Hari ini banyak orang mulai sibuk mudi ke kampung halaman, tapi jangan lalaikan mudik yang sebenarnya
Hidayatullah.com | MUDIK menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman). Hal ini mengingatkan bahwa suatu saat kita akan melakukan mudik untuk selamanya dan tidak akan kembali.
Jika mudik (di dunia) yang sebentar seseorang mempersiapkan bekal yang cukup karena akan kembali, maka mudik ke akhirat yang selamanya seseorang semestinya mempersiapkan bekal yang lebih dari cukup. Mudik yang sebenarnya adalah kematian.
Setiap kematian selalu menyisakan kesedihan dan kedukaan yang mendalam bagi siapa saja. Hal ini memberikan pelajaran berharga kepada kita semua bahwa kematian akan datang tepat waktu. Tidak ada pilihan untuk menentukan kapan dan di mana seseorang akan mati.
Allah SWT berfirman;
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَآءَ اَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَةً وَّلَا يَسۡتَقۡدِمُوۡنَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS: al-A’raf [7]: 34).
Dalam ayat yang lain;
وَلَنۡ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفۡسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُهَاؕ وَاللّٰهُ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS: al-Munafiqun [63]: 11).
هُوَ الَّذِىۡ خَلَقَكُمۡ مِّنۡ طِيۡنٍ ثُمَّ قَضٰۤى اَجَلًا ؕ وَاَجَلٌ مُّسَمًّى عِنۡدَهٗ ثُمَّ اَنۡـتُمۡ تَمۡتَرُوۡنَ
“Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS: al-An’am [6]: 2).
Untuk itu, perbanyak akan mengingat kematian agar tidak terlena dengan kehidupan dunia (yang bersifat sementara) sehingga melupakan akan kehidupan akhirat (yang bersifat selamanya).
Rasulullah ﷺ bersabda:
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR: Ibnu Hibban dan Baihaqi).
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah ﷺ, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu, mukmin manakah yang paling cerdas?” ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR: Ibnu Majah).
Karena kematian adalah sebuah ketetapan yang telah digariskan oleh-Nya kepada siapapun yang berjiwa. Karena itu, setiap kita hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi, bukan malah menghindari kematian.*/H. Imam Nur Suharno, pengurus Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat