Berkah mempunyai makna “An-Nama’ wa Ziyadah” sesuatu yang tumbuh dan bertambah-tambah, jadi hidup harus memburu berkah, bukan (semata-mata) banyak dan besarnya penghasilan
Hidayatullah.com | MENURUT laporan yang dilansir dari KPK, dalam semester pertama tahun 2022, KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara. Dari total perkara penyidikan, KPK telah menetapkan sebanyak 68 orang sebagai tersangka dari total 61 surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan. (https://nasional.kompas.com)
Sungguh ironis, kasus-kasus semacam ini terjadi di negeri kita yang tercinta. Bukankah Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim?
Berdasarkan data The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) atau MABDA dalam laporannya yang bertajuk “Muslim 500”, bahwa jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam sebanyak 231,06 juta jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia. (https://databoks.katadata.co.id/)
Lalu apa sebenarnya pangkal sebab dari persoalan diatas yang sampai hari tidak kunjung tuntas? Jawabannya adalah banyak faktor.
Bisa karena lemahnya pengawasan pemerintah sampai tarapan teknis lainnya. Yang jelas, di antara faktor utamanya adalah kurang pahamnya mereka tentang konsep berkah dalam hidup.
***
Sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup ini? Banyaknya penghasilan atau cari berkah?
Ingatlah, bahwa dua hal ini –antara banyaknya penghasilan dan nilai berkah—memiliki arti dan konsekwensi yang berbeda. Terkadang kita memaknai bahwa segala yang banyak itu pasti berkah, padahal tidak.
Hal inilah yang akhirnya membuat seseorang keliru dan salah dalam memahami kunci kebahagian dalam hidup.
Perlu diingat bahwa prinsip seorang muslim dalam hidupnya adalah mencari keberkahan dalam segala hal, bukan hanya tentang kuantitas semata. Karena banyaknya sesuatu bukanlah jaminan kita akan selamat. Karena realitanya orang-orang saat ini begitu tamaknya dalam mencari harta.
Akibatnya segala cara mereka halalkan demi meraup harta sebanyak-banyaknya. Jabatan mereka tunggangi sebagai ajang penggelapan uang, tidak peduli dari harta siapa mereka telan.
Karena memang pada dasarnya Allah menciptakan manusia dengan fitrah mencintai harta. Sebagaimana Allah menjelaskannya dalam firman-Nya,
وَتُحِبُّونَ الْمالَ حُبًّا جَمًّا
“Dan Kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS.Al-Fajr; 20).
Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa manusia itu amat mencintai harta dengan cinta yang ekstrem, baik harta yang halal maupun yang haram. (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Al-Qurthubi, 20/54).
Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri telah menjelaskan bahwa seandainya saja bani adam mempunyai dua lembah yang berisi penuh dengan harta, maka niscaya ia akan mencari lembah ketiga yang lainnya. Karena saking rakusnya dan ambisinya terhadap harta, tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi mulut atau tenggorokan bani adam kecuali tanah (meninggal).
Sahabat Ali bin Abi Thalib juga pernah memberikan statemen bahwa ada orang yang tidak akan pernah puas, kenyang, atau tercukupi akan suatu hal, yaitu mereka para pemburu harta dan para penuntut ilmu.
اِثْنَانِ لَايَشْبِعَانٍ : طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ مَالٍ
“Dua orang yang tak akan pernah kenyang, penuntut ilmu dan pemburu harta.” (Mu’jam Rawa’I Al-Hikmah wa Al-aqwal Al-Khalidah, Rauhi ba’labaki, 209).
Sesungguhnya seorang muslim dalam memandang kehidupan ini berbeda dengan kebanyakan manusia. Dia mempunyai kacamata khusus sehingga tidak bingung terombang-ambing akan arus dunia ini.
Ketika kebanyakan manusia mencari harta sebanyak-banyak tanpa memperhatikan rambu-rambunya, sehingga ia mengira bahwa dia akan kekal selamanya, menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, tapi seorang muslim memandang bahwa dunia sebagai ladang amal shalih baginya (mazra’ah akhirah) kelak nanti pada waktu yang tepat ia akan memanen hasilnya. Ringkasnya, selalu ada hubungannya antara apa yang dia lakukan di dunia dengan hasil yang akan dituai di akhirat nanti.
Maka sangat perlu bagi seorang muslim memahami konsep berkah dan bagaimana mendapatkannya, agar tidak keliru dalam mencari kunci kebahagian dalam hidup ini.
Apa itu berkah?
Berkah adalah kata yang lumrah serta akrab di telinga kita. Rasanya terdengar singkat tapi penuh makna.
