Sambungan artikel PERTAMA
Pada 27 Mei 1453 M, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala dengan memperbanyak shalat, dan dzikir. Hingga tepat jam 1.00 dini hari hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, (sebagian mengatakan ba’da shalat Subuh), Sultan Al-Fatih, memasuki tenda murabbi-nya, Syeikh Syamsuddin dan menemukan beliau sedang khusu’ berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sultan menganggap inilah sebuah pertanda baik.
Sultan akhirnya memerintahkan serangan utama. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir dan kalimah tauhid sambil menyerang kota. Meriam-meriam segera ditembakkan. Menyebabkan sebuah lubang di pagar benteng.
Dengan ketekunan yang besar, Pasulan Sultan Al-Fatih juga menyerang bagian tembok yang berada di dekat Gerbang St. Romanus, tempat Kaisar berperang bersama tentaranya. Salah satu pembela utama kota tersebut, Kapten Genoa Giovanni Giustiniani mengalami luka parah dan terpaksa meninggalkan pertarungan tersebut. Kerugian atas serangan ini konon tidak bisa diperbaiki lagi bagi Kekaisaran Byzantium. Dinding bentengnya retak dan Kaisar jatuh saat pertempuran. Tidak ada informasi spesifik tentang kematiannya. Menurut legenda populer, orang Turki hanya bisa memasuki kota setelah adanya pengkhianatan internal, saat seseorang membuka Kerkoporta. Pada akhirnya para pembela HAM dikepung.
Dalam pertempuran ini, salah satu tentara pertama yang syahid bernama Waliyudin Sulaiman. Para tentara menerobos dan pasukan Usmani (Utsmaniyyah) akhirnya berhasil menembus Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota.
Inilah hari gelap yang ditandai dalam sejarah Kristen, di mana Pasukan Usmani menyerang dan mengalahkan tentara yang dipimpin Kaisar Byzantium Constantine XI Palaiologos setelah pengepungan selama 53 hari. Sejarawan menyebut jatuhnya Konstantinopel sebagai akhir dari Abad Pertengahan karena Kekaisaran Romawi yang berdiri sejak abad klasik di Barat (27 SM-476 M), kemudian dilanjutkan oleh Byzantium di Timur (330 M-1453 M) itu akhirnya benar-benar terhapus dari sejarah.
Pasukan sultan berarak-arakan hingga mencapai gereja Hagia Sophia di mana penduduk kota tersebut telah berkumpul. Ketika mereka mengetahui bahwa Sultan telah tiba, mereka bersujud dan membungkuk serta menangis karena mereka tidak mengetahui apa yang Sultan Muhammad Al-Fatih, semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya, akan lakukan pada mereka.
Baca: Wasiat Terakhir Al-Fatih
Ketika Sultan tiba, dia turun dari kudanya dan shalat dua rakaat sebagai bentuk rasa syukur karena Allah telah mengkaruniainya penaklukan itu. Kemudian Sultan Al-Fatih berkata pada penduduk kota tersebut yang saat itu masih bersujud dan menunduk dalam tangis;
“Berdirilah! Saya Sultan Muhammad dan saya ingin memberitahu kalian, saudara-saudara kalian, dan semua penduduk yang hadir bahwa nyawa dan kebebasan kalian dilindungi.”
Sultan Al-Fatih kemudian memerintahkan agar gereja tersebut diubah menjadi masjid dan untuk pertama kalinya, panggilan adzan terdengar dari tempat itu. Hingga saat ini, masjid itu masih dikenal sebagai Masjid Hagia Sophia. Dia juga memutuskan untuk menjadikan Konstantinopel ibukota dari negaranya. Yang nantinya menjadi Islambul berarti “Rumah Islam” atau juga ‘Menemukan Islam”. Dansekarang diganti menjadi Istanbul.

Sultan Al-Fatih yang memperoleh kemenangan di usia 23 tahun ini dikenal sangat toleran pada penduduk kota itu dan bertindak berdasarkan ajaran Islam. Dia memerintahkan tentaranya agar memperlakukan tahanan perang dengan baik. Sultan bahkan membayar tebusan bagi sejumlah besar tahanan perang dengan uangnya sendiri. Dia juga memperbolehkan orang-orang yang sebelumnya tinggal dalam pengepungan untuk pulang ke rumah mereka.
Menaklukkan Roma
Sultan Muhammad Al-Fatih, semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya, menandakan dia merupakan seorang jenius dalam militer. Setelah penaklukan Konstantinopel, Sultan menuju Balkan melengkapi penaklukannya. Dia dapat menaklukan Serbia, Yunani, Romania, Albania dan Bosnia Herzegovina. Dia juga berharap untuk menaklukan Roma sehingga dia akan memiliki kebanggaan lain selain penaklukan Konstantinopel.
Baca: Syaikh Aaq Syamsuddin Sang Penakluk Maknawi Konstantinopel
Dalam mencapai harapan besarnya itu, dia harus menaklukan Roma, Italia. Sebuah armada besar dipersiapkan dalam misi ini. Dia dapat mendaratkan pasukan dan sejumlah besar meriamnya di dekat Kota Otarant, Italia. Karena itu dia dapat menduduki kastil Otarant pada Jumadil Awal 885 Hijriyah bertepatan bulan Juli 1480 Masehi.
Sultan Muhammad Al-Fatih, memutuskan untuk menjadikan Otarant sebagai basis operasi militer utara hingga dia dapat mencapai Roma. Negara-negara Eropa merasa ketakukan dikarenakan upaya-upayanya dan mereka mengira Roma akan jatuh ke tangan Muhammad Al-Fatih.
Pada tanggal 4 Rabiul Awwal 886 Hijriyah bertepatan 3 Mei 1481 M, saat Sultan Al Fatih sedang bersiap untuk mewujudkan mimpinya menaklukkan Roma, Allah Subhanahu Wata’ala memanggilnya saat dalam perjalanan penaklukkan. Sultan Muhammad Al-Fatih saat itu berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Sebagaikan pendapat mengatakan wafatnya Sultan Al-Fatih karena diracun oleh dokter pribadinya, Ya’qub Basya, Wallahu a’lam.
Mengetahui hal itu, Eropa merasa sangat senang. Paus Roma bahkan memerintahkan doa kegembiraan yang dilakukan di gereja-gereja untuk mengekspresikan kebahagiaan atas berita itu. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala merahmatinya dan melahirkan generasi baru yang melanjutkan perjuangannya kelak.*/Nashirul Haq AR