Hidayatullah.com | RAMADHAN tak lama lagi akan tiba. Ada satu pertanyaan yang harus kita jawab sebelum Ramadhan betul-betul datang: Mau apa kita di Ramadhan ini?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita bayangkan bila Ramadhan balik bertanya kepada kita, “Memangnya Anda punya apa untuk menyambut kedatanganku?”
Mengapa kita perlu membayangkan hal demikian? Sebab, apa yang kita punya saat ini akan sangat menentukan apa yang akan kita dapatkan saat Ramadhan kelak. Jika kita tak serius menyiapkan apa yang kita punya maka jangan-jangan kita akan menyesal ketika nanti Ramadhan telah berlalu.
Biasanya, kaum Muslim menggelar tarhib Ramadhan sebelum Ramadhan tiba. Jika tarhib ini sekadar untuk menjelaskan apa saja yang wajib dilakukan saat Ramadhan dan apa saja yang dilarang, maka itu tidak cukup. Tarhib seharusnya juga mengevaluasi apa saja yang kita punya dan apakah kita benar-benar siap menyambut Ramadhan?
Ini ibarat tamu agung yang akan datang bermalam ke rumah kita. Kita diberitahu bahwa kurang dari satu bulan lagi, tamu agung itu akan tiba. Maka, apa yang kita lakukan? Cukupkah kita sekadar belajar bagaimana cara menyambut tamu? Tentu tidak! Kita juga harus memeriksa apa yang kita punya untuk memuliakan tamu agung tersebut.
Barangkali beras di rumah tinggal sedikit sehingga kita perlu berbelanja lagi agar persediaan beras cukup. Mungkin juga persediaan lauk pauk juga tidak cukup untuk menampung tamu agung. Bisa jadi kendaraan yang kita punya sudah lama tidak diservis sehingga bila dipinjam sang tamu agung khawatir bakal mogok di tengah jalan.
Barangkali atap rumah kita masih bocor dan tamu akan merasa kurang nyaman sehingga perlu kita perbaiki. Atau, siapa tahu ada bagian-bagian di rumah kita yang masih kotor sehingga perlu kita periksa dengan seksama. Semua itu menjadi bagian terpenting dalam penyambutan sang tamu agung.
Begitu juga ketika kita menyambut Ramadhan. Kita tak cukup membekali diri dengan ilmu tentang Ramadhan, namun juga harus membekali fisik kita. Apakah kesehatan kita sudah prima? Apakah persediaan uang kita sudah cukup sehingga kelak tidak lagi terlalu sibuk oleh aktivitas menambah nafkah?
Yang lebih penting, apakah kita juga sudah mulai mengondisikan diri dan keluarga kita dengan suasana Ramadhan? Misalnya, kita mulai berpuasa sunnah pada bulan Rajab, dua bulan sebelum Ramadhan tiba. Ini juga dianjurkan dalam Islam sebagaimana para ulama menafsirkan surat at-Taubah [9] ayat 36 bahwa Allah Ta’ala akan melipatgandakan keberkahan bagi mereka yang melakukan ketaatan pada bulan Sya’ban, termasuk berpuasa dan bersedekah.
Begitu juga bulan Sya’ban. Rasulullah SAW bahkan lebih memperbanyak lagi puasa dalam bulan ini, sebagaimana Hadits yang dikisahkan oleh Aisyah, “Aku tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan, dan aku tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan-bulan yang lain melainkan bulan Sya’ban,” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Mari kita sambut Ramadhan yang tinggal beberapa hari ini dengan memperbanyak “apa yang kita punya”, sembari terus menambah ilmu tentang Ramadhan.
Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan sampaikanlah kami dengan bulan Ramadhan. Aamiin.*/Mahladi