Hidayatullah.com–Untuk pertama kalinya, Ahmed Obeid, ayah dari empat orang anak, tidak bisa menyiapkan hidangan Idul Adha karena peperangan memaksa dirinya dan ribuan warga Yaman lainnya mengungsi dari rumah mereka.
Rumah mereka berada di berbagai kawasan berbeda yang dilanda perang. Mereka kini tinggal di penampungan yang terletak di provinsi lain yang aman di negara Arab yang miskin tersebut.
Para keluarga di Yaman biasanya mulai bersiap dan berbelanja menjelang Idul Adha, hari raya terbesar kedua bagi umat Muslim, yang dirayakan warga Yaman pada Selasa (21/08/2018).
Namun tahun ini, ribuan warga Yaman berada dalam kesusahan karena harus mengungsi dan tidak bisa melakukan persiapan apa pun menyambut hari raya tersebut. Sejumlah keluarga berjuang untuk bertahan dalam kelaparan dan serangan penyakit setelah meninggalkan rumah mereka.
Berdiri bersama keempat anaknya di samping tenda mereka di sebuah kamp pengungsi internal di pinggiran Provinsi Aden, Obeid mengatakan kepada Xinhua bahwa tidak ada kebahagiaan untuk menikmati perayaan Idul Adha tahun ini.
“Ini Idul Adha pertama bagi saya tanpa kehadiran sanak saudara tercinta. Perang membuat kami harus meninggalkan rumah kami, tempat kami biasanya merayakan Idul Adha dengan damai dan bahagia seperti tahun-tahun sebelumnya,” tutur Obeid dikutip laman Xinhua.
Baca: Arab Saudi, UEA Luncurkan Serangan Besar-besaran terhadap Hudaidah
Ia mengatakan bahwa sebagian besar keluarga pengungsi tidak memiliki sumber keuangan dan tidak menerima pakaian baru untuk anak-anak mereka dari organisasi kemanusiaan.
“Beberapa di antara anak-anak yang tinggal di dalam tenda menangis dan meminta ibu mereka untuk membelikan pakaian baru dan tidak mengetahui bahwa segala hal telah berubah dan mereka tidak lagi memiliki rumah,” ujarnya.
Idul Adha tahun ini tidak berarti apa-apa bagi pengungsi Yaman yang hidup dalam kemiskinan, katanya. Ia menambahkan bahwa “menghentikan perang jahat dan pertumpahan darah ini akan menjadi hari raya yang sesungguhnya bagi kami. Penembakan dan pertempuran menghancurkan segala keindahan yang dimiliki negara kami.”
Di provinsi-provinsi lain di Yaman, termasuk Hodeidah, sebuah kota di pesisir Laut Merah, perang masih berkecamuk antara pasukan pemerintah yang didukung koalisi Arab pimpinan Saudi dan kelompok pemberontak Syiah al Houthi, bahkan selama libur Idul Adha.
Baca: PBB: 47.000 Warga Yaman Mengungsi ke Aden Sejak Desember
Beberapa dari keluarga di Hodeidah mendesak kedua pihak yang berperang untuk melakukan gencatan senjata guna memberikan kesempatan bagi warga untuk merayakan Idul Adha bersama anak-anak mereka tanpa ketakutan dan penembakan secara acak. Namun, tak ada yang mengindahkan.
“Pihak-pihak yang bertikai tidak memedulikan penderitaan kami dan hanya mementingkan kemenangan dan merebut kendali atas wilayah kami,” kata Fuad Saleh, seorang pengungsi yang tiba di Aden pada Senin (20/08/2018).
“Hari Raya Muslim tidak berarti apa pun bagi para pemimpin perang yang berasal dari provinsi lain dan memaksa kami mengungsi dari rumah dan meninggalkan harta kami selama libur Idul Adha,” ujar Fuad.
“Sebagian besar komandan angkatan bersenjata dan pemimpin Houthi tidak berasal dari Hodeidah dan keluarga mereka berada di tempat yang aman dan mereka hanya datang untuk menghancurkan wilayah kami,” tuturnya dengan nada marah.
Ia menambahkan bahwa “meninggalkan rumah kami merupakan pengalaman yang sangat menyakitkan tetapi para pemimpin militer itu tidak mengalaminya dan tidak tahu rasanya menjadi pengungsi.”
Baca: Pertukaran Tahanan Besar Saudi dan Syiah al Houthi Libatkan 110 Tahanan
Pada 13 Juni lalu, koalisi Arab – pendukung pemerintahan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui dunia internasional – mendeklarasikan serangan besar-besaran untuk merebut kembali Hodeidah dan pesisir Laut Merah di bagian barat Yaman dari kekuasaan Syuiah al Houthi.
Pemerintah Yaman dan Arab Saudi telah berulang kali menuding pemberontak Syiah al Houthi menggunakan pelabuhan Hodeidah untuk menyelundupkan senjata dari Iran. Baik Houthi maupun Iran menyangkal tudingan tersebut.
Berbagai badan kemanusiaan telah memperingatkan serangan apa pun ke pelabuhan tersebut, dengan mengatakan bahwa serangan tersebut akan berujung pada bencana kemanusiaan terbesar di dunia dalam sejarah modern.
Hodeidah merupakan titik masuk paling penting untuk bahan makanan dan kebutuhan pokok ke provinsi-provinsi di Yaman utara yang dikendalikan kelompok Houthi, termasuk ibu kota Yaman, Sanaa.
Lebih dari 121.000 warga mengungsi dari Hodeidah yang dilanda perang dan bagian lain dari provinsi tersebut sejak 1 Juni lalu, menurut keterangan PBB pekan ini.
Koalisi Arab mengintervensi konflik Yaman pada Maret 2015 untuk menumpas kelompok pemberontak Syiah Houthi sekutu Iran dan mengembalikan kekuasaan Hadi.*