Oleh Bahrul Ulum*
Hidayatullah.com–Sudah menjadi pemadangan umum bagi sebagian orang yang menyatakan dirinya Muslim dengan seenaknya makan atau merokok di tempat terbuka di bulan Ramadhan. Padahal mereka bukan dalam kondisi sakit, sedang menjadi musafir atau pekerja keras yang tidak memungkinkan untuk berpuasa.
Tentu sikap di atas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebab puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap Muslim baligh yang tidak memiliki uzhur. Allah berfirman dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ . أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di antara kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-¬orang yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa), membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya. Berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” [Al-Baqarah[2]: 183-184]
Rasulullah SAW bahkan menegaskan puasa sebagai salah satu dari rukun Islam yang lima. Beliau bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ .
“Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat, me¬ngeluarkan zakat, berhaji ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalil-dalil di atas menunjukkan keuta¬maan puasa yang sangat besar dan betapa agung nikmat dan rahmat Allah bagi umat Islam lewat ibadah tersebut. Karenanya seorang Muslim wajib memperhatikan dan menjaganya dengan seksama agar sempurna bangunan dien dalam dirinya.
Sebaliknya, para ulama sepakat bahwa siapapun dari orang Islam yang sudah terkena kewajiban puasa namun mengingkarinya maka dianggap kafir, keluar dari Islam karena mengingkari perkara yang kewajibannya telah dimaklumi secara darurat dalam syariat Islam.
Sedangkan orang yang tidak berpuasa karena malas atau lalai (dengan tetap meyakini hukum wajibnya), maka ia telah melakukan dosa besar dan kebinasaan karena tidak melaksanakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang penting.
Suatu ketika ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah lalu berkata, “Binasa aku!” Nabi bertanya, “Apa yang membuatmu binasa?” Ia menjawab, “Aku telah bersetubuh dengan istriku pada siang Ramadhan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyetujui perkataannya bahwa perbuatannya yang merusak puasanya adalah sebuah kebinasaan (kehancuran). (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Berdasar riwayat ini para ulama tegas mengatakan bahwa seseorang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa uzur syar’i berarti telah melakukan dosa besar.
Tidak Bisa Diganti Hari Lain
Konsekwensi dari perbuatan tersebut yaitu harus melakukan taubatan nasuhah dan memperbanyak amal shalih seperti puasa sunnah. Amalan sunnah tersebut berfungsi melengkapi kekurangan puasa wajib, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits tentang shalat dan seluruh amal shalih. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu disebutkan,”. . . . jika terdapat kekurangan dalam shalat fardhunya, maka Allah berfirman,
اُنْظُرُوْا فِيْ صَلاَةِ عَبْدِيْ، أَتَمَّهَا أَوْ نَقَصَهَا، فَإِنْ كَانَتْ تَامَّـةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كاَنَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ: اُنْظُرُوْا هَلْ لِعَـبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كاَنَ لَهُ تَطَوُّعٌ، قَالَ: أَتِمُّوْا لِعَبْدِيْ فَرِيْضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ اْلأَعْمَالُ عَلَى ذَلِكَ.
“Lihatlah, apakah hambaku memiliki shalat sunnah? Maka amal sunnah itu akan melengkapi kekurangan dalam amal wajibnya, kemudian terhadap amal-amal yang lainnya juga diberlakukan demikian.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Karena puasa di bulan Ramadhan merupakan ibadah yang khusus, para ulama berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan puasa satu hari tanpa uzur tidak cukup mengganti dengan puasa satu tahun di bulan lain. Ini karena ia sengaja merusak puasanya tanpa udzur syar’i.
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan masalah ini. Diantaranya riwayat Abu Hurairah secara marfu’,
“Barangsiapa yang berbuka sehari dalam bulan Ramadhan tanpa uzur dan tanpa sakit maka tidak tergantilah puasanya sepanjang masa sekalipun ianya berpuasa.” (Riwayat Bukhari dan Ibnu Khuzaimah).
Ibnu Mas’ud juga memiliki pendapat yang sama dalam masalah tersebut, meski sebagian ahli Hadits ada yang masih meragukan isnadnya.
Namun terdapat riwayat sahih mengenai hal itu yang diriwayatkan oleh para ahli Hadits lainnya. Hadits tersebut berbunyi
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهُ اللَّهُ لَهُ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ
“Siapa yang berbuka (tidak berpuasa) satu hari dari bulan Ramadlan dengan sengaja, maka puasa setahun tidak bisa mencukupinya (menggantikannya),”
Dalam riwayat lain ada tambahan sehingga dia akan bertemu dengan Allah; kalau Dia berkehendak akan mengampuninya dan jika berkehendak akan mengadzabnya.” (Riwayat Abdul Razzaq, Ibnu Abi Syaibah dan Imam al-Baihaqi).
Berdasar riwayat tersebut sebagian ulama berbendapat bahwa satu hari dari bulan Ramadhan tidak dapat digantikan kecuali oleh satu hari dari bulan Ramadhan yang lain. Sedangkan pada setiap bulan Ramadhan, seorang Muslim punya kewajiban berpuasa, dan kewajiban ini tidak mungkin dapat dihindarkan. Karenanya, barangsiapa yang sengaja meninggalkannya berarti telah melakukan kejahatan dan pelanggagaran yang sangat munkar.
Dalam hal ini orang yang melakukannya harus bertaubat dengan sungguh-sungguh dan ikhlash. Kemudian menyesali dosa yang telah dilakukan dan bertekad tidak mengulangi kesalahan lagi. Jika berjumpa Ramadhan ia harus berpuasa. Selanjutnya banyak melakukan kebaikan dengan puasa sunnah dan kebaikan lainnya agar kejelekan tadi dapat ditutupi.
Taubat tersebut harus dilakukan sebelum datang kematian atau sebelum matahari terbit dari sebelah Barat.
Sedang pendapat ulama lainnya menyatakan, bahwa selain bertaubat dengan banyak istighfar ia tetap melaksanakan qadla (mengganti puasa itu) sebanyak hari yang dia langgar.
Adapun orang yang meninggalkan puasa atau sengaja membatalkan puasa karena ada udzur syar’i seperti karena sakit, hamil, menyusui, bersafar dan dalam kondisi tersebut tidak mampu berpuasa, maka ia cukup mengqodha puasa di hari lainnya di saat ia mampu untuk berpuasa.
Demikianlah beberapa penjelasan mengenai pentingnya puasa Ramadhan dan konsekwensi bagi yang meninggalkannya. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk mampu melaksanakannya dengan baik. Amin
Tonton video Keistimewaan Ramadhan di sini