Hidayatullah.com—Sebanyak 80 persen anak-anak Indonesia mengalami kehilangan figur ayah dalam kehidupan mereka, baik secara fisik maupun emosional. Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., ketidakhadiran figur ayah berdampak signifikan pada kesehatan mental dan perkembangan emosional anak.
“Kehadiran figur ayah sangat penting, tetapi bukan hanya sekadar kehadiran fisik. Ini tentang keterlibatan emosional dan komunikasi yang sehat antara ayah dan anak,” kata Rahmat saat ditemui di Kampus UGM, Kamis (15/5/2025).
Rahmat menjelaskan bahwa anak-anak yang kehilangan figur ayah cenderung mengalami masalah emosional seperti kecemasan, rendah diri, dan kesulitan membentuk hubungan sosial yang sehat. Mereka juga lebih rentan terhadap pengaruh negatif media sosial dan lingkungan luar.
Sebelumnya, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN RI, Wihaji, mengungkapkan data yang mencengangkan bahwa 80 persen anak-anak Indonesia bahkan tumbuh tanpa peran aktif ayah.
“Ini kondisi yang sangat tidak ideal bagi tumbuh kembang anak, karena figur ayah adalah pilar penting dalam keluarga,” ujarnya dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (15/5/2025), dikutip laman ugm.ac.id.
Menurut Rahmat, ketidakhadiran figur ayah tidak selalu karena perceraian atau kematian, tetapi juga disebabkan oleh pekerjaan yang mengharuskan ayah berada jauh dari keluarga.
“Teknologi sebenarnya bisa menjadi solusi, ayah bisa tetap terhubung melalui video call atau pesan teks. Yang penting adalah komunikasi yang bermakna,” tambahnya.
Rahmat menekankan bahwa keterlibatan ayah dalam kehidupan anak harus lebih dari sekadar menyediakan kebutuhan materi.
“Anak tidak hanya butuh diberi makan atau pakaian, tetapi juga kasih sayang, perhatian, dan bimbingan moral. Inilah yang membentuk kepribadian mereka,” jelasnya.
Ia memberikan contoh betapa pentingnya kehadiran ayah dalam momen-momen penting anak, seperti perayaan kelulusan atau saat menghadapi ujian.
“Kehadiran orang tua dalam momen seperti itu menjadi kenangan yang akan selalu diingat oleh anak,” katanya.
Psikolog UGM ini juga mengajak para ayah muda untuk mengubah mindset pengasuhan dan lebih aktif dalam kehidupan anak-anak mereka.
“Jangan jadikan pekerjaan sebagai alasan untuk absen dari kehidupan anak. Manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk terlibat secara emosional,” tegas Rahmat.
Sementara itu, Wihaji menambahkan bahwa pemerintah akan terus mendorong program-program penguatan ketahanan keluarga, termasuk peningkatan kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan.
“Anak-anak adalah aset bangsa, dan memastikan mereka tumbuh dengan kasih sayang penuh dari kedua orang tua adalah investasi jangka panjang untuk masa depan negara,” ujar Wihaji.*