Selain menjaga hak kepada Allah SWT, manusia wajib menjaga hubungan dengan sesama, sebab masih ada orang-orang yang memiliki hak atas diri kita
Hidayatullah.com | SEBAGAIMANA kita mempunyai hak dalam kehidupan ini, maka kita juga dituntut kewajiban atas hak yang dimiliki oleh pihak lain (hak sesame). Ada hak Allah atas diri kita dan ada hak sesama atas diri kita pula.
Kedua hak itu harus sama-sama kita jaga dengan baik dalam rangka menciptakan keseimbangan hubungan vertikal-spiritual dan horizontal-sosial. Kedua hal itu merupakan kewajiban kita sebagaimana diisyaratkan dalam ayat di atas. Kehidupan ini akan memiliki arti dan manfaat jika kita mampu menerapkan nilai-nilai spiritual dan sosial secara bersama-sama.
Sebagai makhluk berbudi-nalar, kita meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang memiliki otoritas penuh atas makhluk-Nya. Sebagai konsekuensi rasional serta wujud rasa terima kasih kita kepada-Nya yang telah menyediakan segala fasilitas hidup di dunia ini, maka sudah sewajarnya kita “menempatkan”-Nya pada posisi yang semestinya, menghormati-Nya setinggi-tingginya, menyembah dan mengabdi kepada-Nya tanpa menodai pengabdian itu dengan tindakan syirik yang bertentangan dengan nilai-nilai logis dan fitrah manusiawi.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh. teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS An-Nisaa’ [4]: 36).
Allah SWT telah “menampakkan diri” melalui realitas penciptaan dan pengaturan alam semesta termasuk diri kita ini. Hukum-hukum kehidupan mulai dari sistem pernafasan dan sirkulasi darah dalam tubuh kita hingga gaya gravitasi dan evolusi bumi adalah murni kreasi-Nya.
Manusia tak punya otoritas apa pun atas sistem anatomi tubuhnya sendiri, atau hidup dan matinya. Oleh karenanya, maka anugerah otak yang mampu berpikir logis ini harus kita syukuri dengan upaya-upaya mengenali eksistensi-Nya Yang Maha Sempurna.
Sikap meng-Esakan dan menyembah-Nya tanpa penodaan syirik merupakan sikap tahu diri (ma’rifat) seseorang akan kesempurnaan Tuhan yang memiliki otoritas penuh atas dirinya. Sikap ini merupakan sikap logis yang akan membuahkan nilai-nilai kesantunan pada aspek kehidupan yang lain.
Sikap ini merupakan asas totalitas kehidupan seseorang. Dengan sikap tersebut seseorang telah terhindar dari kesalahan paling fatal selama hidupnya, sebab sikap penghambaan yang benar merupakan inti nilai penciptaan manusia di dunia ini. Allah SWT berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Al-Dzariaat [51]: 56)
Jika nilai-nilai ibadah kepada Tuhan hilang dari diri manusia maka manusia telah menyia-nyiakan nalar logika yang diberikan Allah kepadanya. Mereka tak lebih dari seonggok tulang, daging dan darah yang bernafas.
Mereka tidak akan berbeda dengan ternak dan binatang pada umumnya. Kehidupan ini tak lebih dari kegiatan makan-minum, buang air, melakukan hubungan seksual, reproduksi dan kegiatan-kegiatan lain yang semu dan lebih merupakan aplikasi naluri hewani.
Jika hanya kegiatan-kegiatan semacam itu yang mengisi kehidupan kita, lalu apa bedanya manusia dengan spesies lain? Apa nilai mulia yang bisa kita dapatkan dari kelebihan nalar kita atas binatang?
Jika hanya busana dan tempat tinggal yang membedakan kita dari kehidupan ternak, maka betapa tersia-sianya nalar yang kita miliki. Betapa rendahnya status yang kita sandang, mengingat manusia adalah pelaku peradaban dan kebudayaan di muka bumi.
Jika demikian adanya, maka manusia telah melalaikan hak-hak Tuhan yang memberinya berbagai anugerah terbaik dalam kehidupan ini.
Pernahkah kita berpikir, berapa rekening yang harus kita bayar jika saja Allah SWT menarik biaya atas oksigen yang kita hirup setiap saat, setiap hari selama hidup kita?
Berapa ongkos sewa kedua mata, kedua telinga, hidung dan alat indra kita yang lain jika saja Allah menetapkan sewa atas semua itu? Berapa tagihan yang harus kita lunasi jika Allah menetapkan setiap organ tubuh kita yang bisa merasakan berbagai macam kenikmatan itu sebagai investasi-Nya atas diri kita?
Jika semua itu merupakan anugerah dari Allah, maka semuanya harus kita pandang dengan adil dan kita imbangi dengan tindakan berterima kasih yang benar kepada-Nya.
Sikap menolak menghambakan diri kepada Sang Pencipta merupakan arogansi tidak logis. Manusia tidak pernah punya pilihan dalam menentukan bentuk dan nasib dirinya.
Manusia tak pernah mengetahui apa pun tentang masa depannya. Sikap menyekutukan Tuhan juga bukan tindakan rasional, tetapi merupakan penodaan terhadap eksistensi Tuhan Yang Esa dan Sempurna.
