Oleh: Hanaa Hasan
SECARA tiba-tiba muncul pada minggu ini berita bahwa Arab Saudi telah mengakhiri larangan menyetir bagi wanita. Para wanita di seluruh penjuru Kerajaan merayakan ketika Raja Salman Bin Abdulaziz meminta agar surat izin segera dicetak sebagai persiapan bagi para pengendara wanita pertama yang turun ke jalan pada Juni tahun depan.
Undang-undang yang telah lama dikritik, larangan menyetir merupakan sebuah masalah yang wanita Saudi telah kampanyekan selama berdekade-dekade, banyak dari mereka menghadapi hukuman penjara karena aktivisme mereka. Kerajaan Arab Saudi merupakan negara terakhir di dunia yang menghalangi wanita untuk menyetir, sehingga memaksa banyak wanita bergatung pada saudara-saudara lelakinya atau sopir.
Pemerintah dan media internasional telah mendeklarasikan bahwa ini merupakan sebuah langkah maju dan kemenangan bagi hak-hak wanita. Tetapi bagi banyak orang, termasuk pendiri dan juru bicara kelompok hak asasi manusia Saudi, Citizen’s Without Restrictions, masih banyak pertanyaan yang tersisa.
“Kami benar-benar ingin memahami bagaimana keputusan ini dibuat, mengapa mereka melarangnya dan bagaimana mereka memperbolehkannya sekarang? Bagaimana ini bisa terjadi? Kami berhak tahu.”
Baca: Raja Salman Keluarkan Keputusan yang Izinkan Perempuan Menyetir
Dalam menilai alasan dari keputusan tiba-tiba ini, tidaklah mungkin mengabaikan konteks yang telah diambilnya. Beberapa bulan terakhir ini telah terlihat perubahan besar di Kerajaan Saudi (KSA), dari naiknya secara mendadak Mohammad Bin Salman ke posisi putra mahkota pada musim panas ini, hingga penangkapan massal ulama yang semakin banyak terjadi di negara itu. Langkah terbaru pemerintah tersebut merupakan bukti dari arah politik lebih luas dimana negara itu tampaknya berubah, tetapi tidak seperti banyak orang harapkan, kemungkinan tidak membawa perubahan yang signifikan.
Kesempatan ekonomi
Banyak yang telah menyebutkan tangan Putra Mahkota Mohammad lah yang membalikkan larangan itu dan ini tampaknya sesuai dengan tindakannya sejak dia menggantikan sepupunya sebagai pewaris tahta pada Juni.
Putra Mahkota yang dianggap lebih muda dan lebih dinamis telah mendorong perkembangan ekonomi di garis depan agenda Saudi, dengan rencana Visi 2030-nya yang menganjurkan diversikfikasi dari minyak, liberalisasi ekonomi dan pengembangan industri-industri seperti pariwisata.
Meskipun begitu, banyak warga yang sedang berjuang dengan tinggi biaya, menyusutnya kesejahteraan negara dan langkah-langkah penghematan yang menyebabkan kesengsaraan bagi banyak orang. Bisnis berukuran sedang dan kecil juga menderita karena harga air dan listrik naik, serta pajak-pajak yang ditimpakan pemerintah.
Situasi seperti itu dapat diperbaiki dengan pemberian petrodollar pada para penduduk sebagai dana bantuan, namun semakin berkurangnya pilihan disebabkan semakin berkurangnya harga minyak telah memaksa pemerintah untuk memikirkan ulang ekonomi masa depannya di luar industri perminyakan. Sebagai penghasil terbesar minyak, masa depan negara itu terlihat lemah di saat dunia menengok listrik dan sumberdaya energi yang dapat diperbaharui; sebuah sentimen juga terlihat dalam pengumuman bahwa perusahaan milik negara Aramco akan go public (penawaran saham) pada tahun depan.
Di tengah ketidakpastian tersebut, memperbolehkan wanita menyetir menghadirkan sebuah kesempatan ekonomi yang besar.
Pertama-tama hal itu akan menyelamatkan uang negara yang para supir ekspatriat kirim ke negara-negara asal mereka. Tujuan Pangeran Mohammad untuk meningkatkan partisipasi pekerja wanita dari 22 persen menjadi 30 persen juga semestinya akan mempermudah wanita berpendidikan tinggi mengendalikan kemampuan mereka dalam bepergian dan akan memberi mereka akses yang lebih besar pada ekonomis sebagai konsumen.
Baca: Berapa Riyal Dihemat Saudi Setelah Kepulangan Sopir Asing?
Pencabutan larangan itu juga akan memperbaiki citra Arab Saudi di mata dunia, sehingga meningkatkan investasi asing.
Tingkat politik
Negara terbesar dan berpopulasi paling banyak itu juga terlibat dalam banyak kontroversi politik. Blokadenya baru-baru ini atas Qatar karena tuduhan bahwa negara kecil Teluk itu mendukung terorisme merupakan sebuah langkah yang banyak orang rasa ironis mengingat adanya hubungan sejarah antara pendanaan Saudi dan kelompok ekstrimis. Namun tidak ada tanda—tanda blokade akan berakhir, atau bertekuk lututnya Qatar, strategi Saudi untuk meningkatkan posisinya di wilayah Timur Tengah tampaknya sedang menemui jalan buntu. Di saat yang sama, kebebasan berpendapat di negara itu telah, jika mungkin, menerima pukulan yang lebih besar, yaitu siapapun yang menyatakan mendukung atau bersimpati pada posisi Qatar akan menerima hukuman penjara.* >>> klik (BERSAMBUNG)