Di masa Abbadiyah ilmu berkembang, lembaga pendidikan tumbuh, didirikanlah perpustakaan dan observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah
Hidayatullah.com | PADA masa Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat pesat sehingga anak-anak dan orang dewasa berlomba-lomba menuntut ilmu serta melawat ke pusat-pusat pendidikan.
Mereka rela meninggalkan kampung halaman demi menambah cakrawala pengetahuan. Salah satu indikator berkembangnya pendidikan dan pengajaran pada waktu itu adalah berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Dalam catatan sejarah, sebelum munculnya lembaga pendidikan formal, masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan selain tempat beribadah. Masjid-masjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas pendidikan, antara lain tempat pendidikan anak-anak, tempat pengajian yang terdiri dari kelompok-kelompok (halaqah), tempat diskusi dan munazharah, serta ruang perpustakaan yang berisi buku-buku dari beraneka ilmu pengetahuan.
Selain masjid, telah berkembang pula lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya baik yang bersifat formal maupun non-formal. Pada masa itu, keberadaan lembaga-lembaga tersebut menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Di antara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar
Sewaktu agama Islam hadir, sebagian sahabat ternyata memiliki kecakapan dalam menulis dan membaca. Budaya “tulis baca” ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam.
Hal ini memegang peranan penting dalam ranah sosial dan politik. Hal ini dikarenakan, sejak dahulu kala, pengajaran Al-Quran telah memerlukan kompetensi tulis baca. Atas dasar inilah, kuttab sebagai tempat belajar, terutama bagi anak-anak berkembang dengan pesat.
Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan rendah di istana muncul berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan harus mampu menyiapkan anak didik dalam melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Berdasarkan pemikiran tersebut, khalifah, keluarganya, serta para pembesar istana lainnya berusaha menyiapkan pendidikan rendah ini agar anak-anak mereka sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang bakal diembannya di kemudian hari. (Zuhairini, 2004: 92).
Toko Kitab
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang semakin pesat diikuti dengan penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Maka berdirilah toko-toko kitab.
Pada mulanya toko-toko tersebut berfungsi sebagai tempat jual beli kitab-kitab yang ditulis dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Orang-orang membelinya dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapa saja yang berminat mempelajarinya.
Rumah Ulama
Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Pelaksanaan kegiatan belajar di rumah pernah terjadi pada awal permulaan Islam, Rasulullah ﷺ misalnya pernah menggunakan rumah al-Arqam (Darul-Arqam) bin Abi al-Arqam sebagai tempat belajar dan mengajar tentang dasar-dasar agama yang baru serta membacakan ayat-ayat Al-Quran yang di turunkan. Di antara rumah-rumah para ulama pada masa Abbasiyah yang digunakan sebagai lembaga pendidikan, rumah yang sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibn Sina; sebagian ada yang membaca kitab al-Syifa’ dan sebagian lain membaca kitab al-Qanun. (Abuddin Nata, 2011: 156-157).
Majelis atau Saloon Kesusasteraan
Majelis atau saloon kesusasteraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Khususnya pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa, karena sang khalifah adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas serta aktif di dalamnya.
Pada masa inilah sering diadakan perlombaan para penyair, perdebatan antara fukaha dan sayembara pakar kesenian dan pujangga. (Suwito, 2008: 103).

Baadiyah
Baadiyah adalah dusun-dusun tempat tinggal orang-orang Arab yang tetap mempertahankan keaslian (Badui) dan kemurnian bahasa Arab, bahkan sangat memperhatikan kefasihan berbahasa dengan memelihara kaidah-kaidah bahasanya. Baadiyah merupakan sumber bahasa Arab asli dan murni.
Oleh karena itu, para khalifah biasanya mengirimkan anak-anaknya ke sana guna mempelajari sastra Arab langsung dari sumbernya yang asli. Banyak ulama serta ahli ilmu pengetahuan lainnnya yang pergi ke baadiyah dengan tujuan mempelajari bahasa dan kesusasteraan Arab. Baadiyah menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra Arab dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam.
Rumah Sakit
Demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, para khalifah dan pembesar-pembesar negara pada masa ini banyak mendirikan rumah sakit. Selain tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan serta tempat mengadakan berbagai penelitian dan percobaan (praktikum) dalam bidang kedokteran dan obat-obatan, sehingga berkembanglah ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau farmasi. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. (Zuhairini, 2004: 97).
Perpustakaan dan Observatorium
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah, didirikanlah perpustakaan dan observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Di lembaga ini, para penuntut ilmu diberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Tempat-tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar-mengajar dalam arti yang luas, yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umumnya dipahami. Melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa (student centris), seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil bekerja (learning by doing), dan inquiry (penemuan). (Abuddin Nata, 2011: 161). Kegiatan belajar yang demikian ini dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan juga di lembaga-lembaga pusat kajian ilmiah.
Madrasah
Madrasah muncul pada masa Dinasti Abbasiyah sebagai kelanjutan dari pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di masjid-masjid dan tempat lainnya. Kehadirannya menunjukkan bahwa selain minat masyarakat yang semakin meningkat untuk mempelajari ilmu pengetahuan juga semakin berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Tak heran jika ketika itu diperlukan guru yang lebih banyak, sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi yang lebih teratur. Untuk menyelesaikan semua keperluan ini dibutuhkan suatu lembaga yang bersifat formal, yaitu madrasah.*