Hidayatullah.com | WANITA itu sedang hamil. Sambil membawa kandungan, ia menggendong anaknya yang masih batita, sedang tangan satunya menuntun anaknya yang lain berusia balita. Ia bukan hendak berjalan-jalan santai di taman menikmati angin sepoi-sepoi. Bukan!
Tapi, Umi Lathifah, Muslimah tersebut, saat itu sedang dalam perjalanan jauh ke tempatnya mengajar di sebuah majelis taklim. Begitulah. Ia menempuh perjalanan, mengajar dari satu majelis taklim ke majelis taklim yang lain, dengan memboyong serta rombongan dan “rombengannya”. Ah, betapa repotnya, begitu mungkin pikiran banyak orang.
Demikian sekelumit kisah dakwah daiyah senior Hidayatullah ini. Meski harus berempong-rempong ria, Umi Lathifah menjalani semua itu dengan sepenuh hati. Ia mengaku tak ada keluhan yang terbersit dalam hatinya. Ajrun ghairu mamnun (pahala yang mengalir) bagi Umi Lathifah adalah motivasi untuk tetap istiqamah sebagai daiyah.
Berdakwah baginya adalah harga mati yang tak dapat ditawar. Selama ini, ia telah berkecimpung di dunia dakwah setidaknya selama 25 tahun.
“Dari perjalanan dakwah tersebut, nyaris tidak ada pahitnya,” tutur istri dari Ustadz Anwari Hambali saat menuturkan perannya sebagai daiyah yang aktif mengajar majelis taklim di beberapa daerah di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Menjalani peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan dai’yah tentu bukan hal yang mudah. Satu sisi urusan keluarga harus diprioritaskan. Namun di sisi lain, urusan ummat dan ummahat juga tak mungkin diabaikan.
Meski memiliki tugas di luar, namun seorang ibu rumah tangga juga harus mengutamakan urusan keluarga. Untuk itu, dukungan suami dan keluarga tentu sangat dibutuhkan dalam amanah dakwah. Perlu pula adanya pemahaman dan persamaan perspektif dalam keluarga, agar amanah sebagai daiyah dapat berjalan lancar.
“Saling mendukung dan saling menopang antara suami istri,” tips yang diberikan Umi Lathifah kepada penulis untuk pembaca hidayatullah.com, khususnya para Muslimah, Desember 2020.
Ia pun menuturkan bahwa seringkali sang suami membantunya dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Suaminya, Ustadz Anwari, demikian dikenal, juga merupakan salah seorang dai Hidayatullah. Ustadz Anwari aktif berdakwah ke berbagai daerah di Indonesia, tak jarang harus meninggalkan anak istri di rumah. Ini salah satu pengalaman yang dialami Umi Lathifah sebagai istri dari seorang dai.
“Pengalaman waktu anak-anak masih kecil-kecil ditinggal oleh suami yang pergi dakwah ke daerah lain. Setelah anak-anak (sudah) besar-besar, sudah enggak ada yang tinggal di rumah. Jadi kadang ikut suami berdakwah ke daerah sampai sekarang,” tutur Umi Lathifah.
Kini, dari 9 putra-putri Umi Lathifah-Anwari Hambali, tinggal 5 orang yang masih hidup. “Tabungannya 4 (wafat),” ujar nenek dengan 9 cucu dan 4 menantu ini.
Dengan segala tantangan dan dinamika yang ada, daiyah yang berdomisili di Kampus Hidayatullah Ummul Quro, Gunung Tembak, Balikpapan ini berusaha selalu bertahan di jalan dakwah. Ia meyakini, jalan dakwah yang ia tempuh adalah panggilan hati sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.
Selain dakwah, ia juga berkecimpung dalam dunia pendidikan di pesantren. Selama 6 tahun ia diamanahi menjadi pembimbing asrama putri di kampus Gunung Tembak. “Ada kebahagiaan tersendiri saat mendampingi suami ke daerah, lalu bertemu santri-santrinya Umi dulu yang ada di daerah-daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,” tuturnya.
Sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Untuk itu, Muslimah berusia 63 tahun ini berharap, dengan manfaat yang disebarkan melalui taklim dan dakwah yang diserukan, ia akan menjadi sebaik-baik manusia sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut.
Saat ini, Umi Lathifah diamanahi sebagai Anggota MPP Muslimat Hidayatullah (Mushida) yang juga Ketua Majelis Murabbiyah. Penghujung tahun 2020 ini, Mushida akan menggelar Musyawarah Nasional V secara virtual. Acara berpusat di Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Kota Depok, Jawa Barat. Dengan dihadiri 33 peserta sebagai perwakilan tiap Pengurus Wilayah (PW) Mushida yang ada di berbagai provinsi.
Perhelatan akbar lima tahunan itu akan digelar pada 26-27 Desember 2020 dengan mengusung tema “Meneguhkan Integritas Muslimah Demi Tegaknya Peradaban Islam.”
“Berjuang dan berkorbanlah. Semua yang kita punya, baik harta, tenaga, dan pikiran (untuk Islam) lewat lembaga Hidayatullah, belum ada apa-apanya dibandingkan dengan pengorbanan mempertaruhkan nyawa,” pesannya kepada semua kader Mushida di seluruh Indonesia.
Umi Lathifah juga berharap Munas V Mushida menjadi ajang mempererat silaturahim antar sesama anggota maupun pengurus Mushida yang selama sudah terjalin kuat. Terjalinnya persaudaraan ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah yang mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin.* Arsyis Musyahadah