BEBERAPA hari terakhir, istilah “waliijah” cukup laris dibahas Hidayatullah, setelah Pimpinan Umum KH Abdurrahman Muhammad mempopulerkannya dalam salah satu tausiyah di arena Munas IV di Kampus Gunung Tembak.
Apa makna istilah ini?
Makna asli kata ini adalah “masuknya sesuatu”, lebih tepatnya:
إِدْخَالُ شَيْءٍ إِلَى غَيْرِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ — أو: كُلُّ شَيْءٍ أَوْلَجْتَهُ فِيْهِ وَلَيْسَ مِنْهُ
Artinya: “memasukkan sesuatu kepada sesuatu yang lain yang sebenarnya bukan bagian darinya.” Atau “segala sesuatu yang kau masukkan (kepada yang lain) padahal bukan bagian darinya.”
Ada beberapa istilah dalam Bahasa Arab yang bisa memberi gambaran imajinatif atas pengertian awal dari kata ini.
Misalnya, kandang kijang yang dimasuki serigala dan hewan buas lainnya disebut “taulaj” (تولج ) atau “daulaj” ( دولج ). Bila seorang ayah memasukkan hartanya ke dalam milik anaknya semasa hidupnya, disebut “taulij” ( توليج ), sehingga orang lain tidak berani dan berhenti meminta kepadanya. Rasa sakit/nyeri yang bersarang di dalam tubuh disebut “walijah” ( ولجة ). Gua atau tempat bernaung yang dimasuki orang yang kehujanan di tengah jalan disebut “walajah” ( ولجة ). Tanah atau lembah yang tidak terlihat dan tersembunyi disebut “wilaj” ( ولاج ). Hewan-hewan buas yang suka masuk ke persembunyiannya di siang hari dan berkeliaran di malam hari, seperti ular dan serigala, disebut “waalijah” ( والجة ). Orang yang berada di tengah suatu kaum padahal ia bukan bagian dari mereka disebut “waliijah” ( وليجة ).
Dalam bahasa Indonesia, makna-makna ini lebih dekat kepada pengertian “menyusup”, bukan masuk secara normal dan biasa. Di dalam Al-Quran, kata ini muncul dalam berbagai derivat. Maknanya mengarah pada arti “menyusup” itu, yakni sesuatu dari “luar” yang memasuki lainnya lalu bercampur sehingga menyatu dan tidak bisa dibedakan.
Malam dan siang kadang memendek atau memanjang, sementara jumlah jam dalam sehari-semalam sebenarnya tetap. Ini karena ada sebagian dari waktu malam yang menyusup masuk ke dalam waktu siang, atau sebaliknya. Redaksi yang digunakan sungguh tepat:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَأَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Luqman: 29)
Ada banyak yang serupa di tempat lain, misalnya surah al-Hajj: 61, Fathir: 13, al-Hadid: 6, Ali Imran: 27. Atau, dalam bentuk lain, misalnya surah al-A’raf: 40, Saba’: 2, al-Hadid: 4.
Kata “waliijah” sendiri muncul satu kali dalam Al-Quran, yaitu:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS at-Taubah: 16).
Konteks asli ayat ini bicara tentang orang muslim yang “menyusupkan” orang kafir sebagai teman dekat, membawa mereka memasuki masyarakat Madinah dan melundunginya. Menurut sebagian mufassirin, yang ditegur oleh ayat ini adalah kaum munafiqin. Surah at-Taubah ini Madaniyah, dan berkali-kali menegur keras kaum plin-plan yang tidak serius dalam beriman dan berjamaah ini. Jelas saja, Allah tidak akan membiarkan kondisi seperti itu, sampai masyarakat muslim bersih.
“Waliijah” adalah orang-orang yang bisa masuk kepada kita dan boleh mengetahui rahasia-rahasia kita. Ia orang lain, bukan istri atau kerabat dekat, akan tetapi punya status khusus dan kita tidak keberatan jika ia mengerti “jerohan” kita. Ia paham “urusan dapur” kita, seperti seperti penyusup yang memasuki rumah kita diam-diam dan mencuri rahasia kita. Wallahu a’lam.*/Alimin Mukhtar, pengasuh PP Arrahmah Hidayatullah Malang