Hidayatullah.com– Pemimpin Myanmar dan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi akhirnya menunda lawatannya ke Indonesia di tengah maraknya unjuk rasa mengecam pembataian etnis Muslim Rohingya di Myanmar.
Sepekan ini, unjuk rasa terjadi di Jakarta dan beberapa kota mengecam pemerintah dan militer Myanmar yang dianggap melakukan kekerasan atas umat Rohingya di negara bagian Rakhine.
Para pengunjuk rasa juga menuntut agar Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan pada Suu Kyi tahun 2012 ditarik kembali karena dia dianggap berdiam diri atas aksi-aksi kekerasan atas warga Rohingya.
Konselor Myanmar, Aung San Suu Kyi harus diseret ke pengadilan atas kesalahan melegalkan penghapusan ras etnis Islam Rohingya di negeri Rakhine.
Aung San Suu Kyi Menang Mutlak, Banyak yang Ragu Membela Muslim Rohingya
Tuntutan serupa juga disampaikan pendiri organisasi Dictator Watch, Roland Watson yang dikutip Arakan News Agency. Ia mengatakan Aung San Suu Kyi harus mempertanggungjawabkan aksi kekerasan dan pembantaian etsnis Muslim Rohingya serta keterlibatannya menanam sentimen kepada rakyat Myanmar bahwa etnis Islam itu harus dihapus.
Menurut Roland Watson, dasar ideologi rezim Myanmar yang rasis, memungkinkan etnis minoritas lainnya diperlakukan sesuka hati dengan cara apapun.
“Untuk pembantaian, pemerintah telah menghasut serta mempromosikan etnis Rohingya dihapus dan membuka jalan bagi serangan terhadap komunitas itu,” katanya dikutip laman arakanaa.com belum lama ini.
Di saat yang sama Watson mengutip sebuah penyelidikan oleh ahli hukum dari International State Crime Initiative di Universitas Queen Mary London yang menyimpulkan bahwa etnis Rohingya menjadi korban pembantaian dan , Aung San Suu Kyi meningkatkan penyiksaan mereka.
Foto Satelit Tunjukkan Lebih 1000 Rumah Etnis Rohingya di Rakhine Dibakar
Laporan investigasi itu menyatakan, Suu Kyi membisu tentang hal itu sebaliknya menggunakan taktik penolakan dan melarang sepenuhnya pemantauan internasional, membatasi bantuan kemanusiaan selain daftar hitam dan mengusir aktivis hak asasi manusia dari Myanmar.
Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), John McKissick mengatakan, tindakan Suu Kyi yang berdiam diri memperkuat cengkeraman tangan besi militer dan pengikutnya yang rasis.
Saat Myanmar mendapat desakan negara ASEAN untuk bertanggung jawab atas kekejaman Rohingya, Suu Kyi dilaporkan menunda kunjungan ke Indonesia yang seharusnya dilakukan hari Rabu ini.
Wakil Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Myanmar, Aye Aye Soe tidak menyebut alasan keamanan sebagai penyebab kunjungan kerja itu dibatalkan, namun menyebutnya memetik kekacauan di Rakhine dan Shan State. Shan State merupakan lokasi pertempuran militer Myanmar dengan etnis Rohingya baru-baru ini.
“Rencana kunjungan akan diatur dalam waktu dekat,” tutur Aye Aye Soe kepada AFP.*