Hidayatullah.com– Ketua Eksekutif Nasional BHP Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), Chandra Purna Irawan, menanggapi permintaan maaf Sukmawati Soekarnoputri dalam konferensi persnya di Jakarta atas puisinya yang diduga menghina agama.
Pertama, kata Chandra, sebagai Muslim, sudah pasti masyarakat Muslim Indonesia akan memberikan maaf kepada Sukmawati.
“Tetapi secara hukum, permohonan maaf tidak bisa menghapuskan atau menggugurkan perbuatan pidana,” ujar Chandra dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com, Jumat (06/04/2018).
Kedua, jelasnya, dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu alasan pemaaf menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca: KSHUMI: Kasus Sukmawati Penuhi Unsur Pidana Penodaan Agama
“Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP),” jelasnya.
Ketiga, dugaan penistaan agama ini seharusnya sudah masuk tahap penyidikan. Sebab, terang Chandra, soal penistaan agama jika dilihat dari sisi hukum ialah delik formil (Formeel Delictien) yang tidak perlu dilakukan pembuktian ada atau tidaknya suatu dugaan tindak pidana.
Baca: Pelapor Sukmawati: Minta Maaf Diterima, Proses Hukum Harus Lanjut
Kemudian, tambahnya, delik Pasal 156a KUHP yang diduga dilanggar Sukmawati adalah delik formil, delik selesai.
“Sama seperti kalau orang membunuh dengan pisau, pisaunya jadi alat bukti. Kalau dugaan penistaan agama ini, puisi yang isinya membandingkan terkait cadar, adzan dan syariah Islam, sebagai alat. Jadi faktanya, peristiwanya ada dan dilakukan,” ungkapnya.
Terakhir, KSHUMI mendorong kepada pihak penegak hukum untuk berdiri tegak, menegakkan hukum agar tercipta keadilan sosial ditengah-tengah masyarakat.*
Baca: HNW: Kasus Sukmawati Tantangan Polisi Menegakkan Hukum