ACARA Silaturahim Nasional (Silatnas) Hidayatullah telah berlalu beberapa hari. Kesan pada pagelaran yang diadakan lima tahun sekali, bertempat di Pesantren Hidayatullah, Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur itu, tidak pula lekang di ingatan.
Termasuk terang-benderangnya ayat-ayat atau tanda-tanda keberkahan yang saya rasakan meliputi acara tersebut.
Masih segar dalam ingatan. Sehari menjelang keberangkatan ke Balikpapan, Selasa (20/11/2018), masuk sebuah pesan dari seorang koordinator keberangkatan, untuk kafilah (kelompok) daerah Surabaya, Jawa Timur.
“Kepada seluruh peserta dianjurkan untuk mempersiapkan payung lipat.”
“Karena musim hujan. Sementara jarak masjid (di Gunung Tembak) dengan penginapan cukup jauh.”
Diskusi pun berkembang di grup WA kafilah, mengenai teknis mengantisipasi curah hujan, yang menurut informasi cukup deras.
Saya sendiri tidak terlalu menghiraukan imbauan itu. Pikir saya, terlalu merepotkan bila harus bawa payung dari rumah. Kalau terpaksa, nanti beli di sana saja.
Ketika burung besi yang mengantar kami dari Surabaya mendarat di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, langit nampak berseliput awan tipis. Cahaya matahari nampak samar-samar. Waktu baru menunjukkan pukul 12.00 WITA.
Begitu masuk area pesantren, nampak beberapa ruas jalan tergenang air. Lagi musim hujan memang di daerah ini.
Kafilah Surabaya tergabung menjadi satu dengan kelompok dari seluruh Jawa Timur. Tempat pemondokannya di gedung MI. Sebelah timur masjid –yang berada di bagian depan pesantren. Jarak antar keduanya puluhan meter.
Pernah seorang kawan iseng-iseng mencoba mengukur waktu tempuh, antar kedua tempat ini (gedung MI dan masjid), ketika tengah berangkat melaksanakan shalat Jamaah.
“4-6 menit,” ujarnya.
Ada lagi kafilah yang lokasinya lebih jauh dari itu.
Dengan kondisi demikian, terbayang bagaimana kuyupnya peserta Silatnas jika pergi/pulang pemondokan-masjid, bila kehujaan dan tidak memakai payung.
Padahal sudah menjadi kesepakatan tak tertulis, setiap peserta silaturahim para dai itu harus melaksanakan shalat secara berjamaah setiap lima waktu.
Tidak hanya itu, bahkan shalat tahajud, yang dimulai pada pukul 02.30 dini hari, juga dianjurkan berjamaah.
Para jamaah sangat antusias dengan ajakan itu. Terbukti masjid terus ramai dengan jamaah, setiap kali shalat didirikan.
Baca: Gol Silatnas Hidayatullah Peningkatan Kualitas Iman, Islam, Ihsan
‘Ayat-Ayat Berkah’
Kamis (22/11/2018), hari pembukaan Silatnas secara resmi oleh Wakil Presiden Indonesia Muhammad Jusuf Kalla.
Di tengah kebahagiaan yang menyelimuti para hadirin, ada kekhawatiran menyergap. Pasalnya, sejak pagi langit diselimuti awan pekat. Guntur dan halilintar sesekali menggelegar.
“Hujan seperti sudah di ujung tanduk,” komentar seorang kawan, menggambarkan keadaan waktu itu.
“Jamaah sekalian. Bukan berarti tidak mengharapkan berkah Allah yang turun melalui curahan hujan-Nya.”
“Kita berdoa, semoga Allah tetap memberkahi acara kita, dengan menahan turunnya hujan,” ujar seorang panitia kepada hadirin.
La haulaa wa la quwwata illa billah….
Hujan pun turun, atas izin Allah semata, tapi hanya sebentar sekali. Selebihnya, hujan deras yang tadinya diperkirakan segera turun, ternyata tidak jadi. Sepertinya cuma hujan lewat tadi.
Yang menggembirakan lagi, cuaca terasa teduh, karena panasnya sinar matahari terhalang awan.
