Hidayatullah.com—Bosan dengan meningkatnya biaya hidup di Amerika Serikat dan iklan yang tiada henti, sejumlah anak muda di TikTok tampaknya melawan melalui tren baru yang menggalakkan pembelian baju bekas yang layak pakai (thrifting).
“Ketika setiap momen dalam hidup Anda terasa seperti Anda sedang dijual sesuatu dan harga barang tersebut terus naik, orang akan bosan menghabiskan uang,” kata Kara Perez, seorang influencer dan pendidik keuangan, kepada Agence France-Presse (AFP).
Selama ini, media sosial hanya memiliki ruang untuk rumah-rumah yang sempurna, lemari-lemari yang mewah, dan produk-produk kecantikan yang melimpah.
Namun, tren baru justru sebaliknya – mendorong penggunaan kembali barang-barang bekas, gaya hidup yang lebih hemat, dan mengutamakan kualitas daripada kuantitas.
Perlu diketahui, pasar pakaian bekas global akan tumbuh tiga kali lebih cepat daripada pasar pakaian global, dengan Gen Z memimpin pembelian.
Ditambah dengan krisis biaya hidup, Gen Z akan terus menggerakkan gerakan berhemat dalam mencari alternatif yang lebih terjangkau di tahun mendatang.
Pasar barang bekas global diperkirakan melonjak tiga kali lipat dari keseluruhan pasar pakaian global hingga tahun 2027, didorong oleh konsumen Gen Z, menurut platform barang bekas daring Thredup.
Saat ini, 83% Gen Z Amerika sudah berbelanja atau bersedia menjual barang bekas, dan pada tahun 2027, Gen Z akan menguasai sekitar 28% pasar barang bekas, menurut ThredUp.
Laporan penjualan kembali tahunan ke-11 perusahaan, yang dirilis tahun 2023, menyebutkan bahwa konsumen Gen Z dan milenial akan menyumbang hampir dua pertiga dari peningkatan pengeluaran barang bekas seiring dengan meningkatnya daya beli mereka.
Laporan Thredup tahun 2023 berisi data dan penelitian dari firma analitik Globaldata, serta sumber sekunder lainnya seperti data kinerja merek dan pelanggan internal.
Untuk tujuan laporan ini, Thredup mengatakan, Globaldata melakukan survei terhadap lebih dari 3.000 orang dewasa Amerika, dengan mengajukan pertanyaan spesifik tentang perilaku dan preferensi mereka terhadap barang bekas.
Vestiaire Collective, platform yang berkantor pusat di Paris, telah beroperasi di bidang pakaian bekas sejak 2009. Kini, platform ini menarik lebih banyak konsumen yang kekurangan uang, khususnya Gen Z dan milenial yang mencari cara cerdas untuk berinvestasi pada barang-barang mewah.
“Berbelanja barang bekas membawa banyak stigma, terutama dalam industri mewah,” kata Fanny Moizant, presiden dan salah satu pendiri Vestiaire kepada Fortune.
Dari Jepang sampai ke Amerika Serikat, pasar busana dan aksesori bekas terus naik. Raksasa busana seperti Zara dan H&M pun tergiur ikut bermain. Pola konsumsi generasi Z menjadi pendorong tren yang kini disebut thrifting tersebut.
Dilaporkan Reuters, Kamis (12/9/2024), Zara mengumumkan akan lebih serius masuk ke pasar busana bekas. Laman penjualan barang bekas Zara direncanakan mulai melayani konsumen Amerika Serikat pada akhir Oktober 2024.
Sebelum ini, laman itu melayani konsumen di 16 negara lain. Di Inggris, laman itu beroperasi sejak November 2022. Induk Zara, Inditex, menargetkan laman itu melayani konsumen di semua pasar strategis pada tahun depan.
Sementara perusahaan rintisan penjualan kembali busana peer-to-peer asal Lithuania, Vinted, telah mengambil alih pasar di Inggris, membukukan kerugian sebelum pajak sebesar €47,1 juta ($51 juta; £40,3 juta) pada tahun 2022.*