Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bicara tentang perbedaan, ia akan selalu hadir di tiap masa kehidupan umat manusia. Perbedaan itu ibarat pelangi yang berwarna-warni, indah dipandang dengan mata yang jernih.
Perbedaan seperti aneka bunga di taman yang memperindah suasana dan menghadirkan kesejukan serta kedamaian. Namun perbedaan akan menjadi prahara yang menjerumuskan umat manusia jika dipandang sebagai bentuk penyimpangan, permusuhan, dan kesesatan.
Mengelola perbedaan dalam berbagai bentuknya, membutuhkan ilmu yang menjadi panduan supaya kita tetap bisa hidup berdampingan dengan harmonis meski ada ketidaksamaan di antara kita. Salah satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah hindari sikap fanatik buta yang menyebabkan kita saling menyalahkan pemikiran dan kelompok yang berbeda dengan kita.
Agar kita mampu mengelola perbedaan, kita perlu melakukan langkah-langkah berikut ini. Pertama, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah. Jika ada perselisihan kita merujuk kepada tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya. Kita rujuk pada keduanya dengan bimbingan para ulama yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan duduk persoalan.
Di tanah air para ulama kita berkumpul melalui wadah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jika Al-Qur’an dan Sunnah kita jadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan suatu permasalahan, Insya Allah ada jalan keluar yang terbaik untuk semua pihak. Allah SWT berfirman :
فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ الآخر
“Apabila kalian berselisih paham dalam suatu perkara diantara kalian, maka kembalikanlah ketetapan hukumnya kepada kitab Allah dan Sunnah rasul-Nya, Muhammad, jika kalian memang beriman dengan sebenar-benarnya kepada Allah dan hari perhitungan.” (QS. An-Nisaa’ : 59)
Allah SWT juga berfirman :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab : 21)
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah
Kedua, banyak melakukan diskusi. Diskusi menjadi saluran yang baik dalam bertukar pendapat dan pandangan. Jangan kita tutup ruang komunikasi lewat forum diskusi. Dengan berdiskusi akan muncul keterbukaan dan mau menerima perbedaan dengan lapang dada meski kita tidak harus bergabung dan sepakat dengan pihak lain.
Contohnya diskusi antara kelompok dan partai, diskusi antar anggota Ormas, diskusi antar negara, juga diskusi antar bangsa. Dalam surat Al-‘Ankabut ayat 46, disebutkan perintah dari Allah untuk berdiskusi dengan cara yang baik bahkan dengan ahli kitab sekalipun :
وَلَا تُجَٰدِلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.” (Al-‘Ankabut : 46)
Dengan berdiskusi terbuka kesempatan bagi masing-masing pihak untuk menyampaikan pendapat sehingga sumbatan dalam komunikasi menjadi hilang. Diskusi menghadirkan ketenangan, kenyamanan, dan rasa aman, jika dilakukan bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar, tapi bertujuan mencari kebenaran.
Jama’ah Shalat Jum’at yang dimuliakan Allah
Ketiga, sering melaksanakan musyawarah. Satu kali seorang sahabat, Abu Hurairah, pernah berkata tentang Rasulullah, “Aku tidak pernah menjumpai seorang pun dari umat manusia yang sering mengajak para sahabatnya bermusyawarah dibanding Rasulullah.” Ucapan Abu Hurairah adalah gambaran salah satu akhlak mulia Kanjeng Rasul yang harus kita jadikan acuan.
Ketika kita melakukan musyawarah di sebuah rapat pertemuan sama halnya kita diajak untuk menjelaskan duduk perkara suatu persoalan, menyatakan pendapat, mengajukan pandangan, kemudian mengambil keputusan bersama. Dalam Al-Qur’an ada satu surat yang bernama Asy-Syura. Pada ayat ke-38 disebutkan:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya serta mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Keempat, mendengarkan
Kita harus memiliki sikap mau mendengar lawan bicara, jangan merasa memiliki tempat dan kedudukan yang lebih tinggi lalu enggan menerima isi pembicaraan saudaranya. Lihatlah akhlak Rasul ﷺ saat menyimak dengan seksama paparan Utbah bin Rabi’ah yang memberikan tawaran tahta dan harta kepada beliau asal beliau tidak melanjutkan dakwahnya.
Tidak sekalipun Nabi memotong pembicaraan Utbah padahal dia bukan dari golongan kaum beriman. Ketika itu Utbah berkata, “Dengarkanlah aku agar aku dapat menawarkan kepadamu beberapa hal. Mungkin kau mau menerimanya. Wahai anak saudaraku, jika kau, dengan perkara yang kau bawa itu menginginkan harta, kami akan mengumpulkan harta kami sehingga kau menjadi orang terkaya di antara kami. Jika kau menginginkan kehormatan, kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami sehingga kami tidak akan memutuskan apapun tanpamu. Jika kau menginginkan menjadi raja, kami akan mengangkatmu sebagai raja kami.”
Rasul ﷺ tidak berhenti mendengarkannya. Setelah Utbah puas berbicara, barulah Nabi angkat bicara. “Apakah engkau sudah selesai, wahai Abu al-Walid?” tanya Nabi. Dia berkata, “Iya.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, dengarkan aku : Bismillahirrahnirrahim. Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang..” Beliau membacakan kepadanya permulaan surat Fushshilat sampai ayat ke-14.
Hadirin Hafidzakumullah
Kelima, mencari titik persamaan
Teramat banyak untuk disebutkan kesamaan di antara umat Islam. Misalnya, sebagai orang beriman kita sama-sama meyakini bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Keyakinan ini sudah lebih dari cukup untuk saling membangun persatuan dan menyatukan hati dalam ikatan persaudaraan sesama kaum beriman.
Tapi sayangnya terkadang kita lebih senang melihat perbedaan lalu melupakan kesamaan kita dalam masalah akidah dan syariat. Perbedaan yang tidak prinsipil kita gaungkan, sementara kesamaan yang sangat fundamental kita anggap angin lalu.
Jika perbedaan kita kelola dengan mencari titik persamaan maka kita akan berjiwa besar dalam menerimanya. Namun, jika kita berjiwa sempit, sulit bagi kita untuk mau saling tolong menolong dalam hal yang kita sepakati dan saling memakkumi dalam perbedaan kita.
Semoga Allah SWT mempersatukan hati umat Islam dalam ikatan cinta sebagai sesama orang beriman.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :
فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