Hidayatullah.comāPepatah mengatakan pagar makan tanaman. Inilah yang nampaknya terjadi pada otoritas India kepada kaum Muslim saat ini.
Di saat rakyat India memerangi kebangkitan nasionalisme Hindu, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi, warisan para penguasa Muslimnya juga diserang.
Partai Bharatiya Janata (BJP) yang menguasai pemerintah telah menghapus nama dan kontribusi raja-raja Muslim dari buku teks sekolah, jalan dan peristiwa penting. Kelompok nasionalis Hindu, seperti BJP dan mentor ideologinya Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), membenci Kekaisaran Mughal dan para pendahulu Muslimnya, menganggap mereka sebagai kekuatan invasif yang āmendudukiā apa yang dulunya adalah sekelompok negara mewah, dikenal sebagai India, selama berabad-abad.
Partai Nasionalis Hindu selalu menjajakan dan memeras narasi-narasi menyimpang itu untuk keuntungan politik. Untuk menggunakannya sebagai alat politik yang menguntungkan, organisasi fanatik dan sayap kanan Hindu berhasil mendorong doktrin di kalangan umat Hindu bahwa penguasa Muslim adalah penghancur kuil.
Namun, peninjauan lebih dalam sejarah India pra-kolonial, mengungkapkan para penguasa Muslim sebenarnya membangun beberapa tempat ibadah untuk penganut Hindu. Mereka tidak hanya berkontribusi dalam pembangunan kuil-kuil Hindu penting, tetapi juga mengawasi pemeliharaan pusat ziarah Hindu seperti Ayodhya, Mathura dan Vrindavan.
Abul Fath Jalal-ud-din Muhammad Akbar, juga dikenal sebagai Akbar Agung, kaisar ketiga Kekaisaran Mughal, mendapatkan reputasi sebagai penguasa yang adil di India abad ke-16. Kaisar Akbar memperbesar dan mengatur hibah ke kuil-kuil dan pelayan kuil di wilayah Mathura dengan farmaan (perintah)nya, tertanggal 27 Agustus 1598 dan 11 September 1598, di Vrindavan, Mathura dan sekitarnya.
Putranya Jahangir melanjutkan tradisi mendukung keragaman beragama India dengan menaikkan jumlah dana hibah yang disetujui oleh ayahnya. Dia menambahkan setidaknya dua kuil ke dalam daftar tiga puluh lima kuil yang didukung oleh hibah Akbar tahun 1598.
Demikian pula, Raja Mughal lainnya, Jahangir, memberikan 121 bighas, atau 30 hektar tanah, kepada lima keluarga sevak (penjaga) kuil. Pada 1620, dia juga mengunjungi kuil Vrindavan. Menurut catatan sejarah, diketahui juga bahwa setiap kali pendeta kuil memiliki masalah, mereka mendekati penguasa Mughal atau pejabat senior mereka. Dalam kebanyakan kasus, otoritas Mughal mengambil tindakan tepat waktu untuk mengatasi masalah apa pun.
Gubernur Awadh, yang memerintah negara bagian Awadh, yang menjadi Oudh di India utara selama abad ke-18 dan ke-19, memberikan beberapa hibah ke kuil-kuil Ayodhya dan memberikan mereka perlindungan dengan cara lain, kutip TRT World.
Gubernur Safdarjung membangun beberapa kuil di Ayodhya dan berkontribusi untuk perbaikan kuil lainnya. Penerusnya, Shuja-ud-Daula, menghadiahkan lebih dari 20 hektar tanah untuk pembangunan Hanumangarhi, salah satu kuil Hindu paling penting. Menurut Mahant Gyan Das, kepala pandit (pendeta Hindu) Hanumangarhi, kuil itu dibangun pada 1774 setelah seorang pandit Hindu mengunjungi Shuja-ud-Daula yang sakit dan membantunya pulih dari penyakit.
Sesuai dokumen yang tersedia di kuil-kuil terkenal di Chitrakut, Varanasi, Ujjain, Allahabad dan lokasi lainnya, dana tersebut diberikan oleh para penguasa Muslim untuk memberikan dukungan.
Aurangzeb: seorang tiran atau penguasa yang adil?
Raja Mughal Aurangzeb, yang dihina oleh partai-partai sayap kanan karena menindas penganut Hindu ā ini termasuk partai BJP ā juga melindungi kuil-kuil Hindu, menurut sejarawan Amerika Audrey Truschke yang telah banyak menulis tentang India di era Mughal.
Menurut sejarawan India, Pradeep Kesherwani, Aurangzeb memberikan “dana besar” untuk pembangunan kuil Someshwar Mahadev di wilayah Sangam di Arail. Kesherwani mengatakan bahwa beberapa kuil lain, seperti kuil Mahakaleshwar di Ujjain, kuil Balaji di Chitrakoot, kuil Umanand Guwhati, kuil Jain di Saranjay dan beberapa kuil lain di India selatan, memiliki kisah serupa yang menunjukkan bahwa para penguasa Muslim membangun dan menawarkan dukungan pelestarian tempat ibadah Hindu.
Akbar yang Agung, yang mendapatkan penghargaan karena mendorong persaudaraan antara komunitas Hindu dan Muslim di India, menerjemahkan literature berbahasa Hindi dan juga berpartisipasi dalam festival Hindu di Fatehpur Sikri, yang dirancang dengan gaya Persia. Akbar membangun sebuah kuil di sana dan menampung para intelektual dari berbagai agama, termasuk Hindu, Kristen, Zoroastrian, dan juga Muslim. Akbar juga mengizinkan para Yesuit untuk membangun gereja di Agra dan memulai departemen penerjemahan untuk menerjemahkan Ramayana, Mahabharata dan Alkitab ke dalam bahasa Persia.
Sedangkan untuk kerajaan Dekkan, Raja abad ke-16, Adil Shah, juga mendirikan perpustakaan besar dan menunjuk seorang intelektual Sanskerta, Vaman Pandit, sebagai kepalanya. Seorang pemimpin yang terampil, seniman, penyair, dan pelindung seni yang dermawan, Adil Shah memberikan penghormatan kepada Saraswati, Dewi Pembelajaran Hindu, dalam lagu-lagunya. Dia membangun kuil kecil di dekat istananya di Bijapur dan menempatkan paduka (alas kaki) milik dewi di sana.
Pada abad ke-15, di kerajaan tetangga India, Kashmir, Raja Zain-ul-Abidin (Zainul Abidin, Red) membangun kuil, berpartisipasi dalam festival Hindu dan mengirim utusan untuk memanggil umat Hindu yang telah meninggalkan wilayah tersebut. Zain-ul-Abidin adalah seorang cendekiawan yang mahir bahasa Sanskerta dan dia memainkan peran penting dalam menerjemahkan sebagian Upnishad ke dalam bahasa Persia.
Juga di Benggala, Raja Pathan, seperti Sultan Nazir Shah dan Sultan Hussain Shah, mengikuti kebijakan serupa dan mengatur penerjemahan Mahabharata dan Bhagwat Puran ke dalam bahasa Bengali.*