Berkah adalah target yang dikejar seorang muslim dalam hidupnya. Dia jadikan misi bagaimana ia mengukur segala sesuatu dengan keberkahan.
Bukan hanya tentang kuantitas suatu hal saja, karena sesuatu yang banyak itu tidak mesti berkah begitu pula sedikit tidak selalu tidak berkah.
Berkah (البركة) secara bahasa mempunyai beberapa makna. Pertama, Al-Luzum (اللزوم) yakni sesuatu yang tetap dan bertahan. Sehingga mempunyai satu akar kata dengan Al-Birkah (البركة) yaitu danau atau kolam. Khalil menuturkan bahwa birkah adalah serupa dengan kolam yang digali untuk menampung air. (Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris, 1/230)
Berkah diumpamakan dengan kolam tempat berkumpulnya air, maksudnya tetapnya kebaikan pada sesuatu tersebut.
Kedua, berkah mempunyai makna An-Nama’ wa Ziyadah (النماء والزيادة) yaitu sesuatu yang tumbuh dan bertambah. Adapun tabrik adalah doa meminta berkah. (Taj Al-‘Arus Min Jawahir Al-Qamus, Az-Zubaidi, 27/57) maksudnya “kebaikan yang selalu tumbuh dan berkembang” itulah berkah.
Ketiga, berkah berati juga As-Sa’adah (السعادة) yaitu kebahagian. (Al-Mu’jam Al-Wasith, Ibrahim Musthafa dan Tim, 1/52). Maka segala sesuatu yang berkah adalah yang dapat mendatangkan kebahagian bagi pemiliknya.
Disimpulkan bahwa berkah secara bahasa mempunyai makna sesuatu yang tetap, tumbuh, dan mendatangkan kebahagian.
Adapun berkah secara istilah para ulama memaparkan defenisi berkah. Sebagaimana yang dikatakan Ar-Raghib Al-Ashfahani:
ثبوت الخير الإلهي في الشيء
“Menetapnya kebaikan ilahi dalam sesuatu tersebut.” (Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, Raghib Al-Ashfahani, 199).
Abul Baqa’ Al-Kufi juga menjelaskan dalam kitabnya bahwa yang dimaksud dengan berkah adalah:
النَّمَاء وَالزِّيَادَة، حسية كَانَت أَو معنوية، وَثُبُوت الْخَيْر الإلهي فِي الشَّيْء وداومه
“Berkah adalah sesuatu yang tumbuh berkembang dan bertambah, baik sesuatu yang Nampak maupun maknawi, sekaligus senantiasa tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu.” (Al-Kulliyat Mu’jam Fi Al-Mushthalahat, Al-Kufi, 248).
Kita dapati bahwa makna berkah mempunyai keterhubungan yang kuat antara pengertian bahasa maupun istilahnya. Yakni tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu secara makna istilah.
Berkah mengandung makna tetap dan kebahagian dari satu sisi secara bahasa dan sesuatu yang tumbuh serta bertambah yang tertaut dengan keistiqomahan dalam beragama, dalam sisi yang lain. Maka berkah adalah sesuatu yang mendatangkan kebahagian di dunia dan pahala yang melimpah di Akhirat. (Mausu’ah At-Tafsir Al-Maudhu’I, 7/72).
Maka jelas keberkahan itu bukan tentang kuantitas sesuatu, melainkan tentang apakah sesuatu tersebut mendatangkan kebahagiaan didunia maupun diakhirat. Ingat! ketika seseorang mengumpulkan hartanya melalui jalan yang tidak diridhoi Allah, maka sejatinya harta tersebut tidak berkah, walaupun dia kaya raya sekalipun. bahkan justru mendatangkan murkanya Allah.
Asy-Syaqawi menguatkan hal ini bahwa banyaknya sesuatu belum tentu menunjukan baiknya sesuatu tersebut. Maka sesuatu yang berkah walaupun sedikit dalam kasat mata itu lebih baik dan utama dibandingkan dengan sesuatu yang banyak tapi tidak berkah. (Al-Barakah, Amin bin Abdullah Asy-Syaqawi, 30)
Allah berfirman:
قُل لَّا يَسۡتَوِي ٱلۡخَبِيثُ وَٱلطَّيِّبُ وَلَوۡ أَعۡجَبَكَ كَثۡرَةُ ٱلۡخَبِيثِۚ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu.” (QS.Al-Maidah: 100).
