Allah SWT telah membuat perumpamaan tentang sistem, tata nilai, atau peradaban yang dibangun manusia di dalam al-Qur’an, yakni berupa dua jenis pondasi bangunan.
Firman Allah SWT: Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunan di tepi jurang yang runtuh, lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orangyang zalim. (At- Taubah [9]: 109)
Pertanyaan Allah SWT dalam ayat tersebut tentu saja tidak membu-tuhkan jawaban. Sebab, jawabannya sangat jelas bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan atas dasar takwa dan keridhaan-Nya pasti lebih baik dibanding orang-orang yang mendirikan bangunan di atas jurang yang roboh dan menimpa mereka, serta menjadikan mereka ikut terseret dalam neraka.
Serapuh Rumah Laba-laba
Dalam surat yang lain, Allah SWT menggambarkan orang-orang yang berlindung di dalam bangunan, atau sistem, tata nilai, dan peradaban, di luar Islam seperti berlindung dalam rumah laba-laba.
Tentu saja rumah laba-laba itu tak dapat berfungsi melindungi orang lain, bahkan dia sendiri tak akan mampu melindungi diri sendiri dari terpaan angin kencang atau desakan air, apalagi dorongan benda-benda keras lainnya.
Rumah laba-laba itu sesungguhnya sangat lemah, rentan, dan mudah roboh. Allah SWT berfirman: ”Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui.” (Al-Ankabut [29]: 41)
Sebagai mujahid kita sepakat untukmenggunakan segala sumber daya yang kita miliki demi membangun sebuah bangunan besar yang kokoh dan kuat. Kita ingin semua manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, dapat berlindung dan mendapat pengayoman di rumah besar tersebut, sebagai bentuk rahmatan lil alamin.
Karena yang hendak dibangun adalah rumah besar, maka pertama kali yang dilakukan adalah memastikan bahwa tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan tersebut aman, tidak labil, apalagi di tepi jurang seperti yang digambarkan al-Qur`an tersebut.
Setelah memastikan bahwa tanah tempat berpijaknya bangunan tersebut kokoh, maka langkah selanjutnya membangun pondasi yang kuat. Pembangunan pondasi ini akan menentukan berapa banyak lantai yang akan dibangun di atasnya, berapa luasnya, dan berapa tingginya.
Semakin kuat pondasinya, semakin besar bangunan yang bisa berdiri di atasnya, serta semakin tinggi dan menjulang ke angkasa. Demikian juga sebaliknya, semakin lemah maka akan semakin kecil dan lemah juga bangunan yang berdiri di atasnya.
Pondasi Peradaban Islam
Rasulullah SAW sejak awal sangat memperhitungkan pondasi bangunan peradaban Islam. Lebih dari separuh masa kerasulannya justru hanya digunakan untuk membangun pondasi tersebut.
Itulah sebabnya, bangunan peradaban Islam yang beliau tegakkan berumur panjang, tak lekang oleh perubahan zaman. Tujuh abad mengalami masa- masa kejayaan, bahkan masih tetap bertahan hingga sekarang.
Walaupun kita tidak merasakan langsung masa-masa keemasan peradaban Islam, tapi atsar-nya (bekasnya) masih dapat kita nikmati hingga saat ini. Sekarang, di saat hegemoni peradaban kafir mengalami puncaknya, justru kita merasakan betapa kehadiran peradaban Islam semakin mendesak, bahkan semakin mutlak kehadirannya. Peradaban Islam akan mampu menyelamatkan manusia dari berbagai kerusakan yang ditimbulkan peradaban kafir yang tidak beradab.
Saat ini kita menyaksikan peradaban Barat kafir telah gagal total menghadirkan kesejahteraan. Kemakmuran materi sebagian besar hanya dinikmati oleh sekelompok orang yang berhasil, sedangkan sebagian besar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Di belahan dunia bagian utara orang-orang berhamburkan kemewahan, sedang di belahan lainnya justru hidup serba kekurangan. Mana keadilan yang dijanjikan?
