SIAPA tidak tahu kalau setiap jiwa ingin mendapat kebahagiaan? Siapa yang tidak tahu kalau setiap jiwa mendambakan surga? Semua orang tahu dan menginginkannya. Masalahnya, sedikit orang sungguh-sungguh mengikuti saratnya.
Suatu ketika, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku tentang amal yang akan aku kerjakan dan yang dapat mendekatkan aku pada surga dan menjauhkan aku dari neraka.”
Nabi pun menjawab, “Anda beribadah menyembah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun; Anda membayar zakat; dan menyambung hubungan sanak kerabat Anda.”
Setelah orang yang bertanya itu pergi, Nabi lalu kembali bersabda: “Jika ia berpegang teguh dengan apa yang aku perintahkan padanya, tentu dia masuk surga.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat yang lain Nabi bersabda, “Anda mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menyambung hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari).
Jadi, setidaknya ada tiga amalan yang harus kita perhatikan secara sungguh-sungguh dan diamalkan secara konsisten (istiqomah) apabila kta benar-benar ingin masuk surga, setelah kita mengaku benar-benar beriman hanya kepada-Nya.
Pertama, shalat, kedua, membayar zakat dan ketiga, hubungan baik (silaturrahmi) kita dengan sesama. Entah itu keluarga, tetangga, sahabat, dan sebagainya.
Istiqomah dalam akidah
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman;
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: Ar-Rum [30]: 30).
Ibn Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat tersebut bermakna perintah agar umat Islam memperkokoh pandangannya dan istiqamah di atas agama yang disyari’atkan Allah kepada kita semua.
Kemudian kita diperintahkan untuk konsekuen terhadap fitrah manusia yang difitrahkan Allah atas makhluk-Nya. Karena Allah telah memfitrahkan makhluk-Nya untuk mengenal dan mengesakan-Nya yang tidak ada ilah (yang haq) selain-Nya.
Seperti di dalam firman-Nya;
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al-A’raf [7]: 172).
Pantas jika kemudian nasehat Luqman Al-Hakim kepada anaknya dicatat Allah di dalam Al-Qur’an. Karena nasehat Luqman adalah nasehat penting dan utama. Nasehat ini sebenarnya adalah kebutuhan primer umat Islam, karena jika diamalkan dengan benar akan mengantarkan pelakunya kepada surga.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS: Lukman [31]: 13).
Dengan demikian, hal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang Muslim adalah mentauhidkan Allah. Kita harusnya berserah diri secara totoal atau utuh kepada Allah semata.
Jadi, kalau ada masalah, kita tidak boleh mengadu kepada siapapun kecuali Allah. Apalagi mendatangi dukun, melihat ramalan bintang (zodiak), atau melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak disyariatkan agama.
Belajarlah kepada Nabi Ibrahim yang selalu melihat apapun peristiwa di bumi ini, termasuk pada dirinya sebagai sesuatu yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
“Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS: Asy Syu’araa [26]: 79 – 82).
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim tidak pernah gelisah, sekalipun situasi serba sulit. Hatinya tidak pernah ragu sedikit pun bahwa Allah pasti akan menolongnya tepat pada waktunya. Allah tidak akan pernah terlambat membela hamba-Nya dan menyelematkan hamba-Nya.
Shalat, zakat, dan silaturrahmi
Di sisi lain, kita juga harus mengamalkan syariat Islam, terutama yang disabdakan nabi dapat mengantarkan kita kepada surga itu secara sungguh-sungguh. Yaitu, Shalat, zakat, dan silaturrahmi. Shalat dalam tafsir Ibn Katsir disebut sebagai ketaatan yang besar seorang hamba kepada Allah.
Shalat sekalipun semua umat Islam mengerti bahwa perkara tersebut adalah wajib ‘ain, tetapi masih banyak di antara umat Islam yang terkadang mengabaikannya. Bahkan ada yang tidak Shalat sama sekali, kecuali di dua hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha.
Hal ini tentu sangat memprihatinkan, sementara dalam hatinya senantiasa mengharap pertolongan Allah, bahkan optimis masuk surga. Lantas, apa alasan Allah kelak memasukkannya ke dalam surga, jika manusianya tidak pernah berusaha?
Kemudian zakat. Zakat dalam Islam tidak semata zakat fitrah, yang biasa kita lakukan pada Bulan Ramadhan. Tetapi ada yang namanya zakat maal.
Di sinilah umat Islam yang memiliki kekayaan lebih dan telah memenuhi syarat dikeluarkan zakat harta, berkewajiban untuk mengeluarkannya. Zakat maal ini akan sangat membantu pemerataan ekonomi dan menghilangkan kesenjangan ekonomi secara psikologis di antara umat Islam sendiri.
Dengan kata lain, Islam menolak paham materialisme-individualisme yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Islam adalah agama pembebasan, mengajak yang mampu berkontribusi membantu yang kurang mampu (lemah).
Jika pengelolaan zakat ini diatur maksimal sesuai dengan syariat Islam, bukan tidak mungkin umat Islam akan menjadi umat yang kuat solidaritasnya (ukhuwah Islamiyyah). Itulah mengapa pesan terakhir Rasulullah kepada kita adalah, perkuat silaturrahmi.
Silaturrahmi adalah tanda keimanan yang paling nyata bagi seorang Muslim. Karena antara Muslim yang satu dengan Muslim yang lain, ibarat satu tubuh. Jika satu sakit, yang lain ikut merasakan.
Jadi, umat Islam harus memperkuat tali silaturrahmi. Jangan pernah ada niat memutus tali yang baik itu, karena selain akan mendatangkan masalah di dunia, juga akan menghalangi jalan kita menuju surga.
Orang Beruntung
Maka binalah hubungan baik kita sesama keluarga, sahabat, tetangga. Jangan lagi ada permusuhan. Karena permusuhan itu hanya akan menyengsarakan kita baik di dunia lebih-lebih di akhirat.
Apabila kita telah berusaha untuk menuju surga dan berusaha meninggalkan maksiat, sungguh kita akan menjadi orang-orang yang beruntung.
Harapan kebahagiaan abadi itu ada di depan mata. Karena kehidupan yang abadi itu adalah di akhirat, bukan di dunia. Pada hari kiamat kelak kita akan mendapatkan balasan sempurna atas amal perbuatan kita di dunia.
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS: Ali Imran [3]: 185).
Ibn Katsir menjelaskan, jika kita ingin tahu manusia yang beruntung, maka lihat saja perbuatannya. Apakah mengarah pada surga atau neraka. Apabila amal perbuatannya adalah perkara yang dapat mengantarkannya ke surga dan menjauhi neraka, sungguh itulah manusia beruntung.
Terkait dengan ayat tersebut, khususnya tentang keutamaan surga, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tempat untuk sebuah cemeti di surga lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah oleh kalian, jika kalian suka: “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (HR. Bukhari Muslim).*/Imam Nawawi