Imam Ahmad bin Hanbal, pelopor Mahzab Hanmbali, juga mengamalkan beberapa hadis dhaif, beliau dan para salaf tidak menganjurkan meninggalkan hadis dhaif secara mutlak
Hidayatullah.com | IMAM AHMAD adalah salah satu imam mujtahid yang diikuti oleh umat Islam. Dalam hadis, tidak diragukan lagi keimaman beliau dalam bidang itu.
Abu Zur`ah berkata kapda Abdulla putra Imam Ahmad, pernah berkata, โAyahmu hafal satu juta Hadis.โ Imam Adz Dzahabi berkata, โKisah ini benar adanya mengenai keluasan ilmu Abu Abdillah (Imam Ahmad)โ. (Lihat, Siyar A`lam An Nubala`, 11/187).
Bukan hanya dalam hadis, dalam disiplin ilmu fikih Imam Ahmad juga memperoleh banyak pujian dari para ulama. Ishaq bin Rahwaih berkata, โAku bermajelis dengan Ahmad dan Ibnu Ma`in untuk bermudzakarah. Lantas aku mengatakan, โApa fikihnya? Apa tafsirnya?โ Mereka pun diam, kecuali Ahmad.โ (Lihat, Siyar A`lam An Nubala`, 11/188).
Mengenai fikih Imam Amad, Imam Asy Syafi`i berkata, โAku telah keluar dari Baghdad. Aku tidak meninggalkan padanya seorang pemuda yang lebih utama, tidak juga lebih pandai, tidak juga lebih faqih, tidak juga lebih bertakwa, kecuali Ahmad bin Hanbal.โ (Lihat, Siyar A`lam An Nubala`, 11/188).
Sebagai seorang hafidz hadis sekaligus seorang faqih, Imam Ahmad menerapkan dua disiplin ilmu itu dalam berhujah dengan hadis. Dalam artian, Imam Ahmad memiliki kemampuan untuk memilah-milah mana hadis yang shahih, mana pula hadis yang dhaif.
Namun Imam Ahmad sebagai seorang faqih juga melihat, mana hadis yang bisa dijadikan hujjah dan mana yang tidak. Sehingga tidak jarang, Imam Ahmad menilai suatu hadis sebagai hadis dhaif, namun beliau tetap berhujjah dengannya karena beberapa pertimbangan.
Inilah beberapa contoh hadis-hadis dhaif yang digunakan Imam Ahmad dalam berhujah.
Masalah Kafa`ah
Muhanna meriwayatkan, โManusia semuanya sekufu` kecuali penenun dan pembekam.โ Dikatakan kepada Imam Ahmad, โEngkau merujuk hadis ini?โ Imam Ahmad pun menjawab,โYaโ. Dikatakan kepadanya, โTapi engkau mendaifkannya.โ Imam Ahmad menjawab, โIa diamalkan.โ (dalam Ar Riwayatain wa Al Wajhain, 2/92, Syarh Az Zarkasyi `ala Mukhtashar Kharki, 5/70, Al Mughni, 7/38).
Yang dimaksud Imam Ahmad adalah hadis berikut:
ุนููู ุนูุจูุฏู ุงูููููู ุจููู ุนูู ูุฑูุ ููุงูู: ููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู: ยซุงููุนูุฑูุจู ุจูุนูุถูููู ู ุฃูููููุงุกู ููุจูุนูุถูุ ููุจููููุฉู ุจูููุจููููุฉูุ ููุฑูุฌููู ุจูุฑูุฌูููุ ููุงููู ูููุงููู ุจูุนูุถูููู ู ุฃูููููุงุกู ููุจูุนูุถูุ ููุจููููุฉู ุจูููุจููููุฉูุ ููุฑูุฌููู ุจูุฑูุฌูููุ ุฅููููุง ุญูุงุฆููู ุฃููู ุญูุฌููุงู ูยป (ุฃุฎุฑุฌู ุงูุจูููู ูู ุงูุณูู ุงููุจุฑู: 13770, 7/219)
โDari Ibnu Umar ia berkata, โRasulullah ๏ทบ bersabda, โBangsa Arab sebagian dari mereka sekufu` dengan sebagian lainnya, kabilah dengan kabilah lainnya, laki-laki dengan laki-laki lainnya. Sedangkan yang bukan bangsa Arab sebagian dari mereka sekufu` dengan sebagian lainnya, kabilah satu dengan kabilah lainnya, laki-laki dengan laki-laki lainnya, kecuali penenun dan pembekam.โโ (Dikeluarkan oleh Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra [13770], 7/219).
