BERHATI-hatilah dengan niat dan motivasimu dalam bekerja mencari rezeki. Niatkanlah untuk Allah dan sebagai bekal mengabdi kepada-Nya. Jika tidak, engkau hanya mendapati kelelahan tak berujung apa-apa selain neraka, meski dengan kerja keras dan kesungguhan itu engkau bakal bergelimang harta, kemasyhuran, dan status sosial.
Sungguh Allah takkan meluputkan semua itu, sebab Dia telah berjanji:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (١٥) أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٦)
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)
Lihatlah mereka yang bekerja mati-matian mengejar dunia! Uangnya melimpah, popularitasnya melambung, dan status sosialnya menjulang tinggi. Tidak sedikit pun Allah merugikan usahanya.
Semua yang mereka harapkan terpenuhi. Itu karena sudah menjadi janji-Nya yang pasti ditepati.
Namun, tidakkah engkau menyaksikan juga, bahwa semakin menggunung hartanya maka semakin gelisah pula jiwanya? Semakin terkenal namanya maka semakin besar pula ketakutannya? Semakin membumbung kedudukannya maka semakin liar pula anaknya, istrinya, suaminya?
Bahwa, seluruhnya hanya mengantarnya ke neraka, karena ia tidak pernah meniatkannya untuk Allah.
Hartanya, nama besarnya, prestisenya menyeretnya menuju adzab yang bertumpuk-tumpuk, jengkal demi jengkal, bahkan semenjak masih di dunia ini. Jangan tanyakan lagi bagaimana nasibnya di akhirat nanti!
Maka, belum cukupkah kehidupan orang-orang itu menjadi pelajaran bagimu? Perhatikan niatmu! Teliti motivasimu! Jika Allah tidak hadir di sana, itulah kesalahan terbesarmu. Ingatlah, bahwa:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ (سورة القصص: ٨٨)
Ketika menafsirkan ayat ini, Sufyan ats-Tsauri berkata, “(Segala sesuatu itu pasti binasa, kecuali) apa-apa yang ditujukan untuk meraih ridha Allah.”
Ar-Rabi’ bin Khutsaim juga berkata:
كُلُّ مَا لَا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللّٰهِ يَضْمَحِلُّ
“Semua yang tidak ditujukan untuk mencari wajah Allah, ia pasti musnah.”
Jangan melelahkan diri mengejar sesuatu yang hanya berujung kepunahan dan kesengsaraan. Jiwamu tahu, karena fitrahnya mengenal jalan Tuhannya. Ia pasti resah dan asing di jalan “tuhan” yang lain.
Semakin jauh engkau memaksanya menempuh jalan itu, pemberontakannya semakin menggila. Jika engkau tidak berbalik dan pulang, ia mungkin mati. Di saat itu, ketika jiwamu mati, adalah ketika tidak ada lagi suara-suara yang menegurmu dari dalam. Hening, sepi, diam. Engkau mungkin secara keliru mengiranya sebagai ketentraman, padahal bukan. Jiwamu diam dan tidak berisik lagi justru karena ia telah mati. Tapi, ini tidak pernah lama. Sebab orang yang tidak memiliki jiwa sudah pasti hancur, dicelakakan oleh kebutaannya sendiri.
Pulanglah! Berbaliklah ke jalan Tuhanmu, sebelum terlambat! Allah menunggumu kembali, dengan sejuta pintu ampunan dan maaf yang takkan ditutup sebelum ajalmu menjelang, dan sebelum matahari terbit dari arah terbenamnya! Wallahu a’lam.*/Alimin Muhtar