Hidayatullah.com—Jumlah penduduk Muslim telah mengalami peningkat sedikit di Myanmar selama tiga dekade terakhir, demikian kata pemerintah hari Kamis. Meskipun demikian, tidak jelas apakah berita ini dapat menenangkan mayoritas Buddha dengan kabar peningkatan ini, demikian kutip Nikkei Asian Review.
Sebagaimana diketahui, sensus tahun 2014 menunjukkan Muslim menyumbang 4,3% dari populasi penduduk Myanmar, naik hanya sedikit dari 3,9% dari hitungan tahun 1983. Jumlah populasi warga Myanmar lebih dari 50 juta jiwa.
Dengan demikian, masyarakat muslim hanyalah lebih dua persen dari jumlah keseluruhan penduduk Myanmar berdasarkan sensus yang dilakukan oleh pemerintah.
Hal itu sekaligus menolak tuduhan penganut Buddha di negara ini bahwa penduduk Islam menimbulkan ancaman bagi agama dan kepercayaan mereka.
Informasi lengkap sensus yang dilakukan pada 2014 itu bagaimanapun terpaksa harus disimpan selama hampir setahun untuk menghindari terjadi ketegangan menjelang pemilihan umum pada tahun lalu, yang menyaksikan kelompok pro-demokrasi yang dipimpin Aung San Suu Kyi berkuasa.
Persepsi Islamofobia tersebar di seluruh Myanmar belakangan ini dengan golongan nasionalis Buddha sering menyuarakan kegelisahan mereka terhadap perkembangan Islam di negara ini.
Tetapi data baru itu menegaskan bahwa masyarakat Buddha membentuk lebih 90 persen dari populasi Myanmar yang sebesar 51.48 juta orang.
Jumlah penganut Kristen pula adalah sebesar 6,3 persen, sementara penduduk Islam hanya 2,3 persen atau sekitar 1,1 juta orang.
Ulasan tersebut tidak termasuk satu juta etnis minoritas Islam Rohingya yang dilarang mengambil bagian dalam sensus itu, yang diadakan kali pertama sejak 1983.
Banyak berspekulasi bahwa pemerintah telah berusaha untuk menyembunyikan lonjakan Muslim untuk mencegah perpecahan antar agama. Tapi Thein Swe, menteri tenaga kerja dan imigrasi, mengatakan kepada wartawan hari Kamis bahwa data yang dapat dipercaya dan harus diterima oleh masyarakat internasional serta anggota dari berbagai agama.
“Sudah saatnya untuk menggantikan spekulasi dengan fakta,” kata Wakil Dana Populasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), Janet E. Jackson yang mendukung pemerintah Myanmar dalam menjalankan sensus tersebut.
Namun, UNFPA turut mengecam tindakan mengecualikan etnis minoritas Islam Rohingya dalam sensus tersebut dan menganggapnya sebagai kelemahan serius yang memicu kekhawatiran terhadap hak-hak asasi manusia.
Tin Maung Than, sekjen Dewan Agama Islam Myanmar mengatakan, data ini boleh jadi masih kurang akurat.
“Data mungkin tidak akan akurat karena sensus pertama kami dalam 30 tahun,” katanya kepada Anadolu Agency.
“Prosedur bagi seorang Muslim untuk mendapatkan kartu Regristrasi Nasional sangat rumit dan bingung, begitu banyak orang Muslim harus mengisi sebagai ‘Buddha’ untuk membuatnya lebih mudah [mendapatkan kartu]. Mereka ini kemudian mendaftar sebagai umat beragama Buddha dalam Sensus juga,” tambahnya.*