Begini Cara Nabi Menghadapi Remaja dan Pemuda
Hidayatullah.com | ABU Umamah mengisahkan bagaimana interaksi Nabi Muhammad ﷺ dengan pemuda yang mendatangi beliau untuk berkonsultasi dan cara beliau menghadapinya. Di hadapan Rasulullah ﷺ –dengan sangat berani – pemuda itu mengungkapkan isi hatinya, “Wahai Rasulullah,” panggilnya, “izinkan saya berzina.”
Para sahabat di sekeliling Nabi segera bereaksi keras. Mereka langsung menghadap ke arahnya sembari menghardik dengan ungkapan, “mah, mah” sebagai peringatan agar anak itu berlaku sopan dan segera menghentikan pertanyaannya. Apa Rasulullah marah? Ternyata tidak.
Justru beliau minta pemuda itu didekatkan kepadanya. Pemuda itu dipersilakan duduk dan diajak berdialog dengan pendekatan persuasif laiknya obrolan hangat antara orangtua dan anak.
Setelah kondisi tenang dan nyaman, baru Rasulullah mengajaknya berpikir lewat dialog cerdas, “Apakah kamu suka jika itu menimpa ibumu?” Sontak saja, pemuda itu menjawab dengan mantab, “Tidak, demi Allah.” Orang yang normal tentu tidak rela ibunya dizinahi orang.
“Manusia yang lain,” tutur Rasulullah ﷺ , “Juga tidak suka ibunya diperlakukan seperti itu.” Mendengar jawaban itu, pemuda itu mulai menyadari kesalahan tindakannya. Menariknya, Rasulullah hanya mengarahkannya agar paham akan kesalahannya sendiri tanpa harus menyakiti hatinya.
Kemudian, Rasulullah meningkatkan pertanyannya. Bagaimana jika itu dilakukan kepada anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari pihak ayah dan ibu. Jawaban pemuda itu sama: tidak rela menimpa orang-orang yang dicintainya.
Setelah itu Nabi meletakkan tangannya pada pemuda itu, seraya berdoa:
الله اعوز دثبة وطهر قلبه ، وحصن فرجه
“Ya Allah, ampuilah dosanya, bersihkanlah hatinya serta jagalah kemaluannya.”
Selain menunjukkan kasih sayang, juga membentuk kebiasaan baik bagi anak. Dibiasakan dengan atmosfir ahli ibadah sejak kecil.
Ketika sudah baligh, akan mudah melaksanakan ibadah. Jangan justru membuat anak-anak malas ke masjid.
Metode yang digunakan Rasulullah ternyata dahsyat. Setelah itu pemuda itu tidak pernah menoleh kepada sesuatu apapun yang diharamkan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dengan sanad yang Shahih.
Anak, remaja bahkan pemuda yang diperlakukan seperti ini, tentu tidak akan mengalami rasa kurang percaya diri, depresi, trauma, apatis dan introvert. Dan Rasulullah berada di garda depan sebagai teladan yang perlu dicontoh orangtua.
Kalau dengan orang lain yang tidak ada ikatan nasab seperti itu, lalu bagaimana beliau berinteraksi dengan keluarganya sendiri? Anas bin Malik menceritakan tentang kasih sayang Rasulullah pada anak-anak: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih belas kasihan kepada keluarga daripada Rasulullah ﷺ (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban dan Baihaqi).
Bayangkan! Meski sangat sibuk Rasulullah sangat peduli dan sayang pada keluarganya. Beliau mampu menciptakan keseimbangan yang luarbiasa dalam kehidupannya sehingga sesibuk apapun beliau masih bisa membagi kasih sayangnya pada siapapun, terlebih keluarga.
Fathimah misalnya, sang putri adalah anak yang dididik dalam iklim kasih sayang seperti ini. Nutrisi kasih sayang yang cukup, begitu berpengaruh besar pada kehidupan anak.
Perhatian Rasulullah pada keluarganya, bahkan diungkapkan dengan ciuman sayang. Suatu saat, Nabi mencium Hasan bin Ali, sed di sampingnya ada Al-Aqra’ bin Haabis. Al-Agia berkata: “Aku punya sepuluh anak, tidak ada satu pun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah memandangnya seraya bersabda, “Orang yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad).
Sejarah mencatat, setiap kali Rasulullah datang dari safar, beliau mengecup kening Fathimah. Mengasihi anak merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Salah satu bentuk kasih sayangnya ialah dengan mencium anak dan cucunya. Ciuman, senyuman, belaian sayang kepada anak, sangat bermanfaat bagi pemuda, khususnya yang menginjak masa baligh.
Selain kasih sayang dengan ungkapan verbal maupun ungkapan fisik, beliau juga mengondisikan kebiasaan baik bagi anak cucunya. Menurut riwayat an-Nasa’i, Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husain dalam shalatnya. Hingga mereka berdua menaiki punggung beliau saat shalat. Demikian juaga Umamah binti Zainab. Cucu perempuannya ini pernah digendong saat shalat (HR. Bukhari)
Selain menunjukkan kasih sayang, juga membentuk kebiasaan baik bagi anak. Dibiasakan dengan atmosfir ahli ibadah sejak kecil. Ketika sudah baligh, akan mudah melaksanakan ibadah. Jangan justru membuat anak-anak malas ke masjid.
Nabi Muhammad mempersiapkan masa baligh dengan teladan akhlak luhur, perhatian penuh, kasih sayang yang cukup, menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mereka, dialog hangat, pendekatan persuasif dan tak lupa berdoa untuk kebaikan mereka.*/Mahmud Budi Setiawan, Mjl AlFalah