Relasi kehidupan manusia ibarat ikut UN. hingga Yaumal Hisaab
Oleh: Alfin Mubarack
MANUSIA dan makhluk hidup lain diciptakan Allah untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, dan yang paling terpenting adalah untuk beribadah tulus kepada-Nya. Kita sebagai manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna karena diberikan akal dan perasaan, dapat berpikir bagaimana memanfaatkan hidup yang begitu singkat, karena seperti yang kita tahu, pada akhirnya, kita juga akan kembali pada-Nya.
Kehidupan manusia di alam dunia ini, tidak lain hanya berkutat pada tiga tempat saja; di dalam perut ibu, di atas bumi, dan kembali ke perut bumi. Siklus permanen ini sudah menjadi ketetapan sunatullah. Dan kehidupan manusia di alam dunia ini pasti akan diakhiri dengan kematian, meski pada hakikatnya kematian ini tidaklah diartikan sebagai akhir dari segalanya. Manusia masih harus melewati fase berikutnya, yaitu fase kehidupan alam setelahnya, meliputi alam barzakh dan alam akhirat.
Dalam kehidupan di alam dunia ini pun, manusia tidak dihidupkan hanya untuk sekedar menghabiskan sisa umur yang diberikan, lalu kemudian mati meninggalkan urusan dunia begitu saja. Karena setelah itu, manusia akan melewati masa-masa menegangkan, yaitu masa pernyataan pertanggungjawaban atas segala apa yang telah dikerjakan selama berada di dunia. Allah telah memberitakan kepada umat manusia tentang arti kehidupan dan tugas manusia di dunia. Bahwa tugas yang paling utama adalah beribadah, dan tujuan utama diciptakannya manusia tidak lain hanya untuk menghambakan diri pada Allah Sang Pencipta.
Allah telah berfirman :
(وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS: Al Dzariyaat ayat 56).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Dr Majid A’rsaan Al Keilaani dalam buku fenomenalnya yang berjudul “Philosophy of Islamic Education”, bahwa korelasi antara kehidupan dengan manusia adalah korelasi al-ibtilaa (bala’/ujian). Artinya, manusia dalam menjalani kehidupan hanyalah diuji dan dicoba. Tentunya, hal ini tidak menghapus tujuan utama diciptakannya manusia sebagai makhluk Allah guna menghambakan diri tulus ikhlas hanya pada-Nya. Berbagai macam rintangan dan cobaan akan datang mewarnai perjalanan panjang hidupnya.
Menurut Majid, yang dimaksud dengan al-ibtila adalah ujian ketaatan manusia dalam menghambakan diri kepada Allah Sang Pencipta dan ujian untuk senantiasa mengikuti arahanNya yang telah termaktub dalam al-Quran dan As Sunnah serta mempraktekkannya di segala aspek kehidupannya. Menurutnya, batas akhir dari ujian ini adalah tahap seleksi untuk dapat menikmati tempat impian terindah nan abadi yang bernama surga. Di situlah akhir perjalanan panjang ujian manusia.
Sama halnya Ujian Nasional, umur manusia diibaratkan durasi waktu yang disediakan untuk menyelesaikan soal ujian. Dan bumi yang lapang nan luas ini diibaratkan ruang ujiannya.
Allah berfirman ;
(الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا)
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji diantara kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS: Al Mulk ayat 2)
Sedangkan bahan materi yang diujikan terdiri dari tiga aspek. Pertama, segala sesuatu yang menghiasi dunia meliputi berbagai macam perhiasan, harta benda, kekayaan, penghasilan yang dimilikinya dan lain sebagainya. Kedua, sesuatu yang berdiri megah diatasnya meliputi bangunan-bangunan mewah, rumah yang mereka huni, tempat mereka belajar, masjid, dan lainnya.
Dan yang ketiga, segala bentuk interaksi sosial yang berjalan di dalamnya meliputi amal perbuatan dan hubungan antar sesama. Allah telah berfirman;
(إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها لنبلوهم أيهم أحسن عملا)
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS: Al Kahfi ayat 7)
Selama masa ujian masih berjalan, manusia dapat melakukan apa saja yang mereka mau tanpa mereka tahu bagaimana hasilnya nanti. Berbuat baik ataupun buruk, semua itu ada konsekuensi dan perhitungannya nanti setelah usai masanya. Baru di saat ajal menjemput, sampai detik itulah waktu ujian telah habis. Kematian ibarat bel pertanda waktu ujian telah berakhir.
Selanjutnya, setelah menusia dibangkitkan kembali di hari kebangkitan (yaumal ba’ts) hasil amal perbuatannya akan dikoreksi di hari penghitungan amal (yaumal hisaab) dan hasil perolehan nilai akan diumumkan pada hari itu juga. Sekaligus pengklasifikasian mana yang telah dinyatakan lulus dan mana yang gagal. Yang telah dinyatakan lulus akan menikmati buah kelulusan yaitu masuk surga. Sedangkan yang telah dinyatakan gagal akan merasakan penyesalan di neraka. Firman Allah:
(كل نفس ذائقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيامة فمن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز وما الحياة الدنيا إلا متاع الغرور)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari dari neraka dan dimasukkan ke surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS: Ali Imran ayat 185). Wallahu A’lam.*
Penulis Mahasiswa Fakultas Syariah Wal Qanun, Univ. Al Ahgaff, Tarim-Yemen