Hidayatullah.com | SAYA merupakan anak ketiga dari (tiga bersudara). Saya lahir pada 10 November 2000 di Serui Papua.
Saya lahir dari keluarga menengah ke atas. Kedua orang tua saya adalah petani sukses di daerah tempat tinggalku.
Sejak kecil saya senang dan tertarik dengan dunia mekanik. Hal ini membuat saya rela meluangkan kan waktu belajar keahlian ini.
Sesudah pulang dari sekolah, saya langsung mampir di bengkel tempat om saya bekerja, untuk sekedar melihat bagaimana cara membongkar mesin-mesin kendaraan.
Ayah saya yang merupakan petani sukses selalu memarahi saya dan mengkritik bahwa dunia mekanik itu tidak baik. “Nak, kamu hanya akan mendapati orang-orang selalu berhutang kepadamu,” katanya.
Kritik itu tidak memberhentikan kecintaanku untuk terus belajar di dunia mekanik. Keadaan ini terus berlanjut sampai akhirnya saya telah lulus SMP.
Selepas SMP, saya melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), di kota yang sama. Di tempat baru ini, saya masuk dalam bidang akuntansi, jurusan paling tua di sekolah itu.
Awal mula saya mulai belajar menegenai hitung-menghitung biasa. Lama-lama menghitung jumlah nominal uang perusahaan.
Sebenarnya sempat juga bertanya-tanya, mengapa saya bisa terjerumus di tempat ini? Bukannya saya hobi dengan mekanik?
Seusah tiga tahun, tepatnya di tahun 2019 saya akhirnya bisa berhasil lulus dengan menyandang predikat di bidang kejuruan akuntansi. Tanpa berfikir panjang saya memutuskan untuk berencana mengistirahatkan fikiran (otak) dengan cara mengabdikan diri untuk tinggal di sebuah Pondok Pesantren Hidatullah di Serui.
Dengan berlatar belakang pendidikan mekanik dan akuntansi, lagi-lagi memberiku ingatan tiga tahun lalu. Mengapa saya tidak fokus pada latar belakang pendidikan dan keahlian yang saya miliki?
Rupanya hal tak terduga pun terjadi, yang berawal pada saat saya mulai menegenal kehidupan di pondok pesantren. Hatipun mulai terasa mendapat dorongan untuk meneruskan kehidupan di dalam nauangan Islam.
Selama satu bulan penuh, tepatnya di bulan istimewa yaitu bulan Ramadhan, alhamdulillah saya dipertemukan dengan seorang ustadz. Berkenalan dengan sosok ustadz tersebut, memperkuat hasratku untuk terus melangkah menuju sumber ilmu, tentunya ilmu-ilmu Islam.
Kebetulan pak ustad lulusan sebuah pondok pesantren di Pulau Jawa. Hal ini sedikit banyak mempengaruhiku. Apalagi beliau memberiku sebuah browsur tentang penerimaan mahasantri baru.
Semangat saya membuncah untuk bisa mendaftar studi di Pulau Jawa. Di saaat bersamaa, saya agak resah karena minimnya pengetahuan Islam dan kurang lancarnya membaca Al-Qur’an.
Tanpa putus asa pak ustadz menasehatiku. “Pergilah Nak, ketika kau telah merasakan ada panggilan dari dalam hatimu,” ujar beliau sambil menunjuk-nunjuk ke arah dadaku.
Akhirnya dengan modal berani saya meminta restu kepada kedua orang tua saya. Dengan bersimpuh di bawah kaki ibu, dan dengan tujuan dan niat yang baik, orang yang telah melahirkanku ini memberi izin pergi ke Pulau Jawa untuk menimba ilmu agama.
****
Selama perjalanan, saya sangat merasakan bagaimana ridha Allah itu nyata kepada diriku. Di dalam kapal yang banyak sekali penumpang padat, mengharuskanku untuk pergi ke masjid dan menunaikan shalat lima waktu.
Meskipun melakukan hal ini butuh perjuangan yang besar untuk antre mengambil air wudhu. Belum lagi harus menyeimbangkan tubuh agar tetap berdiri kokoh dan mengantre jatah makanan yang berada di dek 2 kapal.
Saya tiba di Surabaya tepat pukul 11:00 WIB. Tanpa istirahat saya langsung melangkah ke kampus baru. Setibanya di kampus, MasaAllah, hal pertama saya rasakan ketenangan di area kampus itu sangat terjaga dan nyaman.
Seorang Satpam menghampiri dan bertanya kedatanganku. “Ada keperluan apa?”, sambil saya jelaskan tujuan kehadiran saya di tempat ini.
Akhirnya sayapun diperintahkan untuk istirahat di masjid bagian lantai 2 yang sejuk dengan angin sepoi-poih. Ah, merupakan salah satu pengalaman terkesan.
Selang beberapa minggu tes ujianpun dilaksanakan. Saya yang notabennya tidak pernah punya latar-belakang pondok-pesantren merasa panik dan khawatir. Dengan bacaan bismillah saya memulai ujian tes masuk.
Pekan ketiga, tepatnya hari Sabtu, adalah hari pengumuman lulus atau yang tidak J. Dengan hati yang sedikit bimbang, saya mecari nama di deretan pengumuman. Alhamdulillah, Allah bekehendak lain saya dinyatakan tidak lulus.
Di saat hati dalam keadaan galau dan cemas, tiba-tiba keyakinan dan semangat seolah menyala ketika seorang ustadz merekomendasi unguk masuk di sebuah pondok Darul Arqam, Surabaya. Saya harus mengikuti pelajaran ekstensif dan bimbingan 3 bulan agar bisa mengikuti kurikulum di pondok tersebut. Alhamdulillah ala kullihal, dengan semangat para asatidz yang cerdas dan memiliki gaya mengajar yang menarik, saya bisa saya mengikutinya.
Setelah setahun sudah berlalu, sekali lagi Alhamdulillah, saya sudah bisa memiliki hafalan 2 juz Al-Qur’an. Padahal saya datang tanpa bekal apapun.
Dan pada akhirnya, sayapun mendaftarkan kembali ke kampus awal dulu, saat saya gagal. Dengan izin Allah yang maha pengasih lagi Maha penyayang, sayapun di terima di kampus tersebut tanpa tes karena telah melakukan persiapan di pondok Darul Arqam selama setahun.
Hingga saat ini saya sudah kuliah di kampus STAI Luqmanul Hakim Surabaya. Saya merasakan, semua itu terasa ringan dan nikmat rasanya ketika saya jalani.
Sungguh indah dan bahagia saya rasakan. Dengan banyak mengenal lingkungan baru, guru-guru baru di Tanah Jawa juga ilmu baru.
Suatu ketika, guru saya memerintahkan untuk melihat syair-syair Imam As Syafi’I. Sungguh sangat luar biasa ketika saya mulai membaca salah syair beliau:
سافرْ تجد عوضاً عمَّن تفارقهُ
وانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
Safarlah, engkau akan menemukan pengganti orang-orang yang engkau tinggalkan.
Berpeluhlah engkau dalam usaha dan upaya, karena lezatnya kehidupan baru terasa setelah engkau merasakan payah dan peluh dalam bekerja dan berusaha
Syair itulah yang membuat saya semakin kuat dan pantang pulang sebelum kenyang akan ilmu. Demikian kisah inspiratif penulis, semoga kita semua dapat selalu istiqomah dalam mencari ilmu dan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Aamiin aamiin yarobbal alamiin.*/Suryanto, mahasiswa STQI Luqman al-Hakim, Surabaya