Hidayatullah.com—Kotoran dan bangkai ternak yang membusuk adalah peringatan bahwa kekeringan kembali terjadi di Kenya utara. AP melaporkan bahwa perkembangan terakhir adalah salah satu dari serangkaian dampak kejutan iklim yang membawa kesengsaraan bagi negara ‘Tanduk Afrika’ itu.
Saat para pemimpin dunia berdiskusi pada pertemuan puncak dunia di Glasgow, para penggembala dan peternak hewan di Kenya hanya bisa melihat hewan mereka menderita kekurangan air dan makanan. “Kalau ternak mati, kita juga mati,” kata Yusuh Abdullahi yang kehilangan 40 ekor kambing.
Pemerintah Kenya telah mengumumkan bencana nasional di 10 dari 47 distriknya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari 2 juta orang sekarang menghadapi kendala pasokan makanan.
Karena semakin banyak orang bergerak untuk mencari makanan dan air, para pengamat memperingatkan bahwa ketegangan antar komunitas dapat meningkat.
Satwa liar juga mulai mati, kata Ketua Konservasi Margasatwa Subuli Mohamed Sharmarke. “Panas yang terasa di tanah memberi tahu Anda tentang tanda-tanda kelaparan yang kita hadapi,” keluhnya.

Para ahli mengatakan guncangan iklim seperti itu akan biasa terjadi di seluruh Afrika, berkontribusi terhadap pemanasan global, tetapi benua itu akan menjadi yang paling terpukul. “Kami tidak memiliki planet kedua untuk dipindahkan atau berlindung setelah kami berhasil menghancurkan Bumi ini,” kata Direktur Eksekutif Otoritas Pembangunan Antarpemerintah Afrika Timur Workneh Gebeyehu bulan lalu saat meresmikan pusat peringatan iklim di Nairobi.

Presiden Kenya Uhuru Kenyatta juga setuju. “Afrika, yang saat ini sangat bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca global, berada di bawah ancaman perubahan iklim,” katanya. Benua ini hanya mengeluarkan 4 persen dari dampak gas rumah kacanya secara global.
Kenyatta termasuk di antara beberapa pemimpin Afrika yang berbicara di KTT dunia, yang secara kolektif meminta lebih banyak perhatian dan bantuan keuangan yang diperlukan untuk mendukung benua itu.*