oleh: Sholeh Hasyim
SETIAP khatib Jumat naik mimbar selalu berpesan kepada seluruh jamaah untuk meningkatkan mutu ketaqwaan. Dengan cara berusaha menjalankan segala perintah-Nya dengan kesungguhan, kesadaran yang dimilikinya. Sekalipun perintah itu bertentangan dengan hawa nafsunya. Dan berupaya meninggalkan semua larangan-Nya dengan kesabaran yang dipunyainya. Sekalipun larangan itu selaras dengan syahwatnya. Pesan itu demikian penting, karena kita yakin dengan iman dan takwa akan terpelihara inti keberagamaan kita. Terjaga iman, ibadah dan akhlak kita. Sehingga terjadi keseimbangan hablun minallahi dan hablun minannas (hubungan vertikal dan hubungan horisontal).
Iman yang benar melahirkan akhlakul karimah. Keimanan yang tidak berefek pada perbaikan budi pekerti sama jeleknya dengan akhlak yang tidak bersumber dari nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Boleh jadi dibalik penampakan akhlaknya tersembunyi agenda tertentu yang tersembunyi. Misalnya, tiba-tiba ia menjadi dermawan, bagi-bagi rizki menjelang pemilu. Tidak sebagaimana kebiasaan kehidupan sehari-hari. Itulah yang disebut riya.
Rasulullah SAW bersabda: “Bertakwalah kepada Allah SWT dimanapun kamu berada dan susullah kejahatan dengan kebaikan supaya bisa menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (al Hadits).
Kata Ibnu Mas’ud, taqwa adalah engkau selalu mentauhidkan Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya. Selalu mensyukuri karunia-Nya dan tidak mengingkari-Nya. Selalu mendekati-Nya dan tidak menjauhi-Nya. Selalu mengabd, taat kepada-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Selalu memuliakan-Nya dan tidak merendahkan-Nya.
Rasulullah SAW pernah berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-MU dari kehusyu’ nya orang munafik.” Penampilan lahiriah bukan cerminan dari isi hati. Lain di mulut, lain pula di hati.
Jadi, iman sama pentingnya dengan akhlak. Ibarat sebuah pohon, iman adalah bagaikan akarnya yang mengunjam dan buahnya adalah akhlak. Yang bisa dipanen setiap saat (tukti ukulaha kulla hin). Kematangan akhlak berbanding lurus dengan kematangan iman. Iman yang matang karena karbitan akan melahirkan akhlak karbitan pula. Akhlak yang diproses secara instan, sudah barang tentu kecut rasanya.
ماَ مِنْ شَئ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ الْعَبْدِ يَوْمَ الْقِياَمَةِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tiada sesuatu yang lebih berat pada timbangan seorang hamba di hari kiamat selain daripada akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
ماَ الدينُ ؟ قاَلَ : حُسْنُ الْخُلُقِ وَ سُئِلَ ماَ الشؤْمُ ؟ قاَلَ : سُوْءُ الْخُلُقِ
“Rasulullah SAW pernah ditanya, Apakah dinul Islam itu? Beliau menjawab: akhlak.” اAhmad).
Asesoris lahiriyah itu penting. Hiasan batiniyah jauh lebih penting. Aset bendawi itu penting tapi aset bernama adab jauh lebih penting. Pembangunan fisik itu penting tetapi membangun jiwa/ruhani jauh lebih penting. Menjaga kesehatan badan itu penting namun, memelihara kesehatan spiritual jauh lebih penting.
مَتَى يَبْلُغُ الْبُنْياَنُ كَماَلَهُ اِذَا كُنْتَ تَبْنِيْهِ وَالأَخَرُ يَهْدِمُ
Kapan proyek bangunan itu akan mencapai kesempurnaannya, apabila kalian rajin membangunnya (pisik) , tetapi pihak lain merusaknya (nilai).
Demikian pula sebuah kota, negara. Sebagus apapun jalan dilebarkan, trotoar diperluas, ia hanya akan menambah deretan persoalan, tatkala penghuninya adalah komunitas insan yang merupakan bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi. Seluruh warganya tidak merasa at home (murtah) di dalamnya. Ia tidak bangga menjadi bagian darinya. Justru ia merasa malu dan mengeluh.
Syeikh Hasyim Asy’ari mengutip pendapat sebagian ulama: ”at-Tawhidu yujibul imana, faman la imana lahu la tawhida lahu, wal-imanu yujibu al-syari’ata, faman la syari’ata lahu, la imana lahu wa la tawhida lahu, wa al-syari’atu yujibu al-adaba, faman la adaba lahu, la syari’ata lahu wa la imana lahu wa la tawhida lahu.” (Hasyim Asy’ari, adabul ‘Alim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11).
Jadi, menurut pendiri NU tersebut, tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid, dan iman mewajibkan keterikatan yang kuat untuk menegakkan syariat (al Iltizam bi asy Syari’at), maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid, dan syariat mewajibkan adanya adab, maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya.
Kita memandang akan banyak sekali terjadi ancaman kesia-siaan aneka pembangunan tata ruang itu jika tata lakunya tidak mendukung asesoris lahiriyahnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Hampir tidak ada gunanya proyek pembangunan fisik digencarkan, jika hanya merusak jiwa penghuninya. Jalan makin dilebarkan, tetap semakin bertambah sulit menampung jumlah kendaraan. Jalan dihaluskan, justru sebagai wahana untuk kebut-kebutan, konvoi dan ugal-ugalan. Untuk menjaga kestabilan bangsa, bukan dengan cara memberi ruang sebebas-bebasnya (tanpa batas) kepada warganya. Tetapi masing-masing individu dituntut pandai mengendalikan dan mengelola gejolak dirinya sendiri.
Taman-taman kota dibangun, tetapi hanya sebagai sarana mabuk-mabukan dan pacaran hingga larut malam, utamanya malam Minggu. Tanpa tata nilai-nilai akhlakul karimah, seluruh hiasan sebuah kota bukan berakhir pada keindahan melainkan hanya menjadi penyambung deretan persoalan.
Ahli sastra Arab terkenal, Ahmad Syauqi mengatakan :
وَاِنما الأمَمُ الأَخْلاَقُ ماَ بَقِيَتْ # وَاِنْ هُمُ ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُم ذَهَبُو ا
“Suatu bangsa hanya berdiri tegak selama akhlaknya berkualitas tinggi. Ia akan runtuh, apabila akhlaknya menghilang.”
Tempat-tempat hebat (baca: bersejarah) di dunia ini tak pernah lekang dikunjungi orang itu, hampir semuanya tidak cuma karena keindahan alamnya, tetapi juga karena keberhasilan adabnya. Bahkan, jika begitu kuat daya tarik (magnit power) suatu adab, ia dengan mudah mengalahkan dan mengungguli daya tarik alam, yang kasat mata. Jadi, kesussesan membangun adab adalah modal yang sesungguhnya.*
Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah
Keterangan foto: masjid Qordoba