SEORANG nenek paruh baya tertatih-tatih berjalan kaki menuju Masjid Al-Ikhlas. Sebuah bangunan berbentuk panggung dengan interior berbahan kayu ulin khas Kalimantan.
Nenek Iko, demikian nama wanita berumur 76 tahun itu. Ia duduk seorang diri di pojokan masjid. Di atas sajadahnya, mulutnya tampak komat-kamit selayaknya berdzikir. Suasana masjid itu gelap, kontras dengan rumah di sekitarnya yang terang benderang.
Masjid Al-Ikhlash terletak di kampung Long Melaham, Kecamatan Long Bagun, sebuah wilayah di pedalaman Kabupaten Mahakam Hulu (Mahulu), Kalimantan Timur.
Di tengah gulita, nenek tersebut memakmurkan bangunan yang terlihat begitu anggun berdiri di pinggiran Sungai Mahakam tersebut.
“Takmir (masjid)nya pergi ke hilir seminggu, Nak, lagi ada hajatan keluarganya, jadi enggak ada yang nyalain gensetnya,” tuturnya kepada hidayatullah.com sembari ia memberikan senternya ketika kami ingin melaksanakan shalat maghrib.
Baca: Laznas BSM-IMS Gelar Khitanan Massal Mualaf Pedalaman Kalimantan Timur
Penghujung Desember 2017 itu, awak media ini bersama rombongan Laznas BSM dan IMS memanfaatkan masjid tersebut untuk shalat berjamaah.
Nenek Iko berada di Long Melaham sejak tahun 1956. Bapaknya asal Banjar dan ibunya dari Kalimantan Tengah. Sang nenek mengaku, ia sangat senang hidup di kampung Long Melaham, meskipun Islam merupakan agama minoritas penduduk di sini.
Ia mengaku, kehidupan beragama masyarakat di sini tetap rukun, walaupun berbeda keyakinan dan aliran kepercayaan.
“Alhamdulillah, kami duduk bersamaan, tak ada yang membedakan antara Islam dan Kristen (secara sosial kemasyarakatan, Red),” tutur nenek yang memiliki enam anak dan 12 cucu ini.
Ia menambahkan, dari hulu hingga hilir kawasan pinggiran Mahakam itu, kebersamaannya bersama warga non-Muslim sudah ia rasakan sejak belia, dan dia merasa aman.
“Aman aja kok, Nak, kami saling menjaga dan saling menyayangi. Ketika kami hari raya mereka datang silaturahim, begitu sebaliknya,” akunya bertutur.
Baca: MUI Mahakam Ulu Beri Bantuan dan akan Bina Mualaf Pedalaman
Di kampung itu banyak mualafnya. Namun demikian, kata dia Masjid Al-Ikhlas tersebut masih sepi.
“Ketika shalat fardu paling satu dua tiga (orang) aja yang hadir, Nak. Kami sudah mengajak mereka (mualaf), tapi ya gitu, mereka berkumpul (di masjid) ketika ada sumbangan atau sembako yang akan dibagikan,” tuturnya sembari menundukkan kepalanya.
Salah satu alasan terbesar sebagian mualaf masih cukup sepi memakmurkan masjid, menurutnya, karena kurangnya pembimbingan agama atas mereka.
Kawasan pedalaman tersebut pun, tuturnya, jarang tersentuh oleh para dai. Hingga kini pun para mualaf kurang dibina agar pemahaman dan semangat beragama mereka terjaga.
Lansia itu berharap, semoga Masjid Al-Ikhlash Long Melaham akan diterangbenderangi oleh semarak ibadah para jamaah yang semakin memakmurkannya kelak.
“Kampung ini jauh dari kota, Nak. Kalau ada yang mau datang -misalnya- tenaga pengajar bagus. Dan kami banyak yang mualaf tapi kurang perhatian,” ungkapnya penuh harapan.* Zulkarnain