Ibnu Katsir menerangkan bahwa sesuatu sedikit yang halal itu lebih baik pada sesuatu yang banyak tapi haram. (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, Ibnu Katsir, 3/203)
Singkatnya, tidaklah keberkahan terdapat pada sesuatu yang sedikit kecuali akan memperbanyaknya dan pada sesuatu yang banyak kecuali akan menjadi lebih bermanfaat.
Maka berkahnya waktu dengan banyaknya amal shalih yang dapat dikerjakan, berkahnya ilmu dengan mengamalkan dan menyebarkannya, berkahnya harta dengan sikap Qana’ahnya, berkahnya anak dengan shalih dan berbaktinya mereka, berkahnya istri dengan shalihah, patuh taatnya kepada suaminya, serta dapat mentarbiyyah anaknya dengan baik dan seterusnya.
Cara mendapatkan keberkahan
Terdapat banyak cara yang dijelaskan para ulama mengenai usaha yang bisa dilakukan untuk menggapai keberkahan dalam segala hal. Bukankah keberkahan inilah yang kita cari didunia ini. Diantara usaha-usaha menggapai keberkahan sebagai berikut:
1. Bertaqwa kepada Allah
Siapapun orangnya, apabila ia bertaqwa dalam segala hal dalam hidupnya, maka Allah akan memberkahi kehidupannya. Karena ini adalah janji Allah.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)
Imam Ar-Razi menerangkan bahwa apabila penduduk suatu tempat benar-benar beriman dan bertakwa, maka Allah pasti akan membuka kan berkah-Nya dari langit dan bumi. Berkah langit berupa hujan adapun berkah dari bumi berupa tanaman-tanaman serta tumbuhan, sekaligus melimpahnya hewan ternak, dan diturunkan nya rasa aman dan keselamatan. (Mafatih Al-Ghaib, Fakhru Ar-Razi, 14/322).
Tentu takwa dengan makna yang komprehensif yaitu berusaha menjalankan apa-apa yang Allah perintahkan serta berupaya untuk meninggalkan apa-apa yang Allah larang.
Ibnu Rajab Al-Hambali menambahkan bahwa masuk didalam makna takwa yaitu meninggalkan perkara syubhat, mengerjakan perkara yang disunnahkan, sampai meninggalkan perkara yang makruh sekaligus, inilah tingkatan takwa yang paling tinggi. (Jami Ulum Wa Al-Hikam, Ibnu Rajab Al-Hambali, 1/399)
2. Mencari harta dengan cara yang halal
Seorang muslim harus memperhatikan apa yang konsumsi baik zatnya maupun cara bagaimana ia mendapatkan harta tersebut. Karena Rasulullah ﷺ jauh-jauh hari memperingatkan umatnya bahwa diantara tanda-tanda kiamat adalah manusia tidak perhatian lagi akan apa yang mereka makan;
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sungguh pasti akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang harta yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram.” (HR. Bukhari)
Terlebih mencari berkah bagi seorang muslim adalah misi yang harus diperjuangkan, yaitu mencari harta dengan cara-cara yang halal. Inilah sejatinya yang menjadi kunci akan berkahnya harta, walaupun harta tersebut sedikit dalam kasat mata.
Rasulullah ﷺ bersabda:
فمن يأخذ مالا بحقه يبارك له فيه ومن يأخذ مالا بغير حقه فمثله كمثل الذي يأكل ولا يشبع
“Barangsiapa yang mengambil harta yang menjadi haknya maka akan diberikan keberkahan kepadanya, Dan barangsiapa yang mengambil harta yang bukan menjadi haknya maka ia adalah seperti hewan yang selalu makan dan tidak pernah merasa kenyang.” (HR: Muslim)
Ath-Thayyibi berkata bahwa maksud dari mengambil dengan haknya adalah sesuai dengan kebutuhannya sekaligus mencarinya dengan cara yang halal. Ditambah dengan menunaikan hak wajibnya secara syar’I yaitu berzakat. Maka Allah akan memberkahi hartanya.(Bahru Al-Muhith, Muhammad Al-Astyubi, 20/78).
3. Jujur dalam bermuamalah jual-beli
Berdagang atau bertransaksi adalah salah pintu dari berbagai pintu yang Allah jadikan perantara untuk memberi rezeki kepada hamba-Nya. Tapi perlu diingat kejujuranlah yang menjadi harga yang harus diperjuangkan.
Karena sebab inilah yang menjadikan Allah memberi kunci keberkahan dalam setiap usahanya. Rasululah ﷺ bersabda:
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما
“Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah.Jika keduanya jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacatnya dan berdusta maka akan dimusnahkan keberkahan jual belinya.” (HR.Bukhari).
