Oleh: Muhammad Ihsan
PENJARA bukanlah hal asing dalam kisah heroik para pahawan. Penjara tidak selalu digunakan untuk memberikan efek jera bagi para penjahat. Seringkali orang-orang yang berani menyuarakan kebenaran dan berkonfrontatif dengan kezaliman akan dipenjarakan dan diasingkan.
Masalahnya, justru di balik jerujilah mati/hati mereka menunjukkan ketajamannya. Banyak di antara kisah mereka yang sangat masyhur seperti kisah Nabi Yusuf as, Imam Ahmad , Sa’id Bin Jubair, Sayyid Qutbh , Hasan al Hudhaibi, Pangeran Diponegoro dan pahlawan Cut Nyak Dien serta ulama Buya Hamka.
Sayyid Qutbh melahirkan karya fenomenal Tafsir Fi Zhilalil Qur’an justru ketika di penjara. Ada Buya Hamka yang menulis Tafsir Al Azharnya hingga 30 jilid.
Bagi para pejuang, penjara bukanlah belenggu yang dapat menghentikan perjuangan mereka. Di antara para pejuang yang memberikan keteladan di dalam penjara adalah Hasan al Hudhaibi.
Hasan al Hudhaibi adalah mursyid ‘am kedua Al-Ikhwan Al-Muslimun, yang kini menjadi tertuduh rezim militer Mesir.
Syeikh Hasan al Hudhaibi lahir di arab Ash-Shawa-lihah, distrik Syabin Al-Qnathir, pada tahun 1309 H, bertepatan dengan bulan Desember, tahun 1891 M.
Ia belajar al-Qur’an di sekolah desanya. Hasan al Hudhaibi sebelum bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin adalah seorang hakim penasihat di mahkamah kasasi.
Ia menjalani kepemimpinan Ikhwanul Muslimin di masa-masa yang cukup berat. Ia menjalanani kepemininan Setelah Imam Hasan al-Banna (Mursyid ‘am pertama Al-Ikhwan Al-Muslimun) dibunuh oleh rezim kerajaan yang zalim.
Pada masanya ia dihadapkan oleh rezim Jamal Abdul Naser yang mengkhianati serta menzalimi gerakan Ikhwanul Muslimin.
Karena pengkhianatan tersebut, Hasan al Hudhaibi harus mendekam di penjara sang rezim. Penjara bukanya menjadi momok bagi sang Imam, justru menjadi sarana tarbiyah kepada para kader ikhwan. Beliau memberikan keteladan bagaimana bersikap teguh, sabar, dan tegas dalam situasi penindasan rezim.
Antara Penjara dan Negara Islam
Kepada kader ikhwan di dalam penjara ia pernah berkata dalam pesan-pesan yang sangat dalam maknanya.
“Penjara adalah kondisi kejiwaan, bukan dinding dan rantai.”
Ia juga pernah menyampaikan pesan penting lain dengan mengatakan, “Dirikan Negara Islam di jiwa kalian, niscaya Negara Islam berdiri di negeri kalian.” [dalam “Memoir Imam Hasan al –Hudhaibi”, An Nadwah]
Hudhaibi memberikan penekanan kepada para kadernya bahwa, Negara Islam harus diawali dengan jiwa-jiwa lebih dahulu.
Hasan al Hudhaibi sangat menekankan pemantapan jiwa bagi seorang kader dakwah. Karena sudah menjadi Sunatullah dalam perjalanan dakwah pasti akan mendapatkan tantangan, ancaman, dan gangguan dari para penopang kebathilan.
“Medan perang kalian yang pertama ialah jiwa kalian.Jika kalian berhasil mengalahkan jiwa kalian, maka kalian lebih sanggup mengalahkan medan lainya.”
Ia juga sangat menjunjung tinggi akhlak Islam dalam dakwahnya. Pernah suatu ketika sebelum ia dipenjarakan oleh rezim revolusioner Mesir. Rezim tersebut melakukan pengkhianatan dan penindasan sadis kepada jama’ah al Ikhwan al Muslimin, seperti layaknya saat ini.
Maka salah seorang pengikut Hasan Al Hudhaibi ingin pergi ke kantor Rezim Revolusioner, namun Hasan al Hudhaibi justru menasehati orang tersebut dengan mengatakan, ”Jika seluruh ikhwanati dan dakwah mempunyai pelindung, maka itu lebih baik dari pada sampai di puncak kemenangan dengan jalan pengkhianatan. Kita orang Muslim sebelum segalanya. Jika kita menguasai dunia dengan membunh akhlak Islam, maka kita rugi.”
Itulah segelintir kisah Imam Hasal al Hudhaibi. Kendati ia kini telah meninggal dunia, namun kisah perjuanganya telah memberikan kita teladan terindah tentang kesabaran saat bertemu musuh dan tegar di atas kebenaran.
Ia mengajarkan kepada kita tentang arti kebebasan yang sesungguhnya. Kebebasan yang tidak pernah bisa dihalang-halangi oleh tembok-tembok beton atau jeruji-jeruji besi yang mengekang fisik kita. Sebagaimana kalimatnya, “Penjara adalah kondisi kejiwaan, bukan dinding dan rantai.” *
Penulis Founder & CEO Penaaksi[dot]com. Tulisan diresume dari “Memoir Imam Hasan al –Hudhaibi” (Penerbit An Nadwah)