Esensinya kemitraan (Asy-syirkah) didasarkan pada keinginan mencari keuntungan bersama, diwujudkan dengan akad (kontrak) yang disepakati dengan pertimbangan mashlahah
Hidayatullah.com | ASY-SYIRKAH (kemitrausahaan), adalah sesuatu yang lazim dilakukan oleh para pelaku bisnis. Esensinya semua pola kemitraan itu didasarkan pada keinginan untuk mencari keuntungan bersama, yang oleh karenanya selalu diwujudkan dengan akad (kontrak) yang disepakati dengan pertimbangan mashlahah dan mengantisipasi terjadinya zhulm (kezaliman).
Berdasarkan hadis-hadis Nabi ﷺ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
“Dari Abu Hurairah r.a.katanya: Rasulullah ﷺ pernah bersabda Allah telah berfirman: “Aku menemani dua orang yang bermitrausaha selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Bila salah seorang berkhianat, maka Aku akan keluar dari kemitrausahaan mereka.”(HR: Abu Dawud dari Abu Hurairah, Subûl al-Salâm, Hadis Nomor: 902)
Penjelasan dan Istinbath Hukum
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk bermitrausaha modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Jenis-jenis Syirkah
Pada prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu Syirkah Amlâk (kepemilikan) dan Syirkah ‘Uqûd (terjadi karena kontrak).
Syirkah Amlâk (kepemilikan) ini ada dua macam yaitu ikhtiyâri dan jabbâri. Ikhtiyâri terjadi karena karena kehendak dua orang atau lebih untuk bermitrausaha sedangkan jabbâri terjadi karena kedua orang atau lebih tidak dapat mengelak untuk bermitrausaha, misalnya dalam pewarisan.
Sedangkan Syirkah ‘Uqûd adalah kemitrausahaan yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih untuk bermitrausaha modal, kerja atau keahlian dan jika kemitrausahaannya itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing.
Syirkah ‘Uqûd ini memiliki banyak variasi yaitu Syirkah ‘Inân, Mufâwadhah, Abdân, Wujûh dan Mudhârabah.
Rukun Syirkah
Menurut Madzhab Hanafi hanya ada dua rukun dalam syirkah yaitu Ijâb dan Qabûl.
1. Syirkah ‘Inan
‘Inan artinya sama dalam menyetorkan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan suatu akad di mana dua orang atau lebih bermitrausaha dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan.
Hukum jenis syirkah ini merupakan titik kesepakatan di kalangan para faqih. Demikan juga syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktikkan kaum Muslimin di sepanjang sejarahnya.
Hal ini disebabkan karena bentuk kemitrausahaan ini lebih mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari mitra dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain.
Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntungan pun dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan mereka bahkan diperbolehkan salah seorang dari mitra memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan dari yang lain.
Adapun kerugian harus dibagi menurut perbandingan saham yang dimiliki oleh masing-masing mitra.
2. Syirkah Mufawadhah
Mufawadhah artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan syirkah mufawadhah karena modal yang disetor para mitra dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau proporsional.
Jadi syirkah mufawadhah merupakan suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing mitra saling menaggung satu dengan lainnya dalam hak dan kewajiban.
Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan satu mitra memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi dari para mitra lainnya. Yang perlu diperhatian dalam syirkah ini adalah persamaan dalam segala hal di antara masing-masing mitra.
3. Syirkah Wujuh
Syirkah ini dibentuk tanpa modal dari para mitra. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang diraihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga.
Syirkah ini terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini kemudian dibagi menurut persyaratan yang telah disepakati antara mereka.
4. Syirkah Abdan (A’mal)
Syirkah ini dibentuk oleh beberapa orang dengan modal profesi dan keahlian masing-masing. Profesi dan keahlian ini bisa sama dan bisa juga berbeda. Misalnya satu pihak tukang cukur dan pihak lainnya tukang jahit.
Mereka menyewa satu tempat untuk perniagaannya dan bila mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di antara mereka. Syirkah ini dinamakan juga dengan syirkah shanâ’i atau taqâbul.
Syarat-syarat Umum Syirkah
1. Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering kali satu mitra mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan gesit.
