Perda Miras Hanya Memantapkan Peredaran Minuman Keras
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
PADA tanggal 12 Februari 1997 secara serempak dimuat di koran-koran tentang Keppres Miras (Keputusan Presiden No 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol). Dalam Keppres itu disebutkan, peredaran miras/ minuman keras kategori B dan C (lebih dari 5% alkoholnya) hanya di hotel, restoran, bar dan tempat tertentu.
Tempat tertentu ini akan ditentukan oleh Perda (peraturan daerah), sedang menurut petunjuk MUI (Majelis Ulama Indonesia), tempat tertentu itu adalah yang biasa dikunjungi warga asing.
Kala itu, Keppres Miras itu dinilai oleh Wagub DKI Idroes dan Ketua Umum Al-Irsyad Geys Ammar, pada dasarnya sama saja dengan Perda Miras yang dinilai kontroversial (Republika, 13/2/1997).
Perlu diketahui, umat Islam kompak memprotes Perda Miras di mana-mana beberapa waktu lalu, karena Perda Miras itu dinilai hanya untuk memantapkan peredaran minuman keras, dan menambah pendapatan daerah. Buktinya, yang dicantumkan sebagai pengawas dalam Perda Miras itu adalah Dinas Pendapatan Daerah, yang memang tugasnya mengumpulkan uang untuk Daerah.
Keppres tahun 1997 agak berbeda dengan Perda. Dalam Keppres, yang berhak menetapkan nilai cukai, bea masuk, dan pajak lain atas miras adalah Menteri Keuangan, sedangkan dalam Perda bisa juga Pemda mengutip pungutan atas miras.
Dengan demikian, arah Keppres itu sama juga dengan arah Perda Miras. Sedang essensi yang diinginkan umat Islam belum terpenuhi dalam Keppres, karena ternyata hanya mengatur masalah bea masuk, cukai dan pungutan lainnya. Adapun penunjukan penjualannya di hotel, bar, restoran, dan tempat-tempat tertentu itu tidak bisa diartikan mengurangi beredarnya miras, karena orang dapat saja dengan mudah beli miras ke bar, hotel, restoran dan lainnya untuk dibuat pesta minuman keras atau diminum sendiri di rumah pun bisa-bisa saja.
Yang diinginkan masyarakat adalah bebasnya negeri ini dari minuman beralkohol sebagaimana hal itu bisa ditempuh seperti di negeri jiran Brunei Darus Salam dan negara-negara lainnya seperti Saudi Arabia dan lainnya. Karena bahaya miras telah nyata di masyarakat.
Pembahasan miras secara nasional pernah juga dilakukan MUI. Bahkan pada seminar MUI tahun 1992-an, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dr. Kartono Mohammad menyatakan, sebenarnya sudah saatnya kita bebas dari alkohol, karena dalam obat-obatan pun alkohol itu bisa diganti dengan yang lain yang tidak haram.
Mudah-mudahan sekelumit kliping lama masalah Perda Miras ini bisa menjadi solusi terhadap masalah ini Miras yang sedang marak dibicarakan sekarang ini.
Semoga kita bisa membangun masyarakat yang lebih sehat dan terhindar dari makanan dan minuman yang merusak kesehatan bahkan memabukkan serta merusak akal dan jiwa.
Wassalam
Hartono Ahmad Jaiz