GELISAH dan resah, itulah perasaan yang menyertai batinku ketika aku tamat SMA. Saat duduk di bangku sekolah dasar aku bercita-cita ingin menjadi guru. Sempat membayangkan, tamat SMA aku ingin melanjutkan di Fakultas Pendidikan. Sayang, finansial keluargaku tak mendukung. Sehingga, impian melanjutkan kuliah aku urungkan.
Hari-hariku selalu kugunakan bermunajad kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar memudahkan bagiku untuk memperoleh pekerjaan.
Menapaki Kemandirian Hidup
Alhamdulillah, rupanya Allah Subhanahu Wata’ala segera mengabulkan munajatku. Suatu hari ada seorang pedagang yang menawariku untuk membantu menjaga tokonya. Aku bertugas menjajakan jam tangan dengan berbagai asesorisnya dengan gajinya hanya Rp 5.000 sehari.
Sambil bekerja, saya juga belajar agama bersama teman-teman pedagang yang ada di pasar. Setelah berjalan sekitar sebelas bulan, aku mulai berpikiran untuk mencari pekerjaan baru.
Saya pun memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan itu. Aku pergi ke Semarang untuk kursus montir selama tiga bulan. Rupanya Allah berkehendak lain, kursus yang aku jalani justru tak mengantarku menekuni dunia perbengkelan. Sebab, aku mulai kurang nyaman bergaul dengan mesin, oli beserta tetek-bengeknya. Akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan di perusahaan mebel yang kebetulan berada di dekat tempat kursus. Alhamdulillah, saya diterima.
Mulailah saya bekerja sebagai pengamplas (penghalus) kayu sebelum dipelitur. Setelah sekian lama bekerja di permebelan, hati rupanya mulai gelisah. Pergaulannya di tempat kerja kurang bagus. Sehari-hari selalu di jejali suara musik. Dari pagi sampai malam, bahkan sampai pagi lagi.
Dalam kegalauan itu, akupun mengadu kepada-Nya. Usai shalat Tahajud aku bermunajad; “Ya Allah, jikalau bekerja di sini kurang baik bagi agama, dunia dan akhirat saya, maka berilah kami kemudahan untuk memperoleh pekerjaan selain di sini. Ya Allah, jikalau kuliah itu baik bagi saya, karuniakan kepada kami rezeqi, sehingga dengannya kami bisa kuliah. Berilah kemudahan dalam urusanku ini.”
Hidayah Allah Menyapa
Waktu pun terus berjalan. Teringatlah saya dengan seorang kawan yang pernah mendatangiku saat kerja di toko dulu. Dia menginformasikan, bahwa di Surabaya ada sekolah tinggi yang memberikan jaminan bea siswa bagi mahasiswa yang lulus tes.Bahkan setelah lulus, alumninya ditempatkan kerja. Hatiku begitu bahagia. Sepertinya inilah secercah harapan bagi saya untuk bisa kuliah.
Sebelum aku kerja, sahabatku ini telah lebih dulu kuliah di sana. Dia pula yang begitu antusias mengajakku kuliah di Surabaya. Namun, saat itu saya masih ragu. Sehingga saya pun belum mau untuk ke sana.
Dengan berbekal restu orangtua, aku akhirnya mendaftar kuliah gratis untuk pemuda yang siap ditugaskan menjadi dai-dai di pedalaman ke Surabaya. Tepatnya di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqmanul Hakim (STAIL).
Awalnya orangtuaku ragu akan rencanku ini. Dalam pandangannya, bicara kuliah maka sangat terkait dengan dana yang besar yang untuk ukuran ekonomi keluargaku terasa berat. Aku terus memahamkan dan meyakinkannya, bahwa sekolah tinggi yang hendak saya tuju memberikan bea siswa. Maka, orangtuaku pun merestui. Segera bertolaklah saya ke Surabaya untuk mendaftar.
Kemudahan Terus Menghampiri
Sambil menunggu tes aku terus bermunajat. Setiap usai shalat tahajud aku berdoa;
“Ya Allah, jikalau belajar di sekolah tinggi ini baik bagi agama, dunia dan akhirat saya, maka mudahkanlah saya untuk masuk ke dalamnya. Mudahkanlah saya dalam tes nantinya. Dan jadikanlah saya termasuk calon mahasiswa yang lulus tes “, munajadku di keheningan malam.
Alhamdulillah, ketika pengumuman saya lulus. Saya pun memutuskan untuk mengambil jurusan tarbiyah sesuai dengan minat saya. Akhirnya harapan saya untuk bisa kuliah kini telah terpenuhi. Selama kuliah, saya senantiasa melibatkan-Nya di setiap ada kesulitan yang menghadang. Dan sebuah kesyukuran, setiap masalah yang menghampiri selalu ada kemudahan dari-Nya. Selalu ada cara dan kemuduahan yang diberikan Allah kepadaku.
Baca: 9 Tahun Berkarir, Kini Aku Bahagia jadi Ibu Rumah Tangga
Akhirnya berkat pertolongan-Nya, aku mampu menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Betapa harunya hatiku ketika diwisuda dengan gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPI).
Kini doa itu sudah terkabulkan. Kami dikumpulkan dengan orang-orang baik, berjibaku dalam dakwah. Syukurku kepada-Mu Ya Allah, Engkau telah berkenan menjawab semua Munajatku.*/Dikisahkan oleh Masrokan, kini bertugas dakwah di Kendari. Redaksi menerima kisah-kisah inspiratif agar jadi pelajaran bagi yang lain