Hari guru harus menjadi nasihat bagi kita dalam memuliakan dan menghormati mereka. Sekali saja mereka mengajarkan satu huruf selamanya ia adalah guru kita
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pekan lalu kita memperingati Hari Guru pada tanggal 25 November. Guru adalah orang yang ucapan dan perilakunya menjadi teladan bagi para muridnya. Tidak berlebihan jika para guru dinobatkan sebagai pahlawan bagi anak-anak kita, yang dari mereka putra-putri kita bisa belajar dan memperoleh ilmu. Tidak salah jika kita katakan bahwa guru adalah orang hebat yang melahirkan banyak orang hebat.
Hari guru harus menjadi nasihat bagi kita dalam memuliakan dan menghormati guru kita. Sekali saja mereka mengajarkan satu huruf, maka tidak ada istilah dalam kamus kita, ia adalah mantan guruku. Selamanya ia adalah guru kita, dulu, sekarang, dan sampai kapan pun.
Peradaban gemilang dibangun dari batu-bata keilmuan yang berkualitas. Masih ingatkah kita kisah Kaisar Jepang Hirohito pada perang dunia II? Saat Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak oleh bom atom, sang kaisar mengumpulkan para jenderalnya. Para jenderal menduga bahwa kaisar akan melakukan serangan balasan.
Dugaan mereka meleset. Kaisar ternyata bertanya berapa jumlah guru yang selamat. Kaisar Hirohito mengatakan bahwa Jepang telah jatuh. Kejatuhan ini dikarenakan mereka tidak belajar. Jenderal dan tentara Jepang boleh jadi kuat dalam senjata dan strategi perang, tetapi tidak memiliki pengetahuan mengenai bom yang telah dijatuhkan Amerika.
Kaisar Hirohito menambahkan bahwa Jepang tidak akan bisa mengejar Amerika jika tidak belajar. Dia kemudian mengimbau pada para Jenderalnya untuk mengumpulkan seluruh guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Sebab, kepada para gurulah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kisah di atas menjadi bukti bahwa kita tidak boleh memandang sebelah mata akan posisi guru dalam kehidupan kita, baik itu guru di sekolah maupun guru spiritual seperti para ulama, kiai, ustad. Di sinilah harus muncul kesadaran dari diri kita untuk selalu menghormati sosok yang berjasa dalam memajukan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Sayangnya, sikap hormat ini semakin luntur oleh perubahan gaya hidup dan zaman. Seolah guru itu memang sudah sepantasnya mengajar, toh dia sudah diberi gaji dan tunjangan. Jadi, wajar-wajar saja jika mereka mengajar. Pernyataan ini adalah salah satu tanda lenyapnya sikap penghormatan kepada guru yang menilai guru dari sisi materi.
Apa faktor yang menyebabkan sikap demikian? Setidaknya ada dua. Pertama, liberalisasi sistem pendidikan. Pendidikan yang mendewa-dewakan kecerdasan akal, menitikberatkan pada aspek kecerdasan intelektual belaka khas pendidikan ala Barat, merupakan salah satu biang keladi lunturnya sikap hormat kepada guru. Sekolah dan universitas didirikan layaknya sebuah pabrik yang memproduksi manusia-manusia dengan orientasi bisa memperoleh pekerjaan dan uang yang banyak. Sudahlah begitu, mereka tidak mengindahkan akhlak yang baik.
Para murid perlu belajar kembali dari kisah seorang ulama di Bukhara yang memiliki kebiasaan aneh. Diceritakan oleh Syaikh Burhanuddin dalam kitab Al-Hidayah bahwa sang ulama ini kerap berdiri secara tiba-tiba di tengah mengajar, kemudian duduk lagi, tak lama berdiri kembali. Keanehan ini menjadi tanda tanya bagi murid-muridnya.
Sang guru menjawab keganjilan yang mereka saksikan “Aku berdiri karena ada anak guruku bermain bersama teman-temannya di luar. Terkadang aku melihatnya muncul di pintu masjid. Kalau sudah begitu, aku pun berdiri untuk menghormati guruku, yakni Fakhruddin Al-Irsyabandi.”
Sayidina Abdullah bin Abbas pernah berkata, “Aku menghinakan diriku sewaktu menuntut ilmu dan aku pun menjadi mulia setelah meraihnya.”
Sayidina Ali bin Abi Thalib juga pernah berujar, “Aku adalah budak orang yang mengajariku satu huruf. Seandainya ia mau, ia boleh menjualku, memerdekakan aku atau memperbudak diriku.”
Jama’ah Shalat Jum’at Hafidzakumullah
Kedua, sikap abai sebagian kita sebagai orang tua dalam pendidikan anak. Sebagian dari kita merasa bahwa karena kita sudah mendaftarkan dan memasukkan anak kita ke sekolah atau pesantren, maka tanggung jawab pendidikan tak lagi menjadi perhatian. Cukup mereka serahkan begitu saja kepada pihak lembaga pendidikan.
Padahal, pendidikan adalah tanggungjawab bersama, orang tua dan sekolah. Orang tua seharusnya tetap memantau, mengawasi, membimbing, dan mendidik tumbuh kembang spritual putra-putrinya, seperti salah lima waktu, tata cara bersuci, mengetahui kewajiban-kewajiban sebagai orang Islam dan sebagainya. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS: At-Tahrim : 06).
Sikap Khalifah Harun Ar-Rasyid kepada anak-anaknya patut kita tiru sebagai ayah dan bunda. Dikisahkan suatu saat Khalifah menitipkan salah satu anaknya kepada seorang ulama bernama Imam Al-Ashma’i, seorang pakar fiqih di Negeri Syam.
Dalam sebuah kesempatan Khalifah menengok anaknya dan melihat Imam Al-Ashma’i tengah berwudhu serta menggosok kakinya, sementara putra Khalifah menuangkan air ke kaki sang guru. Melihat hal ini, Khalifah menegur Imam Al-Ashma’i, “Aku mengirim anakku kepadamu supaya mempelajari ilmu agama dan akhlak dari anda. Karenanya, kenapa anda tidak menyuruh anakku mengucurkan air dengan satu tangannya dan menggosok kaki anda dengan tangan yang satunya lagi.”
Demikianlah para salaf dalam mendidik anak-anaknya dan para muridnya. Dengan pendidikan yang menitik beratkan pada akhlak mulia mereka berhasil menggapai intisari ilmu. Habib Saggaf bin Muhammad Assaggaf mengatakan, “Bersungguh-sungguhlah dalam mendidik anak-anak yang masih kecil supaya kelak mereka menjadi pelipur hati kalian.”
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :
فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
sumber: hidayatullah.com