Oleh: Mahmud Budi Setiawan
PADA tahun 565 H/1170 M, Negeri Syam pada era Dinasti Zanky, dilanda gempa berkekuatan tinggi. Gempa yang terjadi pada tanggal 12 Syawal itu, oleh Ibnu Atsir disebut sebagai gempah dahsyat yang belum pernah disaksikan sebelumnya oleh manusia. Negara yang terdampak pada waktu itu meliputi Syam, Mesir, Al-Jazirah, Maushil, Iraq dan sekitarnya.
Terkhusus di wilayah Syam, daerah yang mengalami kerusakan yang cukup parah adalah Aleppo, Baalbek, Homs, Hamat, Shaizar dan Baarin. Akibat dari gempa yang sangat keras guncangannya ini, pagar-pagar dan benteng-benteng hancur lebur serta banyak sekali rumah rata dengan tanah. Begitu banyaknya jumlah korban sampai susah dihitung. Dibanding yang lain, kota yang paling parah kerusakannya adalah Aleppo.
Melihat kondisi demikian, pemerintah tak tinggal diam. Pada waktu itu Nuruddin Mahmud Zanky beserta jajaran petugas pemerintahannya sangat sigap bencana. Musibah yang melululuh lantakkan banyak tempat itu ditangani dengan sangat cepat.
Kesigapannya dalam penanganan bencana bisa dibaca dalam kitab “Uyūn al-Rauḍatain fī Akhbār al-Daulatain al-Nuriyyah wa al-Shalāhiyyah” (1997: II/154, 155) karya Abu Syamah. Ketika kabar gempa itu sampai kepada Nuruddin, dengan cepat beliau menuju Baalbak. Di situ beliau mengerahkan bantuan dan membangun bangunan yang roboh.
Baca: Nuruddin Mahmud Zanki, Pahlawan Muslim yang Terlupakan
Setelah Baalbak usai, beliau segera menuju Homs untuk mengevakuasi dan membangun sarana dan prasarana yang rusak. Kemudian dilanjutkan ke Hamat dan Baarin. Terkhusus di daerah Baarin yang berbatasan langsung dengan para tentara salib, beliau juga mengirim tim khusus berupa satuan militer beserta panglimanya dan tukang bangunan beserta arsitek yang bekerja siang-malam agar pembangunan cepat selesai.
Selanjutnya, beliau menuju Aleppo. Di Aleppo ini kerusakannya sangat parah dibanding dengan daerah lainnya. Di situ terlihat banyak sekali warga yang selamat trauma dan ketakutan. Mereka sudah tak bisa kembali lagi ke rumah karena khawatir terjadi gempa susulan. Kondisi demikian dihadapi dengan kepala dingin.
Agar kota segera pulih, beliau turun langsung ke lokasi, mengerahkan segenap daya dan tenaganya untuk segera mengatasinya. Tak tanggung-tanggung, beliau juga menggunakan banyak tenaga arsitek bangunan untuk daerah Aleppo. Langkah ini diambil agar semua daerah terdampak gempa bisa segera stabil kondisinya. Dana yang dikeluarkan untuk penanganan gempa ini sangat banyak. Begitu banyaknya, sampai-sampai menurut penulis tak bisa dihitung jumlahnya.
Betapapun Nuruddin Zanky sudah mengerahkan segenap tenaganya, rupanya dananya belum mencukupi. Akhirnya –sebagaimana catatan Shallabi dalam “al-Daulah al-Zankiyyah wa Najāhu al-Masyrū’ al-Islāmy” (2007:444)– beliau memutuskan kebijakan untuk meminta bantuan ke khilafah Abbasiyah yang waktu itu dipimpin oleh Al-Mustanjid Billah.
Melihat saudara semuslimnya tertimpa musibah, sang khalifah tak tinggal diam. Dengan cepat ia menyalurkan bantuan yang cukup besar pada wilayah kekuasaan Dinasti Zanky. Alhamdullillah dalam waktu yang tidak begitu lama, wilayah yang terdampak gempa pun pulih kembali.
Apa yang dilakukan oleh Nuruddin Mahmud Zanky bersama jajaran pemerintahannya adalah contoh menarik bagi siapa saja yang mengalami gempa. Beliau memberi teladan yang sangat baik bahwa pemerintah harus sigap bencana. Beliau tak hanya sekadar memberikan intruksi, tapi langsung turun ke lokasi. Semua yang dimiliki dikerahkan agar wilayah yang tertimpa gempa segera pulih. Menariknya, beliau juga terus mengawasinya.
Ketika pemerintah sudah maksimal dan tak mampu menanganinya, baru kemudian meminta bantuan ke negara lain sesama muslim. Daulah yang dimintai bantuan pun tanggap dan segera membantunya sampai selesai. Hal itu dicontohkan dengan baik oleh Al-Mustanjid Billah. Sebuah gambaran menarik mengenai pemerintah yang tanggap bencana serta kepedulian pemerintah sesama muslim terhadap saudaranya yang tertimpa musibah.
Sebagai penutup, hadits Nabi berikut, sangat layak untuk direnungkan bersama:
مَثَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ اِذَااشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ اْلجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَاْلحُمَّى
“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (H.R. Muslim).*
Penulis alumni Al Azhar, Kairo. Alumni PKU Angkatan VIII 204-2015