Banyak istilah dalam olahraga yang sesungguhnya sarat dengan syiar Islam. Apa saja?
Hidayatullah.com–Seorang Muslim hendaknya memberikan pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya. Dimana bumi dipijak, dia bertanggung jawab atas keislamannya.
Ketika mengusung syiar-syiar Islam, maka ia akan merasakan kenikmatan yang tiada tara. Akan timbul darinya rasa syukur atas nikmat ini. Bakal mudah untuk melakukan ketaatan dalam setiap ibadah, dan juga menjadi dakwah atau ajakan bagi non-Muslim untuk menyelami keindahan Dienullah.
Betapa banyak orang kafir yang ingkar akan keesaaan Allah SWT, kemudian luluh setelah mendengar merdunya bacaan al-Qur’an. Banyak dari mereka yang ingkar terhadap Islam bisa tersentuh hatinya ketika mendengar lantunan azan atau sekadar melihat bagaimana jutaan kaum Muslimin menata shaf dalam shalat di Baitul-Haram.
Sejarah telah mengajarkan kepada kita soal keteguhan salafush-shalih dalam mengusung syiar dien ini. Sahabat Mush’ab bin Umair RA rela kehilangan kedua tangannya dan akhirnya syahid dengan dada terbelah hanya untuk mempertahankan “sehelai kain” panji Islam yang diamanahkan kepadanya.
Khalifah Mu’tashim bergerak meluluhlantakkan orang-orang kafir Romawi setelah mendengar jeritan seorang Muslimah yang berteriak memanggil nama sang khalifah, saat menjaga kehormatannya dalam mempertahankan selembar kain jilbab.
Dalam ilmu fiqih pun dibahas tentang wajibnya memerangi kaum yang menghalang-halangi umat Islam untuk menampakkan salah satu dari syiar agama ini. Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq RA pernah memerintahkan untuk memerangi kaum yang enggan membayar zakat.
Syariat jihad bahkan tidak bisa ditegakkan manakala terdengar suara azan dari suatu kaum yang hendak diperangi, sebab itu pertanda adanya keislaman pada diri mereka.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, makna syiar secara bahasa adalah sebuah tanda atau bendera yang dipakai oleh suatu kaum dalam peperangan untuk menunjukkan jatidiri mereka. Sedangkan secara istilah, diartikan segala sesuatu yang hanya milik Allah SWT, untuknya kaum Muslimin diperintahkan agar selalu menjaga dan mengetahui hal tersebut.
Syiar dalam I’dad
Perlu diketahui, Islam mempunyai banyak sekali syiar yang harus dijaga sampai hari kiamat. Mulai dari rukun Islam, azan, hijab, dua hari ‘Ied, majelis atau halaqah al-Qur’an, siwak, dan masih banyak lagi.
Salah satu syiar yang harus ditunjukkan adalah Bahasa Arab. Dengan bahasa inilah kaum Muslimin mempelajari pokok-pokok ilmu dan amal, hal-hal yang halal dan haram, juga amalan wajib dan sunnah.
Para Salafush-shalih ketika membahas salah satu cabang keilmuan, yaitu furusiyah atau ilmu ketangkasan dalam berperang, juga sarat dengan Bahasa Arab. Sejak zaman keemasan Islam hingga abad ke-16, ilmu dan tekhnologi terkait dengan hal ini sangat subur dan menjadi referensi bagi seluruh dunia.
Istilah-istilah yang khas kaum Muslimin tersebut selalu digunakan secara intensif oleh pasukan kekhalifahan dari setiap Daulah Islamiyah, hingga runtuhnya Daulah Utsmaniyah. Kemudian setelah itu, kaum Muslimin dijajah dari segala aspek kehidupan, dari ekonomi, budaya, hingga bahasa.
Kita perlu menyuburkan kembali warisan ulama terdahulu dengan berusaha untuk selalu menggunakan istilah-istilah dalam i’dad dengan Bahasa Arab. Ini amat diperlukan guna menjaga syiar sunnah rimayah dari budaya-budaya kafir.
Di antara istilah-istilah tersebut adalah:
– Busur panah al-Qaus (القوس)
– Siyah as-Siyah (السِّيَةُ)
– Gagang handle al-Qaabidh (القَابِضُ)
– Tali busur al-Watr (الوَتْرُ)
– Anak panah as-Sahm (السَّهْمُ)
– Poin besi anak panah an-Nashl (النَّصْلُ)
– Bulu anak panah ar-Risy (الرِّيْشُ)
– Buluh anak panah al-‘Ud (العُوْدُ)
– Lubang nock anak panah al-Fauq (الفَوْقُ)
– Menggenggam gagang busur al-Qabdhah (القَبْضَةُ)
– Mengepalkan tangan kanan dalam teknik thumbdraw al-Qaflah (القَفْلَةُ) atau Mengunci tali busur al-‘Aqd (العَقْدُ)
– Mengaitkan anak panah ke tali busur at-Tafwiq (التَّفْوِيْقُ)
– Membidik sasaran al-I’timad (الاِعْتِمَادُ) atau Melihat an-Nazhar (النَّظَرُ)
– Menarik busur al-Mad (لمَدُّ)
– Melepaskan anak panah al-Iflat (الاِفْلَاتُ) atau Membebaskan al-Ithlaq (الاِطْلًاقُ)
– Gerakan ikutan Fathah (فَتْحَةُ)
– Cara berdiri/kuda-kuda al-Intishab (الاِنْتِصَابُ)
– Memasang tali busur al-Lytar (الاِيْتَارُ).
Masih banyak lagi istilah dalam Kitab al-Furusiyah al-Muhammadiyah yang digunakan dalam amalan i’dad ini.
Manifestasi Iman
Kita tentu senang melihat minat kaum Muslimin saat ini yang begitu tinggi terhadap olahraga sunnah. Namun sepertinya masih banyak di antara saudara-saudara kita yang lebih bangga menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh orang Barat daripada istilah dari khazanah Islam sendiri. Tak sedikit pula dari kaum Muslimin yang menganggap remeh persoalan ini.
Di antara kita masih banyak yang lebih takjub ketika mendengar istilah horseback archery dibanding furusiyah. Lebih bangga dengan kata competition dibanding dengan musabaqah atau sibaq.
Terkait hal itu, ulama asal Mesir, Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini, menjelaskan dalam fatwanya:
“Menggunakan istilah atau bahasa selain Bahasa Arab (setelah mengetahuinya) adalah salah satu sifat kemunafikan, dan juga sebagai pertanda tampaknya kekalahan kaum Muslimin. Maka kaum yang sering menggunakan bahasa atau istilah selain Arab dan tersebar pada setiap lini kehidupannya bahkan tulisan yang ada di baju dan pakaian anak, maka ini adalah pertanda kekalahan kaum Muslimin.”
Allah SWT pun berfirman yang artinya:
ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوب
“Dan mereka yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya itu adalah dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj [22]: 32).
Sungguh, wujud dari iman dan taqwa seorang Muslim salah satunya dapat dilihat dari semangatnya untuk menjaga syiar-syiar dien ini. Begitu pula sebaliknya, lemahnya keimanan seseorang bisa dilihat darinya.
Mari tekadkan diri untuk memperkuat jatidiri Muslim, salah satunya dengan menguasai Bahasa Arab. Dari sini kita bisa mengembangkan syiar Islam yang lebih luas, agar kaum Muslimin sadar akan pentingnya perkara ini.*/Iqbal Azhar Aziz, pembina Solo Berkuda