Bulan Ramadhan sebagai sarana untuk penempaan diri manusia dengan berbagai fasilitas dan program yang telah dipersiapkan agar selesai ditempa lahir menjadi manusia yang bertakwa.
Hidayatullah.com | RAMADHAN sebentar lagi tiba. Bulan yang kedatangannya selalu disambut dengan penuh suka cita, dan kepergiannya meninggalkan kenangan spiritual yang tidak mudah dilupakan.
Bulan Ramadhan sebagai sarana untuk penempaan diri manusia dengan berbagai fasilitas dan program yang telah dipersiapkan agar selesai ditempa lahir menjadi manusia yang bertakwa.
Apakah setelah ditempa sebulan penuh, seseorang akan secara otomatis berhasil menjadi manusia bertakwa pasca Ramadhan? Keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikan dan pelatihan selama Ramadhan akan tampak hasilnya setelah selesai Ramadhan.
Berkaitan dengan hal itu, A’idh al-Qarni dalam kitabnya yang berjudul Aqbalta Ya Ramadhan menyebutkan tipologi manusia dalam menyikapi Ramadhan.
Pertama, manusia yang mengenal Allah hanya pada bulan Ramadhan. Selama sebelas bulan mereka menjauhi tilawah Alquran dan berbuat kemaksiatan. Jika mendengar Ramadhan telah tiba, bergegas ke masjid, berpuasa, khusyuk beribadah, dan mengiba seakan mereka (bisa) menipu Allah. Begitu selesai Ramadhan, selesai pula kebiasaan baik itu, dan kembali seperti semula sebagaimana sebelum Ramadhan.
Kedua, manusia yang bersemangat dan berbondong-bondong datang ke masjid untuk melaksanakan shalat Tarawih berjamaah dan mendengarkan ceramah Ramadhan. Namun, apabila Ramadhan telah berlalu, mereka tinggalkan shalat berjamaah di masjid.
Ketiga, manusia yang pada bulan Ramadhan selalu tidur pada setiap harinya atau sebagian besar harinya digunakan untuk tidur. Malam hari Ramadhan dilalui untuk begadang, obrolan yang sia-sia, dan siang harinya dihabiskan dengan tidur dan bermalas-malasan. Lantas, di manakah substansi keimanan pada Ramadhan.
Tentu tidak seperti itu yang diharapkan. Islam menghendaki agar kita kaum Muslimin menjadi hamba yang Rabbani, bukan hamba Ramadhani. Untuk mengetahui tipe seperti apakah kita, maka lihatlah seperti apa kualitas ibadah kita setelah selesai Ramadhan.
Hamba Rabbani, adalah seorang hamba yang senantiasa semangat dan istikamah dalam menjalankan ibadah hanya karena Allah semata. Sebelum Ramadhan ia semangat ibadah, begitu bulan Ramadhan tiba ia lebih semangat lagi. Dan, semangat tersebut dipertahankan pada sebelas bulan berikutnya hingga bertemu lagi dengan Ramadhan tahun berikutnya.
Hamba Ramadhani, adalah seorang hamba yang hanya rajin dan semangat ibadah hanya pada bulan Ramadhan. Ia rajin beribadah karena Ramadhan, rajin ke masjid untuk shalat berjamaah, semangat mengikuti kajian, bahkan terdepan dalam berbagi. Selain bulan Ramadhan, ia bermalas-malasan dalam beribadah, dan hilang semua kebiasaan baik itu seakan tidak pernah melakukan kebaikan.
Karena itu, kun Rabbaniyyan, wala takun Ramadhaniyyan (jadilah kalian hamba-hamba Allah yang Rabbani, bukan menjadi hamba-hamba bulan Ramadhan). Maksudnya, jika ingin taat menghamba kepada Allah, jangan hanya di bulan Ramadhan saja, tetapi terus istikamah menjaga ketaatan tersebut di sepanjang bulan selanjutnya hingga ajal menjemput.
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dijauhkan dari ketiga tipologi manusia dalam menyikapi Ramadhan, dan menjadikan kita sebagai hamba yang Rabbani bukan Ramadhani. Amin.*/ H. Imam Nur Suharno, penulis Buku Kurma (Kuliah Ramadhan), dan Kepala Divisi HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat