RASULULLAH Shalallaahu ‘Alahi Wasallam telah mengumpulkan semua keutamaan yang empat –hidayah, kecukupan, penjagaan, dan keselamatan dari penyimpangan– dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad hasan, dan juga An-Nasa’i, dari Anas bin Malik r.a, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa yang ketika keluar dari rumahnya membaca:
“(Bismillahi tawakaltu `alallahi, la haula wa la quwwata illa billahi). Dengan nama Allah, aku bertawakal hanya kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, maka dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah diberi hidayah, kamu telah diberi kecukupan, kamu telah dijaga, dan setan menyingkir darinya’.”
Abu Dawud menambahkan, “Setan berkata kepada setan yang lain, ‘Apa yang bisa kita perbuat terhadap seorang yang telah diberi hidayah, kecukupan, dan penjagaan?’.”
Itulah beberapa bentuk balasan dalam kehidupan di dunia. Adapun balasan di akhirat, tidak ada salahnya jika kita menyebutkannya. Sesungguhnya sesuatu yang paling diharapkan oleh seseorang di akhirat, akan didapati oleh orang-orang yang bertawakal.
Tidak ada kenikmatan yang lebih agung daripada masuk ke surga tanpa hisab. Ibnu Abbas r.a, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Diperlihatkan kepadaku umat-umat (terdahulu), kemudian aku melihat seorang nabi bersama kurang dari sepuluh orang, seorang nabi yang lain bersama seorang atau dua orang, dan nabi yang lainnya tidak bersama seorang pun.
Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku jumlah yang besar dan aku menyangka bahwa mereka adalah umatku. Dikatakan kepadaku, `Ini adalah Musa dan kaumnya, namun pandanglah ke ufuk’. Aku memandang (ke ufuk) dan melihat jumlah yang besar dan dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke ufuk yang lainnya’, dan aku melihat jumlah yang besar juga. Dikatakan kepadaku, `Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab’.”
Ibnu Abbas mengatakan, “Mendengar sabda beliau, sebagian shahabat saling berkata, ‘Kemungkinan mereka adalah orang-orang yang menemani Rasulullah. Sebagian yang lainnya berkata, ‘Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam dan tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun’.
Mereka pun menyebutkan beberapa hal. Rasulullah kemudian keluar menemui mereka dan bersabda, ‘Apa yang sedang kalian perbincangkan?’ Mereka memberitahukan beliau tentang pembicaraannya.
Rasulullah bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta diruqyah, tidak pernah menganggap sial karena binatang, tidak berobat dengan besi panas (yang ditempelkan di tempat yang sakit), dan hanya kepada Rabb-nya saja mereka bertawakal’.”
Ukasyah bin Muhshin r.a kemudian berdiri dan berkata, ‘Doakan aku kepada Allah agar aku dijadikan bagian mereka!’ Rasulullah bersabda, `Kamu termasuk dari mereka.’ Seorang yang lainnya berdiri dan berkata, ‘Doakan aku kepada Allah agar aku dijadikan bagian mereka!’ Rasulullah bersabda, ‘Kamu telah didahului oleh Ukasyah’.” (Muttafaq Alaih).
Maksud dari mereka tidak meminta diruqyah dan tidak berobat dengan besi panas adalah mereka tidak meminta kepada seseorang, untuk meruqyahnya atau mengobatinya dengan besi panas.
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah tingkatan yang paling tinggi, mereka mendapatkan balasan yang cukup. Walau demikian, bukan berarti meminta bantuan manusia akan mengeluarkan dari tawakal selama ketergantungan yang utama adalah kepada Allah dan selama meminta bantuan mereka termasuk bagian dari menjalankan sebab (usaha).
Namun, meminta bantuan kepada manusia tidak serta merta mengeluarkan pelakunya dari kumpulan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.
Mungkin saja maknanya adalah mereka tidak meminta diruqyah dengan ruqyah jahiliyah yang mengandung sesuatu yang bisa menghilangkan tawakal, seperti ucapan yang tidak bisa dipahami atau mengandung permintaan tolong kepada selain Allah.
Mereka juga tidak berobat dengan besi panas untuk menghindari penyakit, sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang bahwa al-kay‘ (berobat dengan besi panas) bisa mencegah penyakit dan ini menafikan tawakal. Makna ini adalah lebih luas. Semoga Allah mempertemukan kita dengan Ukasyah dalam perkumpulan yang mulia ini.
Adapun maksud dari ‘mereka tidak melakukan tathayyur‘ adalah mereka tidak menganggap sial, yaitu menyangka akan mendapatkan keburukan hanya karena terjadinya sesuatu yang tidak disenangi dan tidak ada hubungannya dengan perbuatan yang sedang dilakukan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Imam Muslim telah meriwayatkan hadits dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami r.a, dia (Mu’awiyah) berkata, `Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di antara kami ada orang-orang yang bertathayyur?’ Maka beliau bersabda, ‘Itu adalah sesuatu yang dia rasakan dalam hatinya. Oleh karenanya, jangan sampai dia dipalingkan olehnya’.” (HR Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Apabila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dan kalian anggap bisa membuat sial, ucapkanlah:
“Wahai Allah, tidak ada yang bisa mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, tidak ada yang mampu menghilangkan kejelekan kecuali Engkau dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Engkau.” (HR. Ibnu As-Sunni).
Ketika kita berada di dalam naungan hidayah, kecukupan, penjagaan dan keselamatan dari penyimpangan yang diberikan Allah, maka kita juga akan diberi kenikmatan berupa masuk ke surga tanpa hisab.
Sesungguhnya, Allah memberikan nikmat yang lebih agung kepada orang-orang yang bertawakal dari semuanya, baik di dunia maupun di akhirat, yaitu Allah memberikan kepada mereka cinta-Nya.
Allah berfirman:
“… Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali ‘Imran: 159) */Dr. Hani Kisyik, terangkum dalam bukunya Kunci Sukses Hidup Bahagia.