Hidayatullah.com—Penulis buku Mewujudkan Indonesia Beradab, Dr Adian Husaini mengatakan pentingnya umat Islam menjalankan adab. Terutama adab terhadap para ulama. Sebab dengannya akan banyak memunculkan keberkahan.
Demikian pernyataan Adian disampaikan di hadapan ratusan jama’ah Masjid Al –Irsyad, Surabaya, belum lama ini.
Menurut Adian, kemerdekaan ada dari hasil perjuangan umat Islam dan ulama. Ia menunjukkan satu contoh hasil pengaruh ulama dalam kemerdekaan. Misalnya Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 22 Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi Jihad merupakan seruan atau fatwa yang dikeluarkan NU dan ditulis oleh Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari.
Menurutnya isi Resolusi Jihad yang ditulis KH Hasyim Asyari adalah ‘Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam’.
Sebelum ada seruan ini, pada abad ke 18 telah terbit kitab jihad yang menjadi inspirasi gerakan jihad di Nusantara dalam melawan penjajah. Kitab tersebut ditulis oleh Syeikh Abdu Somad al-Palimbani seorang ulama dari Palembang, yang menulis buku Nasihat al-Muslimin wa Tazkirawat al-Mukminin fi Fadhail al-Jihad fi Sabilillah. Tidak hanya menulis kitab, beliau juga mengirimkan surat pada raja-raja Mataram untuk terus berjihad melawan penjajah.
Mirisnya di buku-buku pelajaran sekolah anak-anak Indonesia saat ini yang diceritakan justru kegagalannya.
Menurut Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor ini, karena gerakan jihadlah di Indonesia merdeka melawan penjajah.
“Inilah pentingnya memahami sejarah,” terang lulusan The International Institute of Islamic Thought and Civilisation (ISTAC) ini.
Terkait masalah adab dan menghargai tokoh, Adian memberi contoh peristiwa yang terjadi pada kalangan Kristen baru-baru ini dimana pemerintah memberikan penghargaan kepada tokoh Katolik Romo Fransiscukus van Lith (meninggal tahun 1926 pada umur 62 tahun).
Romo Van Lith yang dikenal sebagai Imam Yesuit yang meletakkan dasar Katolik di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Pada 14 Desember 1904 Romo Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulon Progo. Ke-171 orang tersebut adalah pribumi pertama yang memeluk Katolik.
Bahkan, tuturnya, salah satu muridnya Albertus Setyo Pranoto, salah seorang cucu seorang kiai di Yogyakarta.
“Dia sekolah di SMA Van Lith, tentu Van Lith sangat diakui sebagai tokoh yang berhasil menjebol pertahanan Islam di Jawa.
Ketika Muhammadiyah berdiri tahun 1912, KH Ahmad Dahlan sangat tegas menghadapi arus Kristenisasi di Indonesia yang ditopang oleh kebijakan penjajah Belanda. Karena Dr. Alwi Shihab dalam bukunya pernah mengutarakan bahwa Muhammadiyah didirikan diantaranya karena membendung arus Kristenisasi.
Banyaknya pondok pesantren di Indonesia; 1907 (Tebuireng), 1910 (Situbondo) dan Bukit Tinggi, membuat Belanda melakukan pendekatan berbeda mempengaruhi Pribumi.
Romo Van Lith, misalnya, menggunakan pendekatan pendidikan dalam misi Kristennya.
Misionaris Belanda dapat Penghargaan Setingkat Pahlawan Nasional Indonesia [1]
Tapi entah bagaimana pertimbangannya tiba-tiba Van Lith diakui sebagai tokoh budaya. Padahal ia menolak penggunaan Bahasa Melayu karena dianggap Bahasa Islam. Dan sekarang pemerintah kita mencatatnya sebagai Pahlawan Nasional yang mana ajaran yang dilakukannya merupakan ajaran kaum misionaris. Menurutnya, bagi kaum Katolik tentu ini adalah sebuah prestasi yang besar.
“Inilah contoh betapa umat Katolik ini sangat menghargai tokoh atau pemuka agamanya. Dan sekarang kalau kita refleksikan dengan keadaan kita apakah sekolah-sekolah kita. Apakah kita mengenalkan kepada anak-anak kita tentang siapa sih KH Ahmad Dahlan? Siapa KH.Abdullah Syafii yang dikenal sebagai Singa Betawi? Tapi sedikit anak kita yang kenal,” ungkap kolumnis tetap di hidayatullah.com ini.
Adian juga mengutip penuli pada Tafsir al Azhar, Buya HAMKA yang pernah mengatakan, salah satu cara misionaris dan orientalis merusak Islam adalah dengan pengajaran sejarah. Karenanya jangan heran bangsa kita dididik untuk lebih mencintai Gajah Mada daripada Raden Fatah.
Raja Demak, Kerajaan Islam pertama, memimpin sendiri ekspedisi jihad ke Malaka menyerang tentaraPortugis dengan mengirimkan 275 kapal perang.
Tapi yang ironi, yang kita dapati di Negara kita saat ini, mayoritas pemeluk Islam tetapi di banyak tempat yang banyak dijumpai adalah berhala (patung).
“Inilah pentingnya sejak dini anak ditunjukkan pada sejarah yang benar, dididik agama yang benar,” pungkas penulis novel Kemi: Cinta Kebebasan yang Tersesat ini.*/kiriman Andre Rahmat