ULAMA yang bernama lengkap Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin Hariz al-Zar’i ini masyhur dengan panggilan Ibnu Qayyim (691-751 H/1292-1350 M). Jasa-jasanya dalam perjuangan umat Islam sangat besar terkhusus dalam bidang tulisan. Karya-karya tulisnya begitu banyak dan beliau dikenal juga sebagai penulis produktif.
Bagi siapa saja yang ingin menjadi penulis produktif, maka bisa belajar dari ulama karismatik ini. Seorang penulis produktif -sebagaimana hayat Ibnu Qayyim- jika ingin menghasilkan karya yang banyak, maka di samping harus memiliki kedisiplinan tinggi dan manajemen waktu yang baik, ia juga harus rajin membaca buku dan memiliki perpustakaan pribadi. Dalam masalah ini, Ibnu Qayyim patut diteladani.
Banyaknya karya Ibnu Qayyim rahimahullah tidak bisa dilepas dari kegemaran beliau membaca buku. Ini bisa dilihat dari koleksi perpustakaan beliau yang begitu melimpah. Penuturan ulama-ulama berikut, paling tidak bisa menggambarkan dengan cukup jelas berapa besar koleksi buku ulama penulis buku “Madaarij al-Saalikiin” ini.
Salah satu murid Ibnu Qayyim rahimahullah , Ibnu Rajab Al-Hanbali pernah memberikan kesaksian mengenai perpustakaan gurunya, “Beliau memiliki buku-buku yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.”(Dzailu Thabaqah al-Hanaabilah, 4/449)
Ibnu Katsir rahimahullah -sesama murid Ibnu Taimiyah rahimahullah – juga mencatat, “Beliau memiliki buku-buku yang tidak dimiliki oleh yang lainnya sepersepuluhnya dari karya-karya ulama salaf dan Khalaf.” (al-Bidaayah wa al-Nihaayah, 14/2 46)
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah juga memberi testimoni, “Beliau suka mengoleksi banyak buku. Begitu banyaknya koleksi ini sampai susah untuk dihitung. Sampai-sampai bakda wafatnya, anak-anaknya menjual buku-bukunya dalam waktu yang lama belum habis-habis, kecuali buku yang mereka pilih untuk disimpan.” (al-Durar al-Kaaminah, 3/244)
Jejak perpustakaan yang begitu kaya ini bisa dilihat dari karya-karya Ibnu Qayyim yang banyak menyebutkan banyak referensi, baik itu terkait tulisan yang membahas Ahlus Sunnah maupun Ahli Bid’ah dan buku-buku yang lainnya. Syekh Abu Bakar Zaid pernah menghitung jumlah karya Ibnu Qayyim -setelah meneliti yang tercetak saja- sekitar 596 buku (al-Kaafiyah al-Syaafi’iyah, 45-46)
Di era digital seperti saat ini, umat Islam membutuhkan penulis-penulis produktif di tengah ghazwul Fikri (perang pemikiran) yang begitu gencar dengan berbagai macam bentuknya.
Saat ini, nilai tulisan tidak kalah signifikannya dibandingkan senjata. Sayyid Qutub pernah berkata, “Satu peluru hanya menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) sanggup menembus jutaan kepala.” (Rif’an, 2012: 46). Maka, mari menjadi penulis produktif seperti Ibnu Qayyim dan ulama lainnya, bukan sekadar menulis, tapi untuk kepentingan agama dan umat.*/Mahmud Budi Setiawan