MERUJUK ke bahasa Arab, asalnya, kata hikmah punya beberapa arti (lafazh musytarak). Dalam Lisan al-Arab, Ibn Manzhur menyebut hikmah itu al-qadha, artinya memutuskan.
Sedang di al-Mu’jam al-Wasîth, hikmah berasal dari kata hakama, bermakna melarang atau menghalangi (mana’a). Hukum itu dikatakan tegak jika menghalangi seseorang berbuat kezhaliman.
Selanjutnya, hikmah juga bermaksud adil dalam memutuskan sesuatu. Hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya (Mu’jam Taj al-Arus).
Dalam Mafhum al-Hikmah fi al-Da’wah, Dr. Shaleh ibn Abdullah ibn Humaid menjelaskan, kata al-hikmah berasal dari kata al-hakamah. Yaitu tali kekang binatang yang dengannya orang bisa mengendalikan hewannya sesuai dengan keinginannya. Diharapkan, dengan hikmah, orang itu bisa terkendali dari akhlak-akhlak yang tidak terpuji.
Hikmah dalam al-Qur’an
Kata hikmah juga didapati dalam al-Qur’an. Sebut misalnya, “Dan yang telah diturunkan kepada kalian dari kitab dan hikmah untuk memberikan nasihat dan pengajaran kepadamu,” (QS. Al-Baqarah [2]: 231). Hikmah di sini bermakna nasihat, seperti dikatakan ar-Razi mengutip pendapat al-Muqatil. (Tafsir Mafatih al-Ghaib).
Hikmah juga bermakna pemahaman. Seperti ditunjukkan dalam ayat: “Dan Kami memberikan al-hikmah (pemahaman) kepadanya (Yahya) ketika dia masih kecil.” (QS. Maryam [19]: 12). Ibn Katsir menerangkan bahwa Kami memberikan kepada Yahya pemahaman, ilmu, kesungguhan memenuhi panggilan kebaikan dan konsisten atasnya (Tafsir al-Qur’an al-Azhim).
Makna hikmah selanjutnya adalah pengetahuan. Allah berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmah (ilmu dan pemahaman) serta kenabian.” (QS. Al-An’am [6]: 89). Prof. Wahbah az-Zuhaili mengatakan, al-hukma dalam ayat tersebut berarti ilmu yang bermanfaat dan pemahaman terhadap agama. (Tafsir al-Munir).
Hikmah juga bisa bermaksud kenabian (nubuwah). Firman Allah: “Sungguh Kami telah memberikan kitab dan hikmah (kenabian) kepada keluarga Ibrahim.” (QS. An-Nisa [4]: 54). Mufassir Abdurrahman as-Sa’di menerangkan bahwa Allah memberikan nikmat kenabian dan kitab kepada Ibrahim dan keturunannya. (Tafsir Karim ar-Rahman fi Kalam al-Mannan).
Makna yang sama terdapat dalam QS. Shad [38]: 20. Allah berfirman: “Dan kami berikan hikmah (kenabian) kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan.” Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, hikmah artinya adalah kenabian dan ketepatan dalam segala perkara.
Makna berikut bisa dilihat di ayat yang lain. Allah berfirman: “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar) dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl [16]: 125).
Terakhir, kata hikmah juga terdapat pada ayat: “Dia memberikan hikmah (kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syari’at Islam) kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah [2]: 269).
Dalam Tesis berjudul “Konsep Pendidikan Hikmah dalam al-Qur’an, UIKA Bogor 2016” Abd. Hafidh menyebut setidaknya ada 11 makna hikmah yang beririsan dalam al-Qur’an.
Pertama; kenabian dan kerasulan (an-nubuwah wa ar-risâlah),kedua; tafsir (takwil) al-Qur’an (tafsir al-Qur’an wa ta’wiluhu), ketiga; memahami rahasia dan detail-detail syariat Islam (al-ilm wa fahm ad-daqa’iq wa al-fiqh fi ad-din), keempat; mengetahui kebenaran dan mengamalkannya (ma’rifatu al-haq wa al-amalu bihi), kelima; amal shalih (al-amal al-shalih), keenam; menghalangi kezhaliman (man’u azh-zhulm), ketujuh; nasihat dan peringatan (al-wa’zhu wa at-tazkir), kedelapan; ayat-ayat al-Qur’an, perintah-perintah dan larangan-larangannya (ayat al-Qur’an wa awamiruhu wa nawahihi), kesembilan, kemampuan akal memahami hukum-hukum syari’ah (hujjatu al-aql ala wifqi ahkam al-syari’ah), kesepuluh; meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya (wadh’u asy-syai’ fi maudhi’ihi), kesebelas; mengerjakan apa yang semestinya dikerjakan, di saat dan momen yang tepat.*