Ibnu Qudamah menjelaskan bahwasannya Imam Ahmad tetap merujuk hadis di atas meski itu hadis dhaif, karena itu sesuai dengan ahli urf. (dalam Al Mughni, 7/38).
Bercelak secara ganjil
Ada pula masalah penggunaan celak. Ishaq bin Rahwaih bertanya kepada Imam Ahmad, โBagaimana seseorang bercelak?โ Imam Ahmad pun menjawab, โGanjil, namun tidak isnad dalam hal itu.โ (dalam Masa`il Al Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahwaih, 9/4885).
Kemungkinan yang dimaksud Imam Ahmad adalah hadis berikut:
ุนููู ุฃูุจูู ููุฑูููุฑูุฉูุ ููุงูู: ููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู: ” ู ููู ุงููุชูุญููู ูููููููุชูุฑูุ ููู ููู ููุนููู ููููุฏู ุฃูุญูุณูููุ ููู ููู ููุง ููููุง ุญูุฑูุฌู (ุฃุฎุฑุฌู ุฃุญู ุฏ ูู ุงูู ุณูุฏ:8838, 14/432)
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, โRasulullah ๏ทบ bersabda, โBarangsiapa bercelak hendaklah ia melakukannya dengan ganjil. Barangsiapa mengerjakannya maka ia telah melakukan kebaikan dan barangsiapa meninggalkannya maka tidak mengapa.โโ (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya).
Dengan demikian, yang dimaksud Imam Ahmad bahwa ia (bercelak, red) tidak memiliki asal adalah asal yang tsabit. Sebagaimana Imam Ahmad sering menggunakan ungkapan tersebut kepada hadis dhaif. (Lihat, Masa`il Al Imam Ahmad riwayah Abi Dawud, hal. 404).
Larangan berbekam hari Sabtu
Al Atsram berkata, โAku mendengar bahwasannya Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai berbekam pada hari Sabtu. Ia pun menjawab, โAku suka kalau tidak melakukannya, karena hadis Az Zuhri meski ia mursal.โโ (dalam At Tamhid, 24/350).
Hadis yang dimaksudkan adalah hadis berikut:
ุนููู ุงูุฒููููุฑููููุ ุฃูููู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุงูู: ยซู ููู ุงุญูุชูุฌูู ู ููููู ู ุงููุฃูุฑูุจูุนูุงุกู ููููููู ู ุงูุณููุจูุชู ููุฃูุตูุงุจููู ููุถูุญู ููููุง ูููููู ูููู ุฅููููุง ููููุณูููยป (ุฃุฎุฑุฌู ุฃุจู ุฏุงูุฏ ูู ุงูู ุฑุงุณู, ููุงู:”ููุฏ ุฃุณูุฏ ูุฐุง ููู ูุตุญ”:451, ุต. 319)
Artinya: โDari Az Zuhri, bahwasannya Nabi ๏ทบ bersabda, โBarangsiapa berbekam pada hari Rabu dan hari Sabtu, lantas ia terjangkit wadhah (kusta) maka hendaklah ia tidak sekali-kali mencela, kacuali kepada dirinya sendiri.โ (Riwayat Abu Dawud dalam Al Marasil dan ia berkata, โHadis ini ada yang meriwayatkannya secara musnad, dan itu tidak benar.โ)
Imam Ahmad berpendapat agar menjauhi berbekam pada hari Sabtu, meski hadis yang dijadikan acuan adalah hadis mursal. Hadis mursal termasuk dhaif, karena ada perawi yang terputus yakni perawi dari kalangan sahabat.
Hadis dhaif dipakai ketika selaras dengan pendapat Imam Asy Syafi`i
Bahkan, Imam Ahmad berpendapat bahwasannya hadis dhaif bisa dipakai jika sejalan dengan pendapat ulama. Abu Ayyub Humaid bin Ahmad Al Bashri berkata, โSuatu saat aku bersama Ahmad bermudzakarah tentang suatu masalah, lalu seorang laki-laki berkata, โWahai Abu Abdillah (Imam Ahmad) hadis dalam masalah itu tidak shahih.โ Imam Ahmad pun menjawab, โMeski tidak shahih hadis mengenai hal itu, namun itu merupakan pendapat Asy-Syafi`i. Dan hujjahnya paling kuat dalam masalah itu.โโ (dalam Tarikh Baghdad, 2/404).
Inilah sebagian kecil dari hadis-hadis yang dijadikan Imam Ahmad dalam berhujjah meski ia adalah hadis dhaif. Beliau dan para salaf lainnya tidak menganjurkan untuk meninggalkan hadis dhaif secara mutlak. Wallahu `alam bish shawab.*/Thoriq, Lc, MA