dan tidak dibuka untuk ibadah.
Azerbaijan Utara, menurut Imam Masjid, mayoritas Sunni, berbeda dengan Azerbaijan selatan yang mayoritas Syiah karena berbatasan langsung dengan Iran.
Sekedar catatan, Azerbaijan dulunya, menjadi tempat perebutan pengaruh antara Dinasti Safawi yang Syiah dengan Utsmani yang Sunni. Walau sebelumnya 100 % Sunni karena merupakan daerah Turki Saljuk. Meski mayoritas Sunni, saat ini secara perlahan pengaruh Syiah terus berjalan di Azerbeijan. Dibutuhkan dai-dai Indonseia yang tangguh untuk mengembalikan identitas umat Islam Azerbeijan.*/Rizki Lesus, wartawan Alhikmah, founder Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)