Hidayatullah.com–Selasa (24/07) sore selepas mengunjungi seorang ulama yang dipidana atas tuduhan kasus ‘terorisme’ di Mabes Polri, reporter media ini mencoba mengamati sentuhan riuh Ramadhan dalam perjalanan pulang menuju kantor redaksi.
Tepat pukul 17.30 WIB kami bertolak dari Mabes Polri di Jakarta Selatan. Rencananya kami ingin berbuka puasa di Islamic Center AQL Tebet. Tepat di pintu gerbang keluar Mabes Polri, senyum sapa petugas mewajibkan kami membalas senyuman tersebut.
Terlihat beberapa tumpukan nasi untuk persiapan berbuka puasa sudah mampir di pos jaga. Sejak Ashar di Mabes Polri jamaah shalat memang sangat ramai. Sekitar 12 shaf terbentuk khusyu. Seusai shalat Ashar itu beberapa polisi dan para karyawan yang bekerja di Mabes Polri melepas lelah dan ngobrol santai sesama mereka sambil menunggu waktu berbuka.
Dari Mabes Polri kami meluncur melewati Senayan Jakarta. Padat merapat mobil dan motor mulai menyemuti jalan raya. Tim motor reporter media ini terus berkelit di antara padatnya kendaraan yang merayap. Saat memasuki Jalan Casablanca, di pinggir jalan mulai terlihat riuh orang-orang kantoran mengitari meja-meja pedagang kaki lima.
Ada yang telah memesang juz, es kelapa muda, dan makanan minuman ringan lainnya. Terlihat obrolan begitu lugas, sesekali senyuman dan canda mewarnai.
Jalan Casablanca sendiri tidak terlalu padat saat kami masuk, namun mulai padat merayap ketika kami mulai ada di antara ITC Kuningan dan Hotel Marriot. Ditambah pembangunan jalan layang yang belum selesai menambah parah macet di sepanjang jalan ini.
“Sepertinya nggak sempat buka di Tebet nih,” ucap salah seorang tim Hidayatullah.
Dugaan itu benar, selepas dari ITC suara Adzan berkumandang. Motor kami tepat di tengah jalan padat dan merayap. Tak ada celah ke kiri maupun ke kanan. Namun dengan kesabaran dan kegesitan, tim motor reporter media ini bisa menepi.
Tak disangka di depan kami ada dua orang membawa kardus berisi kurma dan segelas air mineral. Satu dus berisi 3 butir kurma. Walau kami tidak kebagian air minum, namun Alhamdulillah jatah kurma gratis tetap kami dapat.
Mengharukan, seusai kami menggigit butir pertama kurma, serentak trotoar jalan penuh dengan kendaraan motor yang menepi. Mereka juga ikut berbuka puasa sejenak. Ada ibu-ibu yang mengeluarkan sebotol air minum, ada anak muda dan wanita yang berjalan ke arah seorang pedagang kelontongan untuk memesan softdrink. Lapar haus dahaga hilang seketika.
Jalan Casablanca yang menyambung ujung Tanah Abang hingga kota Bekasi ini memang selalu padat dengan arus orang pulang kerja di kisaran pukul 18.00.
Tiga butir kurma rasanya sudah cukup mengenyangkan, waktunya kami melanjutkan perjalanan untuk mengejar shalat maghrib di Tebet. Alhamdulillah, tak disangka jalan justru lancar setelah kami berbuka.
Kesabaran membuahkan hasil, dalam keistikamahan memang selalu ada penghiburan. Di Islamic Center AQL Teber ternyata tersedia es kelapa, gorengan, teh manis panas gratis. Kami pun menikmatinya.
Pada saat sedang menikmatinya, seorang rekan mulai membicarakan masalah Rohingya di Myanmar. Ah… seketika kalimat Alhamdulillah harus ditemani dengan Astaghfirullah. Tak bisa lapang kelezatan ini, setelah kami mengingat para pengungsi Rohingya, bahkan pengungsi Suriah di bulan Ramadhan ini.
Bergegas kami masuk ke shaf shalat Maghrib yang baru dimulai. Apalah artinya semua kelapangan jika kita lupa pada saudara-saudara muslim kita yang masih tertindas di belahan bumi yang lain. Menyelipkan doa untuk mereka di Rohingya, Suriah, Gaza, saudara-saudara muslim kami di Afghanistan, dan seluruh sisi bumi begitu indah menyempurnakan ibadah Ramadhan ini.
Dari Mabes Polri, kami melewati suasana berbuka para pengendara motor di Jalan Casablanca, dan mencumbu kewajiban lima waktu di Tebet. Kami pun bersiap shalat tarawih di Islamic Center yang itu diisi oleh Ustad Henri Sholahudin.
Tuntas semua terlewati hingga kami sampai kembali ke kantor redaksi di Cipinang Cempedak, lalu pulang ke rumah bercengkrama dengan keluarga. Insya Allah tak ada alasan untuk kami tidak bersyukur padamu ya Rabb.*