Hidayatullah.com–Jika ada waktu untuk berselancar di dunia maya, sempatkan melihat-lihat kehidupan para remaja Muslim di Eropa.
Remaja Muslim di Inggris Raya sepertinya memiliki kehidupan yang lebih adem ayem dibandingkan remaja Muslim Eropa lainnya.
Tidak sedikit hijab fashion, blogger yang berasal dari London. Tokoh Muslim juga bukan barang asing di dunia hiburan negeri Ratu Elizabeth II tersebut, seperti di serial TV Skins ataupun film Bend it Like Beckham.
Beberapa kali gadis-gadis berjilbab tertangkap kamera di antara kerumunan fans penyanyi idola yang konser di Inggris Raya, menyiratkan kehidupan mereka senormal kehidupan remaja di Indonesia.
Belum lagi sosok Zayn Malik, mantan personel One Direction yang menarik banyak fans hanya gara-gara agama di ID Card-nya.
Namun sebuah studi menunjukkan bahwa kehidupan mereka tidak senormal yang kita bayangkan.
Islamic Human Rights Commission (IHRC) mengungkap bahwa ‘atmosfer kebencian normal’ untuk para Muslim di Inggris Raya telah masuk ke tingkat ‘mengkhawatirkan.’
Organisasi advokasi ini telah melakukan studi terhadap kehidupan sehari-hari para Muslim Inggris, dan hasilnya, mereka menemukan peningkatan tajam jumlah penganiayaan verbal. Itu baru pada kasus-kasus yang dilaporkan. Terjadi juga kenaikan serangan secara fisik sejak survei yang sama dilakukan pada 2010.
Dari 1800 partisipan, hasil survei membuktikan bahwa antara 2010 dan 2014, jumlah orang yang menyaksikan tindakan islamophobia kepada orang lain naik dari 50% menjadi 82%.
Pada periode yang sama, jumlah orang yang menyatakan mereka melihat negatif stereotype tentang Islam dan Muslim meningkat tajam dari 69% menjadi 93,3%, menunjukkan bahwa pengalaman tersebut hampir secara universal diterima oleh seluruh Muslim.
Temuan kunci lainnya adalah lebih dari 50% peserta yang disurvei di daerah-daerah yang didiami banyak Muslim percaya bahwa para politikus dengan mudahnya mengampuni tindakan-tindakan diskriminasi terhadap Muslim. Atas dasar temuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa islamophobia telah berevolusi menjadi sebuah bentuk diskriminasi terhadap sekelompok orang yang dianggap lumrah. Maksudnya, diskriminasi terhadap Islam menjadi hal yang biasa saja.
Menurut Al Jazeera, laporan lengkapnya menggarisbawahi kasus-kasus khusus islamophobia, termasuk seorang turis asal Kuwait yang ditahan dan diinterogasi atas tuduhan tindakan terorisme hanya gara-gara mengambil selfie di depan sebuah pusat perbelanjaan.
Seorang wanita yang bekerja mengurus anak-anak autis dilarang memakai hijab selama bekerja karena para orang tua merasa tidak aman meninggalkan anak mereka dibawah pengawasannya.
Kepala peneliti di IHRC, Arzu Merali, menjelaskan bagaimana masyarakat Inggris sekarang hidup dengan sebuah konsep mitos dimana mereka mengabaikan rasisme struktural.
Wanita tersebut menambahkan, “Jika retorika ini terus berlanjut, kami tidak akan tinggal diam. Atmosfer kebencian yang tercipta karena dunia politik dan media, termasuk Undang-Undang Keamanan dan Anti Terorisme tahun 2015, bekerjasama untuk menciptakan lingkungan penuh kebencian terhadap Islam, yang menimbulkan tindakan-tindakan negatif terjadi. Penelitian ini menunjukkan bahwa di Inggris Raya, insiden-insiden tersebut jumlahnya meningkat dalam 5 tahun terakhir,” ujarnya dikutip www.independent.co.uk (BERSAMBUNG)