Hidayatullah.com– Pada kondisi negara saat ini, pemerintah diduga tidak atau kurang hadir memenuhi hak konstistusional warga negara. Misalnya, di bidang privasi.
Setiap warga negara pun ada baiknya juga berusaha mempertahankan hak privasinya sendiri. Termasuk menjaga keselamatan hak privasi di dalam telepon selularnya (ponsel/handphone/HP).
Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Maneger Nasution, menyikapi kasus pengkloningan nomor ponsel sejumlah ulama belakangan ini.
Dalam konteks ini, berdasarkan resep dari seorang ahli IT kawannya, Maneger berbagi tips mengamankan HP dari pengkloningan. Ia mengatakan, bila mengalami pengkloningan nomor HP, berhati-hati dan waspadalah.
“Sebab, pulsa kita tersedot laksana penyedotan pulsa melalui SMS Premium, melalui penggandaan nomor atau disebut juga dengan cloning SIM Card,” ungkapnya melalui pernyataan tertulisnya diterima hidayatullah.com Jakarta, Senin (13/02/2017).
Maneger: Jika Mengkloning Nomor HP tanpa Hak, Pemerintah Langgar UU ITE
Cara Kerja Pengkloningan
Proses kloning yang tidak sulit –menurut sang ahli– dengan alat yang relatif juga tidak mahal itu, kata dia, tentu saja akan merugikan pengguna alias korban pengkloningan.
Ia menjelaskan, cara kerja pengkloningan nomor HP adalah dengan menyalin (copy) seluruh isi SIM Card atau kartu SIM melalui alat berupa SIM card reader (semacam pembaca kartu memori/memory card reader).
Hingga kemudian, didapatlah kartu SIM yang sama persis antara asli dengan kloningannya. Maka satu nomor memiliki beberapa kartu SIM atau beberapa kartu SIM mempunyai nomor yang sama.
Jangan Asal Beli Kartu Perdana
Karena membutuhkan kartu SIM asli untuk dikloning, yang paling mudah menghindarinya adalah jangan membeli kartu perdana dalam keadaan siap pakai, jelas Maneger.
Artinya, jangan membeli kartu SIM yang segelnya sudah dilepas, atau sudah dipotek, atau tinggal dimasukkan ke HP lalu dapat dipakai.
“Sebab, hal itu memungkinkan bahwa SIM card sudah ter-cloning. Sehingga, sebaiknya, saat membeli kartu perdana, masih keadaan utuh dan biarkan kita sendiri yang melakukan registrasi dengan nama kita sendiri,” ungkap Maneger.
Hal lain, tambahnya, adalah menghindari penggunaan nama orang lain. Penggunaan nama orang lain, selain tidak dibenarkan secara peraturan, juga membuat pengguna sendiri kerepotan jika hendak komplain akan layanan dari operator, terutama masalah kualitas layanan dan tagihan.
Amankan Data Pribadi
Tips lain, tambahnya, jika ponsel akan dipinjam orang lain, usahakan sebelumnya simpan data paling pribadi dalam satu folder yang tidak bisa diakses sang peminjam/orang selain pemilik HP.
“Ketika ponsel kita dijual usahakan format memori handphone dan memory card kita selamat. Jika ponsel kita perlu untuk dibawa ke tukang servis, cabut memorinya.
Mengenai fitur bluetooth sebaiknya lebih hati-hati kalau nanti data nyasar kemana-mana,” paparnya.
Cerita Seorang Tokoh
Soal pengkloningan, Maneger bercerita, beberapa waktu lalu, seorang tokoh masyarakat mengaku kepadanya mengalami kejadian yang membuatnya bingung.
Ceritanya, beberapa hari lalu tokoh itu menerima pesan WhatsApp (WA) dari nomor yang diketahuinya milik “Mr Y”.
Dalam WA-nya, nomor itu menanyakan nomor telepon seorang pejabat. Karena tokoh tersebut mengenal “Mr Y”, tanpa ragu-ragu dia membalas pesan WA itu dan mengirimkan nomor telepon orang dimaksud.
“Namun kemudian, ‘Mr Y’ menjawab WA yang bertanya mengapa dia memberikan nomor itu. Dia (tokoh tersebut. Red) yang kebingungan,” tutur Manager.
Ia pun menegaskan, siapa pun, apalagi pemerintah, hargailah hak privasi warga negara, itu hak konstitusional warga negara.
“Cobalah berenung, berdamailah dengan hati. Bagaimana kalau kita atau keluarga kita sendiri yang terlanggar hak privasinya? Karena tidak semua urusan privasi orang lain perlu kita ketahui,” ujarnya.
Kalau pelanggaran atas hak privasi warga negara itu terjadi, bukan hanya tidak beretika, tegasnya, tetapi juga sebagai pelanggaran hukum. Sekaligus juga sebagai pelanggaran hak konstitusional warga negara.*