Ibnu Mundzir menegaskan bahwa ketidakjujuran dalam berdagang seperti menyembunyikan cacat barang hukumnya haram. Hal ini disebabkan Rasulullah ﷺ mengancam perbuatan tersebut dengan lenyapnya berkah dalam transaksi tersebut di dunia dan azab yang pedih di akhirat. (Syarah Shahih Al-Bukhari, Ibnu Baththol, 6/213).
4. Berpagi-pagi dalam menjemput rezeki (tabkir)
Pagi adalah waktu yang sangat kondusif buat melakukan aktivitas. Terlebih bagi seorang muslim yang dianjurkan untuk memanfaatkan waktunya dengan baik. Karena Rasulullah ﷺ sendiri berdoa agar memberkahi umatnya pada pagi hari.
اللهم بارك لأمتي في بكورها وكان إذا بعث سرية أو جيشا بعثهم من أول النهار وكان صخر رجلا تاجرا وكان يبعث تجارته من أول النهار فأثرى وكثر ماله
“Beliau mengucapkan: “ALLAAHUMMA BAARIK LI UMMATII FII BUKUURIHAA (Ya Allah, berkahilah umatku di pagi hari mereka). Dan beliau apabila mengirim ekspedisi atau pasukan, beliau mengirim mereka di awal siang. Dan Shakhr adalah seorang pedagang dan ia mengirim perdagangannya di awal siang, maka hartanya bertambah banyak.” (HR.Abu Dawud)
Selayaknya bagi seorang muslim untuk mengisi pagi harinya dengan amal kebaikan serta kegiatan-kegiatan produktif lainya. Maka para ulama memakruhkan tidur di antara waktu subuh dan terbitnya matahari.
Sebagaimana keterangan dari Ibnu Al-Qayyim bahwa makruh hukumnya tidur di antara waktu subuh dan terbitnya matahari, karena ini adalah waktu permulaan hari, turun dan pembagian rezeki, serta waktu turunya berkah. (Madarijus Salikin, Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah, 2/97).
5. Memulai segala aktivitas dengan basmalah
Hendaknya seorang muslim memulai segala aktivitasnya dengan mengucapkan basmalah, karena Al-Qur’an sendiri dibuka dengan basmalah. Begitu pula Rasulullah ﷺ mewanti-wanti agar umatnya membiasakan amalan ini, sebab erat kaitanya dengan keberkahan sesuatu yang dikerjakannya.
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه بذكر الله أقطع
“’Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan menyebut (nama) Allah adalah terputus.” (HR. Daruquthni)
Dalam beberapa Riwayat hadits yang lain menggunakan hamdallah (حمد الله). Apapun aktivitas yang tidak dimulai dengan basmalah atau hamdalah maka akan terputus. Ibnu Ash-Shalah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan terputus adalah sedikitnya barakah pada sesuatu (Qalilu Al-Barakah). (Umdah Al-Qari, Badrudin Al-Aini, 1/11).
Sangat dianjurkan untuk mengucapkan basmalah di permulaan segala aktivitas, berharap keberkahan mengiringi setiap aktivitasnya. Inilah beberapa kiat-kiat untuk menggapai keberkahan secara umum.
Sejatinya konsep berkah atau keberkahan ini yang menjadikan hidup seorang muslim menjadi tenang dan damai. Pemahaman demikian yang menuntun seseorang, bahwa hakikat sebenarnya yang dicari dalam hidup adalah keberkahan.
Jadi hidup tidak mengejar banyak dan besarnya saja atau kuantitas, namun ada yang lebih penting keberkahan. Sehingga ia selalu berhati-hati dalam segala bentuk muamalah dalam hidupnya.
Sebagaimana uraian yang disampaikan Syeikh Abdullah An-Nikmah:
إن البركة في الأموال والأوقات، والأولاد والأعمار، وسائر شؤون المرء في هذه الحياة مطلب مهم ومقصد أسمى غاية عظمى
“Sesungguhnya keberkahan harta, waktu, anak-anak, umur, serta segala urusan seseorang dalam hidup ini adalah tujuan terpenting, orientasi tertinggi, serta target yang mulia.” (www.al-watan.com).
Semoga kita semua menjadi orang-orang selalu berbuat baik dimanapun berada serta selalu mengusahakan amalan-amalan yang mendatangkan keberkahan dalam hidupnya. Sebab keberkahan hidup seseorang adalah kunci kebahagian di dunia maupun di akhirat. Wallahu ‘A’lam Bish Shawab.*/Syamil Robbani, staf Mah’ad Aly An-Nur (Waru, Baki, Sukoharjo) ([email protected])