PADA masa sekarang ini bertabligh (menyampaikan) risalah Islam terhadap manusia merupakan suatu kewajiban atas kita, orang-orang Islam. Pada hakikatnya, semua manusia sangat butuh terhadap agama Allah dan syariat-Nya.
Sungguh beberapa hukum positif telah gagal menciptakan suasana kehidupan yang harmonis, aman, dan sejahtera. Bahkan yang terjadi, banyak dari kalangan manusia menjadi figur-figur thagut. Dalam kondisi seperti ini, wajiblah bagi orang-orang Islam menyampaikan kepada manusia seruan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan hendaklah mereka (orang-orang Islam) menjelaskan kepada mereka (manusia yang lain) akan keistimewaan-keistimewaan dan kebaikan-kebaikan risalah tersebut.
Dan perlu diketahui bahwa tabligh merupakan perkara yang sangat penting bagi Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, dan juga bagi orang yang berjalan di atas jalannya, serta selalu berpegang teguh terhadap Sunnahnya.
Dalil yang memperkuat urgensi (pentingnya) menyampaikan risalah Islam di tengah-tengah kehidupan manusia adalah firman Allah berikut ini:
“Katakanlah wahai Ahli Kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun.” (QS. Al-Maidah: 68). Seseorang belum akan dianggap beragama manakala ia belum memperhatikan serta menjalankan hukum dan agamanya. Bahkan terkadang ia menampakkan kekeliruan dan kerusakan, sebagaimana apa yang disebutkan di dalam firman Allah pada ayat berikut:
“Hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian.” (QS. Al-Maidah: 68).
Dan inilah yang dimaksud dari pengertian dakwah. Ada pun beriman terhadap risalah Al-Qur’an Al-Karim dan penyesuaian diri terhadap syariatnya menuntut secara mendasar atas mereka, yakni para ahli kitab. Dan Allah telah menyebutkan dalam kitab Taurat serta Injil, tidak lain hanyalah sebagai penjinak dan ancaman terhadap hati atau jiwa mereka. Dan juga sebagai metode yang mampu untuk mendekatkan diri mereka terhadap Al-Qur’an Al-Karim. Sedangkan dalam kitab Taurat dan Injil ada perintah yang mewajibkan mereka beriman terhadap risalah Al-Qur’an dan menyesuaikan terhadap syariat-Nya.
Kebanyakan dari kaum yang ada tetap mengadakan perlawanan, ketakaburan, dan kedengkian. Sehingga Allah mendesak dengan beberapa seruan yang tertuju kepada mereka. Kendati pun demikian, keimanan mereka tetap tidak menjadi bertambah, bahkan mereka bertambah kedurhakaan dan kekafirannya terhadap Al-Qur’an serta Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, sebagaimana mengenai hal ini telah dinyatakan di dalam firman Allah:
“Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan Rabbmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka. Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir ini.” (QS. Al Maidah: 68).
Maksudnya, jangan kamu bersedih hati dan berduka karena bertambahnya kedurhakaan serta kekufuran mereka. Dan hendaknya kamu konsisten pada misi tabligh, serta tegakkan atas mereka suatu hujjah. Dan janganlah kamu berputus asa atas keimanan mereka dan lakukanlah upaya perbaikan atas mereka. Karena, pintu hidayah senantiasa terbuka bagi semuanya.
Firman Allah pada ayat selanjutnya surah Al-Maidah ayat 69: “Sesungguhnya orang-orang Mukmin dan orang-orang Yahudi.” Yakni, mereka yang telah masuk ke dalam agama Yahudi. Lalu firman-Nya selanjutnya, “Dan para pemeluk agama Shabi’in.“ Yakni, (juga) mereka (orang-orang) yang tidak menyampaikan dakwah Nabi dan tidak mau bernaung terhadap dasar fitrahnya, maka tidak ada agama bagi mereka.
Ada pun orang-orang musyrik Quraisy disejajarkan dengan orang yang memeluk agama Shabi-in. Karena menurut pandangan mereka, agama Shabi-in itu keluar dari semua agama.
Kemudian disebutkan melalui firman Allah, masih dalam surah Al-Maidah ayat 69: “Dan orang-orang Nasrani (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal shalih.” Yakni, semua orang beriman di antara mereka (orang-orang Nasrani) kepada Allah Yang Maha Esa dan beriman kepada hari kiamat, serta beramal shalih; yang sesuai dengan syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Di penghujung ayat Allah berfirman:
“Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Maidah: 69). Yakni, sesungguhnya mereka pada hari kiamat termasuk orang-orang yang selamat. Mereka tidak merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati.*/Sudirman STAIL (sumber buku Hidangan Halal Haram Keluarga Muslim: Kajian Al-Qur’an Surah Al-Maidah, penulis Abdul Hamid Mahmud Thihmaz)