Maka terhindarlah para jamaah dari kebasahan air hujan, serta sengatan matahari. Sebab acara baru dimulai sekitar jam 10-an siang.
Berkomentar Pimpinan Umum Ustadz Abdurrahman Muhammad terkait dengan fenomena ini;
“Kalau bukan karena rahmat Allah, maka sudah pasti turun hujan itu, bapak-bapak. Basah semua jamaah, terutama ibu-ibu. Bagaimana, sejak pagi sampai menjelang acara, mendung sangat tebal.”
“Begitu pula sebaliknya,” sambungnya, “Kalau cuaca panas, maka semua akan kepanasan. Keringatan sekujur tubuh,” ungkapnya.
Pembukaan Silatnas pun akhirnya berjalan dengan lancar, tanpa ada kendala sedikitpun.
Cuaca hampir sama kembali terulang, pada Sabtu malam (24/11/2018). Agenda acara kali ini talkshow dengan tema; ‘Ngopi Bareng Teman Lama’.
Hadir sebagai narasumber; Fadli Zon dan Fahri Hamzah, keduanya mantan wartawan Suara Hidayatullah.
Acara diseting sesantai mungkin. Dilaksanakan di luar ruangan (outdoor). Tepatnya, di halaman timur Masjid Ar-Riyadh.
Sejak siang panitia sudah mengatur panggung dan tempat duduk para hadirin yang terdiri dari terpal, karpet, dan tikar. Karena duduknya lesehan.
Setelah shalat ashar, cuaca yang semula cerah, berubah mendung. Gelap pekat. Guntur dan halilintar beberapa kali menggelegar. Hujan seperti tinggal tunggu sekian detik saja akan segera mengguyur bumi.
Saya bersama seorang kawan lama tidak berjumpa, yang duduk di sebuah warung bakso, sempat waswas. Karena beberapa tetes gemericik air hujan mengenai wajah.
Bertepatan posisi duduk saya, sedikit agak keluar dari atap terpal yang disediakan oleh pedagang.
“Kayaknya harus pindah ini,” ujarku membatin, yang kemudian saya urungkan.
Ah, terbayang bagaimana seting acara nanti malam akan terganggu, sekiranya turun hujan.
Tentu alternatifnya akan dipindahkan di masjid, yang merupakan pusat dari setiap acara. Namun tentu saja, sedikit-banyak akan mengurangi nuansa santai, yang menjadi seting utama acara Ngopi Bareng itu.
Kembali berucap; La haulaa wa la quwwata illa billah….
Kembali Allah limpahkan rahmat-Nya di arena silaturahim puluhan ribu dai-daiyah itu. Hujan tidak jadi menyapa. Acara pun berjalan dengan lancar dan seru. Seluruh peserta sangat antusias.
Baca: Fahri Hamzah-Fadli Zon Ngopi Bareng Dai di Silatnas Hidayatullah
Jadi, selama pelaksanaan Silatnas yang rangkaiannya memakan waktu enam hari itu (20-25/11/2018), hujan nyaris tidak pernah turun. Sehingga semua agenda berjalan dengan lancar. Terutama shalat jamaah dan tahajud di masjid.
Subhanallah. Maha Suci Allah yang mengatur segala sesuatunya.
Pada Ahad (25/11/2018) selepas penutupan acara, mayoritas peserta Silatnas pulang ke daerah masing-masing.
Sejak Ahad malam itu, sampai keesokan harinya, Senin, Allah turunkan hujan dengan derasnya.
Banyak peserta yang belum pulang mengucapkan tasbih, terkait dengan fenomena ini.
“Subhanallah! Inilah kuasa Allah. Dia menurunkan hujan, tepat ketika acara sudah selesai,” ujar seorang kawan.
Fenomena-fenomena alam inilah, yang kemudian penulis maksud sebagai ‘ayat-ayat berkah’ yang Allah hadirkan di acara Silatnas Hidayatullah. Wallahu ‘alam.* Khairul Hibri, Koordinator PENA Jawa Timur