TIDAK seperti pria, wanita diciptakan dengan keistimewaan tersendiri.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
“… وليس الذكر كالأنثى …”
“… Dan tidak sama anak lelaki dan anak perempuan …” (Surah Ali-Imran: 36)
Asal-usul kejadian wanita yang berbeda dari pria telah memberi indikasi bahwa setiap satu dari jenis kelamin ini memiliki peran dan fungsi yang berbeda dan khas.
Allah Subhanahu Wata’ala telah menciptakan satu ruang khusus pada tubuh wanita yang tidak ada pada pria yaitu rahim.
Di situ kehidupan manusia dimulai dan singgah sebentar sebelum lahir ke dunia. Dengan rahim inilah zuriat lahir dan manusia terus menerus berkembang biak di atas muka bumi.
Allah Subhanahu Wata’ala telah mengangkat derajat wanita dengan memberikan fungsi khusus dan tugas yang amat berat ini hanya kepada golongan wanita. Pemilihan wanita sebagai penyebab warisan generasi manusia adalah lambang keagungan karunia Allah Subhanahu Wata’ala terhadap mereka.
Ketidaktahuan fakta dasar bahwa peran tersendiri pada seorang wanita ini telah membawa para feminis percaya bahwa kedua jenis kelamin, pria dan wanita harus memiliki kekuatan yang sama, tanggung jawab yang sama dan hak yang sama.
Pada hakikatnya wanita sangat-sangat berbeda dari pria. Tidak hanya diciptakan rahim di tubuhnya, bahkan setiap satu dari sel-sel tubuh wanita “menyatakan” itu adalah wanita.
Kehendak manusia tidak dapat mengatasi hukum fisiologi atau tubuh badan. Manusia harus tunduk dengan apa yang telah dijadikan pada dirinya. Manusia harus menerima apa adanya.
Bahkan manusia lebih-lebih lagi harus tunduk dan patuh kepada Tuhan yang telah menciptakan setiap sel dan organ dalam jasadnya!
Para wanita harus sadar akan fakta penciptaan ini. Ada fungsi dan peran tersendiri yang harus dilaksanakan. Tidak perlu bersusah payah untuk berjuang demi mendapatkan kekuasaan dan melakukan tanggung jawab yang sama seperti pria.
Satu kata-kata yang pernah diungkapkan oleh seorang novelis dan pemenang Hadiah Nobel di bidang Sastra, William Golding dalam menggambarkan wanita yang menuntut kesetaraan dengan pria; “I think women are foolish to pretend they are equal to men, they are far superior and always have been“.
Cukuplah seorang wanita mengetahui bahwa ia sudah berada di posisi yang bagus dan istimewa serta memiliki peran tersendiri. Mengapa ingin menuntut hak dan tanggung jawab yang lebih lagi sedangkan peran yang ada masih belum terlaksana sepenuhnya?
Dr. Alexis Carrel, penerima Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran juga pernah menulis:
“Women should develop their aptitudes in accordance with their own nature, without trying to imitate the males. Their part in the progress of civilization is higher than that of men. They should not abandon their specific functions.”
Wanita perlu mengembangkan bakat, kemampuan dan kemampuan mereka sesuai dengan nature (alam) dan asal usul penciptaan mereka tanpa mencoba untuk meniru kaum pria.
Peranan wanita dalam kemajuan peradaban dan membentuk perabadan pada hakikatnya adalah lebih besar dibandingkan pria. Ini karena wanita melahirkan dan menbentuk generasi. Seorang wanita adalah ibu yang mengasuh dan mendidik anak-anak.
Wanita tidak bisa mengabaikan peran utamanya ini. Kontribusi dalam melaksanakan fungsi khusus ini juga tidak dapat ditolak dan ditolak.
Namun apakah dengan memahami fungsi utama ini berarti wanita hanya menjadi “pabrik manusia” dan tidak lebih dari sekadar itu?