2. Keuntungan yang didapat nanti dari hasil usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing mitra harus mengetahui saham keuntungannya seperti 10 % atau 20 %, misalnya.
3. Keuntungan harus disebar kepada semua mitra.
Syarat-syarat Khusus
- Modal yang disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih berupa utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau beli. Tidak disyaratkan modal yang disetor oleh para mitra itu dicampur satu sama lain. Karena syirkah ini dapat diwujudkan dengan akad dan bukan dengan modal.
- Modal harus berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak bergerak atau barang. Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran sehingga akan menimbulkan persengketaan di kemudian hari karena keuntungan yang dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor akibat sulitnya dinilai.
Persoalan Syirkah ‘Inan
- Persyaratan kerja fisik. Dalam Syirkah ‘Inan dibolehkan masing-masing mitra untuk menyepakati persyaratan bahwa masing-masing harus ikut kerja atau salah satu saja yang bekerja.
- Pembagian keuntungan. Keuntungan yang diraih bisa dibagi sama rata atau ada yang lebih tinggi. Sedangkan kerugian yang terjadi harus dibagi menurut kadar saham yang disetor oleh masing-masing mitra.
- Hilangnya modal syirkah . Jika modal syirkah ini hancur sebagian atau seluruhnya sebelum pembelian dan sebelum dicampur, maka syirkah ini menjadi batal.
- Menjalankan modal syirkah . Masing-masing mitra berhak untuk menjalankan modal perusahaan karena keduanya telah sepakat untuk bermitrausaha sehingga menimbulkan pengertian sudah ada izin dari masing-masing untuk menjalankan perusahaannya. Ini juga disebabkan karena syirkah pada hakikatnya mengandung pengertian perwakilan sehingga masing-masing pihak bisa saling mewakilkan dan/atau mewakili.
Pada dasarnya asy–Syirkah (kemitrausahaan) adalah perbuatan yang “mubâh”, selaras dengan kaedah yang disepakati oleh para ulama mengenai masalah mu’amalah. Tetapi, karena adanya anjuran dari Rasulullah s.a.w. dan juga artipentingnya dalam dunia bisnis dalam rangka memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi para pelaku bisnis dan masyarakat, maka para ulama memandang bahwa asy–Syirkah (kemitrausahaan) ini dapat dipandang sebagai sesuatu yang benilai “sunnah”. Dan bahkan, dalam situasi dan kondisi tertentu, di mana asy-Syirkah (kemitrausahaan) ini menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan dalam rangka memperoleh sesuatu yang “wajib” atau menghilangkan sesuatu yang “haram” dalam dunia perniagaan, pada saat tertentu asy–Syirkah (kemitrausahaan)ini bisa dipandang sebagai sesuatu yang benilai “wajib”.
Sementara itu, ketika terjadi pengkhianatan oleh salah satu dari pelaku asy–Syirkah (kemitrausahaan) yang berpotensi atau bahkan berakibat adanya zhulm (kezaliman), yang antara lain “terjadinya” kerugian pada salah satu pihak yang bermitra, maka hukum mubâhnya bisa berubah menjadi “makruh” atau bahkan “haram”.
Cara berpikir yang bertama yang mengandaikan hukum mubahnya asy–Syirkah (kemitrausahaan) berdasarkan teks hadis tersebut di atas disebut dengan “ijtihâd bayâni”, sedang cara berpikir yang kedua (yang pada akhirnya mengubah pandangan mengenai status mubahnya asy–Syirkah menjadi berstatus hukum berbeda) seperti inilah yang sering dikatakan oleh para ulama fikih dengan sebutan “ijtihâd ta’lîli”, yaitu berpikir dengan dengan mendasarkan pada ‘illah”.*/Muhsin Haryanto, pengajar di FAI-UMY dan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
Zaman Revolusi Media | Media lemah, da’wah lemah, ummat ikut lemah. Media kuat, da’wah kuat dan ummat ikut kuat
Langkah Nyata | Waqafkan sebagian harta kita untuk media, demi menjernihkan akal dan hati manusia
Yuk Ikut.. Waqaf Dakwah Media
Rekening Waqaf Media Hidayatullah:
BCA 128072.0000 Yayasan Baitul Maal Hidayatullah
BSI (Kode 451) 717.8181.879 Dompet Dakwah Media