PADA Selasa pagi, 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan pada tanggal 29 Mei 1453 SM, Sultan Usmani (Ottoman), Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) melancarkan serangan terakhirnya untuk menaklukan Konstantinopel (The Conquest of Constantinople), setelah pengepungan yang terjadi selama lebih dari 50 hari.
Saat penaklukan telah di depan mata, sultan sempat mengatakan akan hadits Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi wassalam telah terpenuhi. “Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin dan tentaranya sebaik-baik tentara.”
Umat Muslim pada saat itu mengetahui betapa pentingnya kota Kontantinopel tersebut dan lokasinya yang strategis serta sabda Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Sudah banyak upaya untuk menaklukan kota itu. Persiapan penaklukan kota Konstantinopel sudah dimulai pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan di tahun 48 Hijriyah.
Tahun 669 M, Pasukan Bani Umayah yang dipimpin Yazid bin Muawiyah menyerang Konstantinopel untuk pertama kalinya. Yazid dikirim Khalifah pertama dari Bani Umayyah, yang juga ayahnya sendiri, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan untuk membantu Fadhallah bin Ubaid Al Anshari dalam perang darat, yang telah melewati musim dingin (668-669 M) di Kalkedom. Pengepungan dilakukan di musim semi sampai musim panas. Dalam pengepungan selama beberapa bulan ini pasuka tidak dapat menaklukan kota itu. Saat pengepungan ini, seorang Sahabat Nabi, Abu Ayub Al Anshari wafat. Beliau dimakamkan di dekat dinding Konstantinopel sesuai wasiatnya.
Dalam hadist diriwayatkan, ”Aku mendengar baginda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengatakan seorang lelaki shalehh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut dan aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda.” (Abu Ayyub al-Anshari)
Tahun 674 M, Pasukan Bani Umayah melakukan serangan lagi ke Konstantinopel yang dikenal dengan sebutan Perang 7 Tahun (674-680 M), yang dilakukan oleh dua angkatan laut dekat Konstantinopel. Penggunaan senjata Yunani yang ditemukan oleh Callinicus yang mudah terbakar berhasil menyelamatkan Kontantinopel.
Upaya penaklukan kedua terjadi di masa Sulaiman bin Abdul Malik (98 H) di mana dia mempersiapkan pasukan besar di bawah komando saudara laki-lakinya Maslamah bin Abdul Malik. Dia mengepung kota itu dari darat dan udara selama satu tahun penuh. Upaya itu juga belum dapat membuahkan hasil.
Upaya ketiga terjadi di masa Kekhalifahan Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid pada tahun 165 H. Pasukannya dapat mencapai pinggiran Kota Iskedar kemudian Ratu Romawi kala itu menginginkan perdamaian dan berjanji akan membayar jizyah. Sultan Ar-Rasyud setuju dan kembali tanpa melakukan penaklukan.
Upaya-upaya tersebut terhenti sehingga Allah Subhanahu Wata’ala berkehendak penaklukan tersebut dilakukan oleh Sultan Muhammad bin Murad (Al Fatih). Dia merupakan anak ketujuh di keluarga Kerajaan Utsmani, yang didirikan dari perbatasan Vienna, Austria (Kekaisaran Usmani tidak memasuki Kota Vienna) di Eropa tengah, hingga ke Yaman di Selatan. Mencakup semua negara-negara Arab kecuali Barat Jauh.

Muhammad Al-Fatih dilahirkan pada tahun 833 Hijriyah atau 1429 Masehi. Dia menjadi pemimpin pada umur 22 tahun. Ayahnya, Sultan Murat, telah menunjuk ulama Syeikh Ahmad bin Ismail Alkawrani untuk mengajar dan membesarkannya. Alkawrani merupakan seorang ulama dan cendekiawan. Dia kemudian pergi ke Kairo dan belajar hadits dari Ibnu Hajar. Selain itu Sultan Muhammad juga mempelajari Al-Quran, fiqih serta matematika, geografi, sejarah dan ilmu militer. Dia dapat menguasai beberapa bahasa selain Turki, seperti Persia dan Arab.
Salah satu ulama yang berpengaruh dalam membesarkan Sultan Al-Fatih adalah Syeikh Muhammad bin Hamzah yang lebih dikenal sebagai Syeikh Syamsuddin. Ia merupakan seorang ilmuwan medis dan telah menerbitkan beberapa kitab. Ia juga melakukan penelitian mengenai ilmu tumbuh-tumbuhan. Dialah yang selalu mengingatkan Muhammad Al-Fatih mengenai hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengenai penaklukan Konstantinopel yang berbunyi: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Setiap saat, Syeikh Syamsuddin berharap dan mengingatkan Sultan Al-Fatih adalah orang yang dimaksudkan Nabi dalam hadits tersebut. Sejak itu Sultan Muhammad Al-Fatih bertekad untuk menaklukan Kota Konstantinopel, salah satu kota terpenting di dunia kala itu, dan ibu kota Kekaisaran Romawi selama hampir 16 abad.
Al-Fatih memulai membangun sebuah benteng dari sisi Eropa di selat Bosporus untuk menguasai jalur airnya. Di Ibu Kota Adrianopel, meriam-meriam besar dibangun di bawah pengawasan dua insinyur, salah satunya seorang Muslim dan lainnya seorang Hungaria bernama Orban. Salah satu meriam terbesar yang pernah dirakit. Rudalnya mempunyai berat 300 kg dan jangkauan tembaknya dapat mencapai lebih dari satu mil.
Dalam sejarah ditulis, pasukan Sultan Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.
Pengepungan dimulai pada 9 April 1453 M, terpusat pada bagian darat. Sebenarnya mereka juga melakukan pengepungan di laut. Kontantinopel sendiri dikenal memiliki benteng sangat kuat yang telah banyak pasukan gagal menaklukkannya. Selain memiliki tembok besar menjulang 12 meter di darat, juga memiliki sebuah rantai raksasa yang dibentangkan di mulut selat Tanduk Emas terbukti efektif menahan angkatan laut Pasukan Usmani. Sebelumnya, tidak ada kapal yang dapat melewati rantai ini. Sultan Al-Fatih terus memikirkan cara menghindari rantai tersebut. Dia memerintahkan untuk mengirim kapal dari darat menggunakan kayu yang telah dilapisi minyak dan menempatkannya di sisi lain saluran tersebut. Rakyat Konstantinopel terkejut mengetahui pasukan Usmani telah berada di dalam pagar mereka.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Byzantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan kota ini segera runtuh.*/Nashirul Haq AR (bersambung)