Tidak benar sama sekali. Islam sangat memuliakan wanita dan tidak pernah mengekang atau memberikan limitasi ruang buat wanita dengan hanya menjadi istri dan ibu di rumah.
Ketika seorang istri dan ibu memberi fokus pada rumah tangga, bukan berarti wanita itu terpinggirkan dan tidak melibatkan diri dalam masyarakat.
Jika fungsi khusus dan tanggung jawab utama ini diamortisasi, tidak ada halangan bagi seorang wanita itu keluar untuk memenuhi apa saja kebutuhan dengan syarat menjaga aurat dan ijin suami serta memelihara batasan syar’i yang lain.
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa wanita turut berperan di luar rumah antaranya Rufaydah binti Saad Al-Aslami yang menjadi perawat di medan perang dan Al-Syifa ‘binti Abdullah yang ditunjuk menjadi Muhtasib (pengawas) di pasar pada zaman Khalifah Umar bin Khattab.
Ingatlah juga bahwa Saidatina Khadijah RA adalah seorang ibu kepada 6 orang anak bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dan beliau juga dikenal sebagai tokoh pengusaha wanita yang sukses!
Namun, ketika diberi penekanan pada fungsi utama seorang wanita yaitu fokus pada rumah tangga, bukan berarti para pria berlepas dan langsung tidak mengambil tahu perihal keluarga dan anak-anak.
Bahkan tanggung jawab para pria lebih besar karena dialah seorang suami dan ayah yang menjadi kepala keluarga. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاًۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang solehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) … “(QS An-Nisa: 34)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam juga bersabda dalam Khutbah al-Wada ‘yang berarti:
“Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kamu ke atas isteri-isteri kamu satu tanggungjawab dan bagi mereka ke atas kamu tanggung jawab. Sesungguhnya kamu mengambil mereka sebagai amanah dari Allah … “
Rasulullah seharusnya dijadikan contoh teragung oleh para pria dalam melaksanakan tanggungjawabnya kepada keluarga.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya: Aisyah RA pernah ditanya oleh seorang pria yang bernama Al-Aswad bin Yazid tentang apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam ketika dalam rumahnya.
Maka Aisyah menjawab: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam selalu membantu keluarganya dalam pekerjaan rumah dan ketika sudah tiba waktu shalat, beliau keluar untuk shalat.
Justru, para pria dan wanita harus jelas dengan peran dan bidang tugas mereka yang tersendiri.
Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan tanggung jawab setiap individu sesuai dengan fitrah dan kemampuan masing-masing. Islam amat mementingkan keadilan dan kesetaraan, bukan kesetaraan.
Para pria dan wanita hakikatnya diciptakan dengan fungsi yang berbeda untuk saling melengkapi dan saling menyempurnakan satu sama lain. Para pria dan wanita juga saling bantu-membantu dalam urusan dunia dan memenuhi tuntutan agama.
Buat para wanita, patuhi segala titah Tuhanmu dan sadarilah fungsi dan perananmu yang sebenarnya, sesuai dengan fitrah penciptaanmu yang begitu istimewa.
Kembalilah pada apa yang dikata oleh agama bukan mendengar rontaan jiwa yang ingin dipenuhi kehendaknya tanpa batasan.
Karena tujuan hakiki bukan hanya kehidupan yang bahagia di dunia ini. Ada surga yang kita rindui untuk mencium harumannya dan tinggal di dalamnya bersama orang-orang yang kita cintai selamanya.
Sesungguhnya seorang wanita itu tidak susah untuk masuk Surga.
“Ketika seseorang wanita melakukan shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, memelihara kehormatan dan taat pada suami, maka masuklah mana-mana pintu Surga yang kamu kehendaki.” (HR Ahmad dan Thabrani).
Itu janji Nabi.*/Nur Fatin Halil, Anggota Dewan Ulama ISMA (MUIS). Artikel dimuat di www.ismaweb