Jika kemakmuran materi saja tidak dapat dipenuhi secara merata, apalagi kesejahteraan dan kebahagiaan batin? Sebagian besar manusia justru hidup dalam kondisi jiwa yang tertekan, stres, dan tidak memiliki harapan. Rumah tangga berantakan, tatanan sosial hancur, dan pribadi-pribadi yang tak memiliki sandaran. Mana kesejahteraan yang dijanjikan?
Demikian juga dengan peperangan. Peradaban Barat tidak bisa menciptakan dunia yang aman tanpa perang. Dari hari ke hari peperangan bukan semakin berkurang, tapi trennya terus naik. Mana kedamaian yang dijanjikan?
Keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan hanya otopia. Semua hanya ilusi semata. Semuanya omong kosong di tangan peradaban kafir. Realitasnya, keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan dunia semakin jauh dan tak terkejar lagi oleh manusia.
Saatnya sekarang kita berbalik arah. Jika dulu kita mengejar bayang-bayang, sekarang kita menghadap Sang Sinar. Dan, sekarang biarkan bayang-bayang yang mengejar kita.
Hidup hanya sekali, jangan sampai tertipu. Jangan habiskan waktu, tenaga, dan pikiran kita sekadar mengejar bayang-bayang yang sudah pasti tak akan terkejar. Kita fokuskan sumber daya kita menghadap kepada Sumber dari segala Sumber Cahaya (Nur ‘alan-Nur), Allah SWT. Dengan cara baru itu, bayang-bayang justru yang mengejar kita.
Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya:Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.(Al- Ankabut [29]: 64)
Peradaban materi yang diagung-agungkan Barat tidak lebih dari peradaban materi yang sangat rentan, lemah, dan berada di tepi kehancuran. Orang-orang yang berlindung di bawah peradaban ini akan terseret dalam kehancuran dan kebinasaan bersama dengan bangunan yang mereka dirikan dan perjuangkan. Bahkan mereka akan masuk ke dalam jurang neraka.
Sebagai pejuang peradaban Islam, kita mesti yakin bahwa peradaban yang kita bangun ini akan mendatangkan keselamatan, kedamaian, kemakmuran, sekaligus keadilan. Dalam peradaban ini tidak ada lagi penyembahan manusia atas manusia yang lain. Tidak ada perbudakan manusia atas manusia yang lain. Tidak ada eksploitasi manusia yang satu atas manusia yang lain.
Dapat dikatakan, peradaban Islam adalah peradaban yang membebaskan manusia dari segala bentuk penyembahan dan perbudakan. Pada saat manusia tidak ber-Tuhan hanya kepada Allah, maka posisinya bisa menjadi “ budak” orang lain, atau “memperbudak” orang lain. Kedua posisi ini sama-sama zalim.
Jika kita ingin kembali menegakkan bangunan peradaban Islam sebagaimana telah dibangun Rasulullah SAW, maka tidak ada jalan lain kecuali meng-copy paste apa yang pernah dilakukan beliau bersama para sahabatnya. Selain kepastiannya lebih terjamin, juga lebih efektif. Tinggal mencontoh. Mudah, bukan?
Pondasi bangunan peradaban yang dimaksud adalah akidah dan keimanan! Inilah misi risalah semua Nabi dan Rasul, mulai dari Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.
Mereka mengajak pada satu tujuan, menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Allah SWT berfirman, “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (Al- Bayyinah [98]: 5)
Akidah yang benar selalu menempatkan Allah SWT sebagai pusat segala sesuatu. Apapun yang dilakukan manusia, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan dalam tidurnya itu sendiri, merupakan bentuk ibadah kepada-Nya.
Ketika manusia menjadikan aktivitas hidupnya di luar ibadah berarti mereka telah melakukan penyimpangan. Mereka telah menggeser pusatnya bukan lagi Allah SWT, tetapi selain-Nya. Itulah bentuk nyata dari kemusyrikan. Wallahu a’lam bish-shawab.*/Suara Hidayatullah, Mei 2012