Hidayatullah.com | Akhlak dan Al-Qur’an memiliki kesingkronan satu sama lainnya. Karena Al-Qur’an banyak menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan akhlak dan menjelaskan setiap derap langkah tentang akhlak, Al-Qur’an juga sebagai sumber akhlak.
Akhlak itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sosok yang mulia ini, akhlak merupakan hal yang sangat melekat dengan sosok yang mulia ini, dengannya Allah SWT berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu berbudi pekerti yang agung.” (Q.S Al-Qalam: 4)
Maka dengan ini cukuplah rekomendasi dari Allah yang benar-benar menunjukkan bahwa Nabi ﷺ diatas akhlak yang mulia, dan sosok yang berakhlak paling mulia, maka pantas dapat dikatakan bahwa akhlak Nabi adalah Al-Qur’an. Sebagai mana Atsar dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha: Aisyah radhiallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ, maka beliau pun menjawab, “Akhlak beliau adalah (melaksanakan seluruh yang ada dalam) Al-Qur`an”. Qatadah mengatakan, Nabi (“Khuluq” dalam Ayat ini) adalah sesuatu yang beliau laksanakan dari perintah Allah dan sesuatu yang beliau jauhi dari larangan Allah, dan makna Ayat di atas: Sesungguhnya engkau benar-benar berakhlak dengan akhlak yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur`an.
Karena dikalangan orang-orang yang menentang Rosulullah ﷺ, menentang dakwahnya, menentang ajarannya, menentang dirinya dengan kerisalahannya, yang mencaci beliau, mengatakan beliau gila,tukang sihir dan lainnya. Dan di waktu yang sama dalam masalah Akhlak semua diantara mereka sepakat bahwa beliau adalah Al-Aamin, mereka semua menentang Rasulullah ﷺ, mencaci beliau, menghina beliau namun di waktu yang sama mereka semua sepakat dalam masalah akhlak, Nabi ﷺ rujukannya.
Ketika mereka memusuhi Nabi diwaktu yang sama jika mereka memiliki barang berharga mereka titipkan kepada Nabi. Inilah testimoni dan komentar dari musuh, yang walaupun sebagai musuh tetap melihat Nabi adalah sosok yang berakhlak mulia, berbudi pekerti yang tinggi.
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari, tentang isi surat Nabi kepada Heraclius kita akan dapati akhlak Nabi yang sangat mulia. Nabi ﷺ bersabda:
الى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ ..
“… Kepada pembesar bangsa (raja) Romawi..” (HR. Bukhari)
Kita ketahui surat ini disampaikan kepada musuh yang memerangi umat islam, kepada seorang raja yang kafir, namun lihatlah bahasa Nabi kepada musuhnya, kepada orang kafir, Nabi tidak katakan: “Wahai orang kafir”. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan dari Nabi:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah, beriman kepada Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik-baik atau diam” (HR. Bukhari Muslim). Di sini didapatkan sebuah makna tersirat, bahwa jika benar engkau beriman kepada Allah, beriman bahwa Allah itu Maha Mendengar setiap kalimat, kata bahkan huruf yang kita ucapkan, beriman bahwa Allah itu Maha Melihat dan Maha Mengetahui dan bahwa Allah itu memiliki Malaikat yang senantiasa mencatat setiap huruf yang kita ucapkan, sebagaimana Firman Allah SWT:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS: Qaf: 18).
Setiap derap langkah kita, tingkah laku kita, lalu Nabi lanjutkan jika benar engkau berikan kepada hari akhir, beriman bahwa nanti engkau Akan dihisab, maka Nabi katakan “Hendaklah dia berkata yang baik-baik atau diam”.
Hal ini juga sesuai dengan firman Allah SWT:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang terbaik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS: al-‘Isra: 53).
Dan banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkang tentang akhlak Nabi, dan keutamaan-keutamaan orang-orang yang berakhlak mulia, dekat dengan Nabi disurga, mendapatkan Surga Tertinggi (Firdaus). Al-Quran menjelaskan bahwa akhlak merupakan amalan yang sangat mulia dan istimewa, terkhusus dan Allah khususkan bahwa Nabi kita sebagai utusannya dalam menyempurnakan akhlak, sebagai Uswatun Hasanah.
Maka dapat dikatakan juga bahwa agama ini adalah agama akhlak, yang hadir untuk menyempurnakan akhlak. Takkala Allah dan Nabi mengabarkan tentang keimanan pasti diikuti oleh akhlak seperti contoh hadits di atas tentang berutur kata, oleh sebab itu ada makna tersirat bahwa akhlak adalah cerminan dari benarnya, lurusnya aqidah yang kita miliki dan pelajari. *