Entah bagaimana manusia bisa melakukan penghormatan dan penyembahan terhadap suatu obyek yang tidak memberinya manfaat atau bahaya sama sekali. Bagaimana manusia bisa menuhankan obyek-obyek yang tidak memiliki kekuatan sedikit pun juga. Allah SWT berfirman :
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah itu tidak mempunyai apa pun walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak akan mendengar seruanmu, dan sekiranya mereka mendengar, mereka juga tidak mengabulkan permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu. Dan tidak ada yang memberi keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh (Allah) Yang Mahateliti.” (QS: Fathir [35]: 13-14).
Hak-hak atas sesama
Selain menjaga hubungan vertikal kepada Allah SWT, manusia wajib menjaga hubungan baik antar sesama. Kedua orang tua harus kita dahulukan dan prioritaskan untuk kita perhatikan dan perlakukan dengan baik sebab mereka merupakan cikal-bakal kita terlahir ke dunia ini.
Kasih sayang mereka merupakan anugerah Allah yang membentuk kejiwaan dan karakter kita. Salah satu wujud terima kasih kita kepada Allah adalah dengan memperlakukan kedua orang tua sebaik mungkin.
Menyakiti orang tua dapat memicu kemurkaan Allah, sebab ridho Allah ada pada ridho orang tua, demikian pula dengan murka-Nya.
Berbuat baik kepada orang tua kita lakukan dengan cara antara lain: memberi nafkah yang layak kepada mereka tanpa menunggu mereka meminta. Tentu saja hal ini sesuai kemampuan yang kita miliki.
Selain memberi nafkah yang layak, kita wajib menghormati mereka. Salah satu bentuk penghormatan adalah bersikap lembut dan menghindari berkata-kata kasar atau membentak mereka. Berdosa besar jika kita sampai menyakiti mereka.
Di samping orang tua, masih ada orang-orang yang memiliki hak atas diri kita. Mereka adalah orang-orang di sekitar kita khususnya. Sebagaimana pada ayat di atas, kita diperintahkan untuk berbuat baik pula kepada sanak-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat hingga tetangga jauh, teman sejawat, orang-orang yang dalam perjalanan atau tidak memiliki tempat tinggal tetap dan para budak yang kita miliki.
Salah satu contoh kongkritnya adalah dengan membantu meringankan beban mereka. Jika mereka lapar dan kita mampu maka kita harus memberi mereka makan.
Mereka semua memiliki hak atas diri kita. Sebagaimana diri kita memiliki hak atas sebagian dari mereka. Manusia memiliki perasaan yang sama. Jika kita ingin diperlakukan dengan baik, maka orang lain juga demikian.
Allah menjalankan roda kehidupan ini dengan saling berbagi dan menerima di antara manusia, agar terjadi pemerataan kesejahteraan. Hal ini juga menjaga agar tidak terjadi ketimpangan dan jurang menganga antara yang punya dan yang papa.
Bukannya Allah tidak mampu memberikan hal yang sama kepada seluruh manusia, akan tetapi Allah menjadikan kehidupan ini sebagai ujian bagi umat manusia.
Keragaman hidup
Allah menciptakan keragaman dalam hidup ini justeru agar tercipta manfaat antara lain suatu keseimbangan yang dinamakan ekosistem. Jika manusia semuanya kaya, maka tidak akan didapati orang bekerja untuk orang lain.
Demikian pula jika manusia miskin semua. Yang pasti, kaya maupun miskin, mampu maupun tidak, semuanya merupakan ujian dari Allah atas umat manusia.
Dengan kondisi seperti itulah seseorang berkesempatan untuk memberi atau menerima. Dan itulah realitas tata kehidupan dunia.
Islam tidak hanya berorientasi pada hal-hal spiritual semata. Islam adalah suatu ajaran moral yang komprehensif yang sangat memperhatikan aspek-aspek hubungan sosial.
Mencintai dan berbuat baik kepada sesama Muslim terutama orang-orang yang memiliki hak atas diri kita merupakan bagian dari wujud keimanan dalam dada. Rasulullah ﷺ bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman (sempurna) salah satu dari kalian sampai ia menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri.” (HR: Bukhari dari Anas bin Malik r.a.).
Pada penutup ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Mereka yang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain dan suka menyepelekan orang lain.
Orang-orang yang berkhianat pada anugerah yang Allah titipkan atas diri mereka seperti kekayaan, jabatan, ketampanan, kecantikan dan bahkan ilmu. Anugerah yang mereka peroleh bukannya mereka pergunakan untuk berbuat baik dan menghormati orang lain, tetapi malah membuat mereka dibalut oleh egoisme, keangkuhan dan kesombongan.
Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong, sebab kesombongan tak patut dan tak pantas bagi manusia. Kelebihan apa pun yang dimiliki oleh manusia tak lebih dari titipan dan amanat yang hanya berlaku sementara.
Kesombongan hanya milik Allah Yang Mahasempurna. Allah tidak menyukai mereka dalam arti akan menyiksa mereka sepedih-pedihnya di akhirat kelak. Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman melalui Rasul-Nya SAW :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ
“Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kesombongan adalah ’selendang’-Ku dan keagungan adalah ’sarung’-Ku, maka barangsiapa merebut salah satunya dari-Ku, maka Aku lemparkan orang itu ke dalam api neraka.” (HR: Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.).*/ Anshory Huzaimi