SETELAH Ikrimah gugur syahid dan Ummu Hakim menyelesaikan masa iddahnya, ia dilamar oleh seorang pejuang muslim lain demi berbuat baik kepadanya dan menghormati suami pertamanya. Pejuang ini adalah Khalid bin Said bin Ash, salah seorang yang masuk Islam pertama sekaligus orang pertama yang menuliskan lafal basmalah di kertasnya.
Namun usia pernikahan ini sangat singkat. Setelah melaksanakan akad, ia ingin memulai hubungan dengannya. Namun saat itu kaum muslimin tengah menunggu peperangan (perang Maraj Sufr), maka dengan penuh harap Ummu Hakim berkata padanya, “Sekiranya Anda tunda dulu sampai Allah menghancurkan pasukan (kafir) ini?”
Khalid berkata, “Aku merasa akan terbunuh dan aku akan tercabik-cabik di tengah-tengah mereka.”
Ummu Hakim berkata, “Bila begitu, terserah Anda.”
Lantas Khalid memulai hubungan rumah tangga dengannya di bawah sebuah jembatan di sana. Dan setelah peristiwa ini, jembatan tersebut populer dengan sebutan Jembatan Ummu Hakim.
Keesokan harinya Khalid menggelar walimah. Belum juga orang-orang selesai menikmati hidangan, musuh sudah menyerang. Khalid keluar, bertempur dengan gagah berani hingga merengkuh nikmat syahid dalam pertempuran ini.
Ummu Hakim melihat langsung suaminya tersungkur syahid di tengah medan pertempuran. Ia kencangkan bajunya, kemudian mencabut sebuah tiang tendanya dan merangsek maju ke medan laga bagaikan angin yang bertiup.
Ia pukulkan tongkatnya ke kanan dan ke kiri. Tujuh orang musuh berhasil ia habisi. Maka hal itu menciutkan nyali tentara Romawi dan memompa semangat bertempur pasukan kaum muslimin. Ia berhasil mengangkat psikis pasukan muslimin, sehingga dengan serentak mereka maju hingga meraih kemenangan berkat izin Allah.
Pasukan Romawi menelan kekalahan, dan mereka melarikan diri setelah sebagian besar dari mereka terbunuh.
Dengan keberanian menakjubkan ini, namanya berkibar dalam jajaran nama para pejuang wanita yang berjihad di jalan Allah.
***
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab mengagumi kepahlawanannya yang langka. Karenanya, ia memperistri Ummu Hakim. Namun pernikahan ini juga tidak berlangsung lama. Ia berduka dengan gugurnya Umar bin Khaththab pada waktu shalat Shubuh di tangan penjahat berdarah majusi bernama Abu Lu’lu’ah.
Para ahli sirah meriwayatkan, di hari-hari terakhirnya Umar berdoa, “Ya Allah, usiaku telah tua, kekuatanku telah rapuh, kecerdikanku telah berkurang dan rakyatku telah tersebar. Maka ambillah aku dalam keadaan tidak menyia-nyiakan dan tidak melalaikan (kewajiban). Ya Allah, anugerahilah aku syahadah di jalan-Mu dan tempatkanlah kematianku di negeri Rasul-Mu.”
Allah mengabulkan permohonan ini. Umar gugur sebagai syahid di mihrab ketika tengah bertakbir dalam shalat Shubuh mengimami jamaah muslimin di masjid Rasulullah di Madinah. Ia gugur syahid setelah mempersembahkan segala kemampuannya di jalan Allah dan untuk Islam, baik sebelum hijrah maupun sesudahnya. Saat Nabi masih hidup maupun setelah beliau berpulang ke hadirat-Nya.
Ia mati sebagai syahid yang terpuji setelah berhasil mendedikasikan banyak kemenangan, memperluas wilayah dan menyebarkan keadilan di berbagai tempat, serta memparipurnakan bangunan negara Islam yang berdiri di atas kebenaran dan kebaikan. Semoga Allah meridhai Umar dan semoga Allah meridhai Ummu Hakim, sahabat wanita pejuang nan penyabar yang telah membuat keteladanan luar biasa dalam kepahlawanan, menahbiskan diri sebagai teladan baik bagi kaum muslimat di sepanjang masa.
Di samping itu, Ummu Hakim juga seorang figur wanita teladan dalam hal cinta dan kesetiaan saat senang maupun duka, kepada ketiga suaminya yang sangat mencintai dirinya. Sebab hatinya bersih, batinnya suci, akhlaknya mulia dan ia memiliki reputasi baik di mata kaumnya, laki-laki dan wanita. Sehingga ia menjadi motivator terbaik mereka untuk menunaikan kewajiban dalam melawan musuh di setiap tempat.
Sungguh ia adalah seorang wanita yang mampu mengombinasikan seluruh watak kebaikan. Ia benar-benar tipe wanita ideal dalam cinta dan kesetiaan, pengorbanan dan perjuangan, kesabaran dan menjaga martabat. Karena itu, sejarah mengabadikan partisipasi besarnya dalam perang melawan bangsa Romawi bersama para mujahidin. Ia tidak peduli jatuh pada kematian atau kematian jatuh padanya.
Mudah-mudahan keselamatan terlimpah padanya dalam barisan para pejuang Islam sejati.*/Prof. Dr. Muhammad Bakr Ismail, sebagaimana tertuang dalam bukunya Bidadari 2 Negeri.